Dua WNA Jadi Tersangka Pembuangan dan Penyelundupan Limbah B3

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Selasa, 17 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Dua warga negara asing (WNA) yang masing-masingnya merupakan nahkoda kapal tanker berbendera Iran dan Liberia ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakkan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dalam kasus pembuangan (dumping) limbah di perairan Natuna dan penyelundupan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Dalam pernyataan resminya, Gakkum LHK menjelaskan, kasus pembuangan (dumping) ilegal limbah B3 dilakukan oleh MAM (42 tahun) WNA Mesir, nahkoda Kapal Tanker MT Arman Berbendera Iran. Sedangkan penyelundupan limbah tanpa izin (illegal) ke wilayah NKRI dilakukan oleh SJN (37 tahun), WNA India, nahkoda Kapal MT BSI berbendera Liberia. Kedua kasus pembuangan dan penyelundupan limbah yang sedang ditangani ini dinyatakan merupakan kejahatan transnasional (transnational crime).

Tersangka MAM, nakhoda Kapal MT Arman 114, dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab dan memerintahkan pembuangan limbah B3 ke perairan laut Natuna. Penanganan kasus ini bermula dari operasi Bakamla RI pada 7 Juli 2023, yang melakukan penangkapan terhadap Kapal MT Arman 114, karena diduga menyebabkan pencemaran lingkungan laut di perairan Natuna.

Kapal MT Arman 114 diketahui mengangkut muatan light crude oil kurang lebih sebanyak 272.629,067 metrik ton, dan melakukan pembuangan limbah dari lubang pembuangan buritan sebelah kiri kapal saat melakukan transfer ship to ship crude oil dengan Kapal MT S-Tinos di Zona Ekonomi Eksklusif Laut Natuna.

Penyidik Gakkum LHK saat melakukan pemeriksaan di Kapal MT Arman 114. Foto: Gakkum LHK.

Bakamla kemudian menginformasikan hasil operasi tersebut kepada Dirjen Gakkum KLHK melalui surat pada 10 Juli 2023, untuk dapat ditindaklanjuti proses hukumnya, terkait dugaan pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah B3 di laut. Dalam operasi ini Bakamla telah mengamankan 29 orang keu kapal dan 3 orang penumpang untuk dijadikan saksi.

Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda, mengatakan, menindaklanjuti laporan Bakamla itu pihaknya kemudian memerintahkan penyidik Gakkum KLHK melakukan penyelidikan dengan melakukan pengambilan sampel crude oil di seluruh kompartemen Kapal MT Arman 114 untuk dilakukan uji finger print di laboratorium lingkungan yang terakreditasi. Hal itu dilakukan untuk memastikan sampel air laut yang tercemar minyak mempunyai karakteristik yang sama dengan minyak yang berada di dalam kompartemen kapal.

Setelah memenuhi 2 alat bukti yang cukup, kata Yazid, berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, dan hasil uji analisis laboratorium, maka penyidik KLHK meningkatkan status ke tahap penyidikan dengan menetapkan MAM yang merupakan nakhoda kapal MT Arman 114 sebagai tersangka perorangan.

Penyidik Gakkum KLHK, kata Yazid, menjerat tersangka dengan pasal berlapis berdasarkan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu dugaan melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

"Dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar," kata Yazid, Jumat (13/10/2023) pekan lalu.

Sedangkan dalam kasus penyelundupan limbah atau memasukan limbah tanpa izin ke wilayah NKRI, menurut Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, penyidik KLHK telah menetapkan SJN sebagai tersangka perorangan.

SJN ditetapkan sebagai tersangka karena membawa limbah residu minyak (oil sludge) sebanyak 80 ton, hasil kegiatan pembersihan tanki yang dilakukan di luar wilayah NKRI, yaitu di Bangladesh ke dalam wilayah Indonesia. Perbuatan ini, katanya, merupakan tindak pidana.

Hasil laboratorium sampel barang bukti Kapal BSI dikategorikan sebagai limbah B3 dengan kategori 2, berdasarkan Baku Mutu Lampiran XIII Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Rasio mengatakan, perbuatan memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI merupakan delik formil, sehingga tidak diperlukan lagi pembuktian materiil dan diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.

"Berkas perkara tersangka SJN sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau pada tanggal 10 Oktober 2023. Tersangka dan barang bukti akan segera diserahkan kepada Kejati Kepri untuk segera disidangkan," ujar Rasio.

Rasio Sani menegaskan, tindakan tegas terhadap pelaku penyelundupan dan pembuangan limbah harus dilakukan. Sebab dua perbuatan itu merupakan kejahatan serius.

Kejahatan tersebut, katanya, berpotensi merusak ekosistem perairan, menghalangi fotosintesis plankton, meracuni biota laut dan hewan lainnya seperti burung atau hewan darat pemakan ikan, serta dapat mengakibatkan terganggunya rantai makanan biota laut. Yang pada akhirnya mengganggu kehidupan dan kesehatan serta perekonomian masyarakat, apalagi di Kepri banyak pantai-pantai wisata.

"Pelaku harus dihukum maksimal agar ada efek jera. Kita bisa menyaksikan bagaimana dampak dari pencemaran akibat pembuangan limbah minyak yang selama ini terjadi di perairan dan pantai-pantai, baik di Batam maupun di Bintan," kata Rasio.

Penindakan tegas ini, masih kata Rasio, harus menjadi perhatian bagi pelaku kejahatan lainnya. Rasio berharap penyidikan kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk kasus yang sejenis.

Rasio menuturkan, dia sudah memerintahkan tim Gakkum KLHK untuk bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendalami kasus sejenis lainnya yang belum terungkap dan mencegah kejahatan seperti ini terjadi kembali.

“Penindakan tegas ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi kapal-kapal asing lainnya yang memasuki perairan Indonesia agar tidak melakukan pencemaran dan pembuangan limbah di laut wilayah NKRI,” ujar Rasio.