Pemerintah Diputus Bertanggungjawab Atas Pencemaran Udara Jakarta

Penulis : Kennial Laia

Hukum

Jumat, 17 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Setelah tertunda sebanyak delapan kali, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya memutuskan bahwa tujuh pejabat negara bertanggung jawab atas terjadinya pencemaran udara di ibu kota dalam Gugatan Warga Negara, Kamis, 16 September 2021.

Dalam putusannya, Majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan warga. Sidang juga menyatakan bahwa Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan tiga gubernur (DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Sementara itu gugatan agar pejabat tinggi negara dinyatakan melanggar hak asasi manusia karena lalai memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ditolak.

“Mengabulkan gugatan para tergugat sebagian, kedua menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V telah melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri di ruang sidang Hatta Ali PN Jakarta Pusat, hari ini.

Foto udara pencemaran udara di Jakarta. Foto: Greenpeace

Dalam putusan tersebut, majelis hakim mewajibkan Presiden Jokowi (tergugata I) untuk mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.  

Sementara itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dihukum untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan pengetatan emisi lintas batas ketiga provinsi tersebut.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diperintahkan mengawasi dan membina kinerja Gubernur DKI Jakarta terkait pengendalian pencemaran udara. 

Majelis hakim juga menghukum Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan  akibat pencemaran udara di Provinsi DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun strategi rencana aksi pengendalian pencemaran udara. 

Khusus Gubernur Anies Baswedan, majelis hakim memerintahkan agar mengawasi ketaatan setiap orang orang terhadap peraturan perundangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus tujuh pejabat negara bertanggung jawab atas pencemaran udara di Jakarta selama ini. Foto: Koalisi Ibukota 

Anies juga diminta untuk menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara; serta menyebarluaskan informasi pengawasan dan penjatuhan sanksi berkaitan pengendalian pencemaran udara kepada masyarakat.

Anies juga harus mengetatkan baku mutu udara ambien daerah untuk provinsi DKI Jakarta yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia lingkungan dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.  

Hal lain yang perlu dilakukan Anies adalah melakukan inventarisasi terhadap baku mutu udara ambien, potensi pencemaran udara, kondisi meteorologis dan geografis serta tata guna lapangan dengan mempertimbangkan penyebaran emisi dari sumber pencemar yang melibatkan partisipasi publik.

Kemudian menetapkan status mutu udara ambien setiap tahunnya dan mengumumkannya kepada masyarakat serta menyusun dan mengimplementasikan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.

Majelis hakim juga menghukum ketujuh tergugat untuk membayar perkara sebesar Rp 4.255.000. 

 Aksi warga yang tergabung dalam Koalisi Ibukota sebelum pembacaan putusan gugatan warga negara terkait pencemaran udara Jakarta. Foto: Koalisi Ibukota

Apresiasi tim penggugat

Mewakili tim kuasa hukum penggugat, Ayu Eza Tiara menyatakan para penggugat dan tim advokasi yang selama ini mendampingi proses persidangan, mengapresiasi putusan majelis hakim yang berpihak pada kepentingan seluruh warga. 

“Di sini ada beberapa putusan yang dikabulkan sebagian. Hakim menolak adanya pelanggaran hak asasi manusia di sana namun yang lainnya terpenuhi. Dan soal Turut Tergugat I dan II (Pemprov Banten dan Jabar) itu mengikuti putusan yang ada,” kata Ayu. 

“Meski begitu kami menilai bahwa putusan tersebut merupakan putusan yang tepat dan  bijaksana, mengingat dari proses pembuktian di persidangan sudah sangat jelas bahwa Pemerintah telah melakukan kelalaian dalam mengendalikan pencemaran udara,” tambahnya.

Ayu meminta agar ketujuh pejabat negara menerima kekalahannya dan fokus untuk melakukan upaya-upaya perbaikan kondisi udara, ketimbang melakukan melakukan upaya hukum perlawanan banding maupun kasasi.  

“Dan perlu kami tegaskan kembali bahwa tim advokasi Koalisi Ibukota sangat terbuka untuk turut serta dalam perbaikan kualitas udara di Jakarta, serta Banten dan Jawa Barat. Kami juga akan mengawal agar pemerintah betul-betul menuntaskan kewajibannya,” tutur Ayu.  

 Seorang warga anggota Koalisi Ibukota memegang telepon genggam dengan layar bertuliskan "Pencemaran udara sebabkan 1 dari 8 kematian di seluruh dunia". Foto: Koalisi Ibukota

Dalam perkara ini, tuntutan 32 warga negara yang menjadi penggugat di antaranya adalah agar pemerintah merevisi baku mutu udara ambien dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan menjamin hak lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada masyarakat. 

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menempatkan alat pengukur polusi dengan jumlah yang memadai mengacu pada penelitian dari beberapa ahli; memberikan informasi mengenai kualitas udara secara real time dan upaya mitigasinya; serta menyusun strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara. 

Khalisah Khalid, salah satu penggugat, mengatakan majelis hakim membuktikan bahwa pengadilan bisa menjadi jalan untuk warga yang ingin mendapatkan keadilan. 

“Kami berharap para tergugat tidak mengajukan banding, karena yang kami gugat sesungguhnya adalah untuk kepentingan, kesehatan dan keselamatan seluruh warga negara, termasuk generasi mendatang agar mendapatkan kualitas hidup yang baik,” tutur Khalisah