Studi: Mikroba di Seluruh Dunia Berevolusi Memakan Plastik

Penulis : Tim Betahita

Lingkungan

Jumat, 17 Desember 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Makhluk hidup mulai beradaptasi untuk bertahan hidup dengan kerusakan lingkungan akibat konsumsi plastik manusia. Studi terbaru mengungkap, mikroba darat dan laut di seluruh dunia kini telah berevolusi untuk memakan plastik dengan menguraikannya di dalam tubuhnya.

Penelitian tersebut memindai lebih dari 200 juta gen yang ditemukan dalam sampel DNA yang diambil dari lingkungan dan menemukan 30.000 enzim berbeda yang dapat mendegradasi 10 jenis plastik yang berbeda.

Studi ini merupakan penilaian global skala besar pertama mengenai potensi bakteri pengurai plastik. Para ilmuwan menemukan, satu dari empat organisme yang dianalisis membawa enzim yang sesuai. Jumlah dan jenis enzim yang ditemukan ilmuwan cocok dengan jumlah dan jenis polusi plastik di lokasi yang berbeda.

Hasil tersebut “memberikan bukti efek terukur dari polusi plastik pada ekologi mikroba global,” kata para ilmuwan dalam rilis baru-baru ini.

Kampanye anti-plastik sekali pakai (foto Daniel Muller/Greenpeace)

Setiap tahun, jutaan ton plastik dibuang ke lingkungan dan kini meliputi seluruh permukaan bumi, mulai dari Gunung Everest hingga lautan terdalam. Mengurangi konsumsi plastik dan pengelolaan yang baik merupakan salah satu cara untuk mengurangi sampah.

Namun saat ini banyak plastik sulit diurai atau didaur ulang. Penggunaan enzim, yang dapat bekerja secara cepat untuk memecah plastik memungkinkan proses daur ulang yang efektif lantaran hasilnya bisa diproduksi kembali. Ini dapat memotong kebutuhan akan produk plastik murni.

Penelitian baru ini dapat menyediakan enzim baru untuk kemungkinan tersebut. Namun, perlu penyelidikan lebih lanjut dan diadaptasi untuk kebutuhan industri.

“Kami menemukan banyak bukti yang mendukung fakta bahwa potensi pendegradasi plastik mikrobioma global berkorelasi kuat dengan pengukuran pencemaran plastik lingkungan – sebuah demonstrasi signifikan tentang bagaimana lingkungan merespons tekanan yang kami berikan padanya,” kata Prof Aleksej Zelezniak dari Universitas Teknologi Chalmers di Swedia, dikutip The Guardian, Rabu (15/12).

Jan Zrimec, juga di Universitas Chalmers, mengatakan: “Kami tidak menyangka akan menemukan sejumlah besar enzim pada begitu banyak mikroba dan habitat lingkungan yang berbeda. Ini adalah penemuan mengejutkan yang benar-benar menggambarkan skala masalah (plastik) ini.”

Produksi plastik meledak dalam 70 tahun terakhir, dari 2 juta ton menjadi 380 juta ton per tahun. Dalam periode waktu ini, mikroba berevolusi untuk menangani plastik, kata para peneliti yang menerbitkan studinya dalam jurnal Microbial Ecology.

Menurut para peneliti, studi itu dimulai dengan mengumpulkan dataset dari 95 enzim mikroba yang telah diketahui dapat mendegradasi plastik. Mereka sering ditemukan pada bakteri di tempat pembuangan sampah dan tempat-tempat serupa yang penuh dengan plastik. 

Tim kemudian mencari enzim serupa dalam sampel DNA lingkungan yang diambil oleh peneliti lain dari 236 lokasi berbeda di seluruh dunia. Satu hal penting, para peneliti mengesampingkan potensi positif palsu dengan membandingkan enzim yang awalnya diidentifikasi dengan enzim dari usus manusia, yang tidak diketahui memiliki enzim pendegradasi plastik. 

Sekitar 12.000 enzim baru kemudian ditemukan dalam sampel laut, diambil di 67 lokasi dan pada tiga kedalaman berbeda. Hasilnya menunjukkan tingkat enzim pendegradasi yang lebih tinggi secara konsisten di tingkat yang lebih dalam, sesuai dengan tingkat polusi plastik yang lebih tinggi yang diketahui ada di kedalaman yang lebih rendah. 

Sementara itu sampel tanah diambil dari 169 lokasi di 38 negara dan 11 habitat berbeda dan mengandung 18.000 enzim pendegradasi plastik. Tanah diketahui mengandung lebih banyak plastik dengan aditif ftalat ketimbang lautan. Dari sini para peneliti menemukan lebih banyak enzim yang menyerang bahan kimia ini dalam sampel tanah.

Hampir 60% dari enzim baru tidak cocok dengan kelas enzim yang diketahui, kata para ilmuwan. Ini menunjukkan bahwa molekul baru tersebut mendegradasi plastik dengan cara yang sebelumnya tidak diketahui.

“Langkah selanjutnya adalah menguji kandidat enzim yang paling menjanjikan di laboratorium untuk menyelidiki sifat mereka dan tingkat degradasi plastik yang dapat mereka capai,” kata Zelezniak. “Dari sana Anda dapat merekayasa komunitas mikroba dengan fungsi degradasi yang ditargetkan untuk jenis polimer tertentu.”

Kutu pertama yang memakan plastik ditemukan di tempat pembuangan sampah Jepang pada 2016. Dua tahun kemudian para ilmuwan kemudian melakukan rekayasa pada kutu tersebut, mencoba mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana ia berevolusi.  

Secara tidak sengaja ilmuwan justru menciptakan enzim yang bahkan lebih baik dalam mengurai botol plastik. Perubahan lebih lanjut pada 2020 meningkatkan kecepatan degradasi enam kali lipat.

Enzim mutan lain diciptakan pada 2020 oleh perusahaan Carbios yang memecah botol plastik untuk didaur ulang dalam hitungan jam. Ilmuwan Jerman juga telah menemukan bakteri yang memakan poliuretan plastik beracun, yang biasanya dibuang di tempat pembuangan sampah.