104 Akademisi Dukung Perjuangan Warga Rempang Lawan Pemerintah

Penulis : Gilang Helindro

Agraria

Senin, 11 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Solidaritas akademisi untuk warga Rempang terus berlanjut. Sebanyak 104 akademisi dan 38 institusi menyatakan lima sikap memberi dukungan.

Herdiansyah Hamzah, perwakilan dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengatakan, pascaaksi mempertahankan tanah dan ruang hidupnya pada 11 september 2023, sebanyak 43 warga rempang ditangkap. Hingga kini persidangan masih berlangsung secara maraton. 

“Ini jelas bentuk kriminalisasi, cara kekuasaan dan aparaturnya membungkam protes warga Rempang. Dan cara-cara semacam ini sudah seringkali kita dapatkan, terutama di kantong-kantong proyek strategis nasional (PSN). Perampasan tanah rakyat ini membentang mulai dari Wadas, Poco Leok, Air Bangis, hingga Rempang. Kekuasaan mengkriminalkan warganya untuk membungkam protes atas proyek PSN,” ungkap Herdiansyah Hamzah dalam konferensi pers Senin, 4 Maret 2024. 

Wadi, warga Sembulang Hulu, Pulau Rempang, menyebut upaya proses hukum yang sampai saat ini masih berjalan, tidak membuat semangat masyarakat rempang surut. “Kami minta komitmen semua warga dan sama-sama jage tanah kite," kata Wadi.

Lebih dari seribu warga melayu Rempang dan Galang menggelar acara silaturahmi dan menyatakan penolakan terhadap rencana relokasi untuk PSN Rempang Eco City, 11 Oktober 2023 kemarin. Foto: Walhi Riau.

Menurut Wadi, hampir semua warga Sembulang Hulu tidak mau tanda tangan ikut relokasi. Kalau seandainya salah satu saja ikut mendaftar, Wadi yakin perjuangan mereka akan hancur.

"Kami ini asli warga Sembulang Hulu. Kami akan bertahan, kami tidak sendiri, banyak yang mendukung untuk menjaga tanah kite,” katanya.

Wilton Amos Panggabean, perwakilan LBH Pekanbaru mengatakan, selama mendampingi warga Rempang dan melihat situasi di lapangan, sampai hari ini posko Sembilang Hulu masih berdiri dalam memberi perlawanan, menjaga ruang hidup bagi masyarakat.

Alih-alih melemahkan perjuangan warga, kata Wilton, proses kriminalisasi justru melipat gandakan kekuatan perlawanan. “Warga masih sama sama berjuang, dampak persidangan semakin menguatkan warga satu sama lain,” kata Wilton.

Rina Mardiana menyebut, lima pernyataan sikap 104 akademisi dan 38 institusi sebagai berikut. Pertama, atas nama keadilan, pengadilan harus membebaskan warga Rempang yang dikriminalisasi karena memperjuangkan tanah dan kehidupannya. 

Kedua, kata Rina, menolak segala bentuk intimidasi pemerintah terhadap warga Rempang, termasuk upaya relokasi paksa melalui surat peringatan terhadap warga. Ketiga, membatalkan proyek strategis nasional rempang eco city, maupun proyek-proyek strategis nasional lainnya. Negara harus memihak kepentingan warga negara dibanding kepentingan investasi dan para pemodal. “Jadi ini kepentingan siapa?,” tanya Rina.

Keempat, meminta negara melepaskan cara pandang domein verklaring dalam penguasaan tanah. Sebab negara hanya merepresentasikan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, negara harus mencerminkan kehendak rakyat, bukan kehendak para pemodal. Kelima, meminta kepada kalangan akademisi untuk bersolidaritas terhadap warga Rempang dan warga lainnya yang terdampak proyek strategis nasional. 

“Naluri kemanusiaan kita harus diaktifkan, keberpihakan kita pada rakyat banyak, pada inklusivitas keadilan sosial rakyat bukan kepada penguasa dzolim apalagi kepada pemodal tamak,” ungkap Rina.

Herdiansyah menambahkan, kami ingin menggambarkan, warga rempang tidak sendiri, “kita berharap dukungan kawan kawan semua menjadi energi yang terus melipat gandakan warga rempang”.