Perjuangkan Hak, Petani Sawit Boul Terus Mogok Operasi

Penulis : Gilang Helindro

Agraria

Kamis, 18 Januari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Konflik antara petani plasma pemilik lahan sawit yang bermitra dengan PT Hardaya Inti Plantations (HIP) di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tengah terus berlanjut. Pasca aksi penghentian operasional kebun plasma di 4 lokasi kebun awal Januari 2024, pihak perusahaan memaksa agar kembali operasional dengan berbagai cara.

Fatrisia Ain, Koordinator Forum Petani Plasma Buol (FPPB), mengatakan salah satu tempat yang terus dicoba untuk dilakukan pembukaan operasi adalah lahan plasma di Desa Maniala dan Balau.

Menurut Fatrisia, aksi petani karena PT HIP sebagai pengelola kebun selama 13 hingga 16 tahun belum memberikan bagi hasil kebun dan hak-hak para pemilik lahan. “Sampai hari ini pihak PT HIP juga belum memberikan respon atas tuntutan para pemilik lahan. Sebaliknya PT HIP hanya berusaha untuk membuka paksa operasional kebun dengan berbagai cara,” ungkap Fatrisia, Rabu, 17 Januari 2024.

Menurut pantauan FPPB, setidaknya empat kali upaya pembukaan operasional dilakukan oleh pihak perusahaan dengan memobilisasi buruh kebun. Pertama dilakukan pada 8 Januari 2024. Waktu itu, kata Fatrisia, perusahaan memaksa buruh untuk melakukan pemanenan dan pengangkutan buah. Hari ketiga, mereka berupaya untuk melakukan pengangkutan buah yang sudah sempat dipanen.

Petani pemilik lahan menutup akses untuk operasional PT HIP. Foto: Istimewa/FPPB

Berikutnya, pada 15 Januari, perusahaan kembali memaksakan pengangkutan buah dengan mengirimkan truk ke lokasi, bahkan dilakukan pukul 17.00 WITA di luar jam kerja buruh yang sempat menyulut perselisihan dan adu mulut antara pemilik lahan dengan pihak perusahaan. “Pihak perusahaan mengindahkan dialog yang disampaikan oleh petani, sehingga pihak polsek Momunu turun langsung ke lokasi dan meminta kendaraan dipulangkan dikeluarkan dari lokasi kebun plasma,” ungkap Fatrisia.

Fatrisia menilai, seringkali pihak perusahaan membuat skenario agar terjadi gesekan antara petani pemilik lahan dengan pihak buruh, sehingga menjadi celah pidana bagi petani yang sedang melakukan aksi penuntutan atas haknya. 

Fatrisia menyebut, dugaan ini muncul karena pada lokasi kebun plasma lain seperti Amanah A, Pionoto B, dan Plasa yang sama-sama sedang melakukan aksi serupa, buruh kebun telah dialihkan bekerja di kebun inti milik perusahaan. 

“Sehingga tidak ada aktivitas/operasional di kebun plasmanya. Oleh karenanya, kami menghimbau kepada teman-teman buruh di Awal Baru untuk meminta pertanggungjawaban kepada PT. HIP agar segera ditempatkan bekerja di lokasi lain,” ungkap Fatrisia.

Tasrip, salah satu petani menyebut, PT HIP harus bertanggung jawab terhadap buruh karena perusahaan yang mengelola kebun dan mempekerjakan para buruh, bukan dari pihak petani pemilik lahan, yang juga telah dirugikan selama bertahun-tahun. 

“Seharusnya PT HIP secepatnya mengalihkan para buruh yang selama ini bekerja di kebun Plasma Awal Baru untuk dipindahkan ke lokasi kebun lain, agar tidak terjadi gesekan dan konflik antar sesama di lapangan dan menyelesaiakan konflik secepatnya. 

Fatrisia menambahkan, petani sekarang ini menunggu niat baiknya pihak PT HIP agar masalah kemitraan plasma segera dapat diselesaikan dan hak-hak pemilik lahan dapat segera dipenuhi oleh pihak perusahaan.