1.540 Titik Panas Terpantau di Konsesi Hutan Tanaman Energi

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Karhutla

Selasa, 17 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Konsesi Hutan Tanaman Energi (HTE) menyumbang 29 persen titik panas pada musim kebakaran hutan dan lahan (karhutla) periode Juli-September 2023, yakni sebanyak 1.540 titik. Menurut Trend Asia, jumlah titik panas dalam konsesi HTE tersebut melonjak tinggi, jika dibandingkan data titik panas dengan periode yang sama pada 2020 sebanyak 427 titik, 2021 sebanyak 384 titik, dan 2022 sebanyak 128 titik.

Titik-titik panas itu tersebar di konsesi-konsesi HTE yang di antaranya dimiliki pemain besar seperti Sampoerna, Sinar Mas, Medco, dan Jhonlin. Titik panas terbanyak pada rentang waktu yang sama terdapat di konsesi PT Usaha Tani Lestari di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 353 titik panas, dan PT Selaras Inti Semesta (SIS) di Merauke, Papua Selatan, sebanyak 334 titik panas.

PT Usaha Tani Lestari diketahui pada 2022 lalu izinnya dievaluasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara, PT SIS merupakan anak perusahaan dari Medco Group, yang belum lama ini diketahui menerima dana terkait transisi energi dan melakukan deforestasi di hutan alam primer di wilayah masyarakat adat Zanegi. Deforestasi tersebut menyebabkan hilangnya sumber pangan dan meningkatnya angka gizi buruk pada ibu dan anak di komunitas masyarakat adat Zanegi.

"Deforestasi yang terjadi akibat aktivitas HTE seperti Medco Group, menjadi risiko yang harus ditanggung masyarakat dan komunitas adat, demi pemenuhan target Biomassa pelet kayu untuk PLTU co-firing dan PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa)," kata Amalya Oktaviani, Manager Kampanye Bioenergi, Trend Asia.

Kebakaran hutan dunia dilihat dari Angkasa. (Astro_Megan via Space Station)

Menurut Amalya, program bioenergi dengan menggenjot produksi biomassa pelet kayu jelas tidak dapat dikategorikan sebagai transisi energi yang bersih dan berkeadilan, sebaliknya itu adalah solusi palsu. Pemerintah memiliki target memproduksi 10 juta ton biomassa untuk PLTU co-firing sampai 2025, namun hingga Juni 2023 produknya baru mencapai angka 0,5 juta ton.

"Pemerintah terlihat panik menangani kebakaran hutan, tapi di balik itu, pemerintah menggesa pembangunan hutan tanaman energi, untuk menghasilkan kayu-kayu yang akan dibakar di PLTU co-firing maupun PLTBm,” ujarnya.

Saat ini, Amalya melanjutkan, ketika musim kemarau yang lebih kering akibat El Nino, ancaman kebakaran hutan semakin tinggi. Kondisi ini diperparah dengan tekanan target pemerintah memenuhi kebutuhan biomassa pelet kayu untuk pembakaran di PLTU co-firing. Laporan Trend Asia (2022) menunjukkan, untuk memenuhi target co-firing 10 persen di 52 unit PLTU, setidaknya dibutuhkan 2,3 juta hektar HTE, dan akan mengakibatkan deforestasi sedikitnya 1 juta hektare.

“Membakar lahan menjadi cara yang mudah dan murah untuk land clearing konsesi. Dalam banyak praktek hutan tanaman industri sebelumnya, kebakaran di dalam konsesi merupakan cara korporasi untuk mempercepat pembukaan lahan supaya bisa ditanami tanaman monokultur,” ujar Amalya.

Pada 2022, sebanyak 31 Perizinan Berusaha Pengelolaan Hutan - Hutan Tanaman (PBPH-HT) tersebut, yang semula mengusahakan Hutan Tanaman Industri (HTI) berkomitmen mengalokasikan konsesinya untuk menanam tanaman energi. Empat grup yang disebutkan sebelumnya, termasuk grup Kertas Nusantara, Katingan Timber Group, dan Barito Pacific, mengalokasikan seluas 202 ribu hektare untuk ditanami tanaman energi.

Amalya mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut tujuh provinsi telah menyatakan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan dan enam provinsi di antaranya terdapat konsesi HTE. Enam provinsi tersebut yakni Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Konsesi HTE terbanyak terdapat di Kalimantan Barat, yaitu 7 perusahaan yang 3 di antaranya izinnya sudah dicabut melalui Keputusan Menteri LHK SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. Namun, masih ditemukan titik panas di dalam 3 wilayah konsesi tersebut, yaitu PT Bhatara Alam Lestari, PT Nityasa Idola, dan PT Gambaru Selaras Alam.

Selain itu, jika menilik data titik panas yang dihimpun oleh Trend Asia, titik panas juga ditemukan di Pulau Jawa, mencapai 9.710 titik yang sebagian berada di wilayah Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas yang merupakan wilayah kerja Perhutani. Dalam proses penyediaan biomassa kayu untuk bahan baku PLTU co-firing, Perhutani berperan menyediakan 75 ribu hektare lahan.

“Penggenjotan program co-firing PLTU jelas menimbulkan banyak masalah, selain memperpanjang usia pembangkit listrik batu bara dalam memaparkan polusi, penyiapan bahan baku biomassa yang bersumber dari konsesi HTE juga berpotensi memperluas deforestasi dan perampasan lahan,” kata Amalya.