Klaim Erick Thohir Soal Penanganan Karhutla di COP28 Digugat

Penulis : Aryo Bhawono

Karhutla

Senin, 04 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Menko Maritim dan Investasi Ad Interim, Erick Thohir, mengklaim keberhasilan Indonesia mengatasi kebakaran hutan dalam perhelatan COP28 (Conference of the Parties ke-28) di Dubai, UEA. Atas klaim ini, sejumlah organisasi lingkungan menyebut klaim Erick tak relevan.

Erick menyebutkan dalam sambutannya bahwa luas kebakaran hutan di Indonesia berkurang secara signifikan sebesar 82 persen dari 1,6 juta hektare pada 2019 menjadi 296 ribu hektare di 2020. “Kami melakukan yang terbaik dalam pencegahan kebakaran hutan," kata Erick dia, Kamis (30/11/2023), di Expo City Dubai.

Ia juga menyebutkan kebakaran hutan di Indonesia kembali meningkat pada 2021, seluas 358 ribu ha hutan terbakar.

Manajer Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut, Wahyu A. Perdana, menyebutkan klaim itu tak relevan. Pertama karena perbandingan data Karhutla 2019 dan 2020 tidak sepenuhnya tepat. Faktor kerentanan dipengaruhi oleh luasan konsesi pada area ekosistem gambut dan faktor iklim seperti El Nino. Diketahui, El Nino yang membuat kemarau kian panjang, hadir pada 2019, seperti halnya pada 2015 dan 2023. 

Kebakaran hutan dan lahan di salah satu konsesi perusahaan sawit di Provinsi Kalimantan Barat. Foto: Ditjen Gakkum KLHK melalui akun Instagram @gakkum_klhk

Untuk perbandingan, ujarnya, burned area pada El Nino 2015 mencapai 2,5 juta ha, dan 2019 mencapai 1,6 juta ha. Maka sebenarnya penurunan 2020 tidak signifikan, karena tahun itu tak ada faktor El Nino. Bagaimana 2023?

"Saat ini data resmi KLHK untuk burned area belum ada," kata dia. Namun, data satelit MODIS & TERRA NASA pada tanggal 2 Oktober 2023 saja menyebutkan identifikasi lahan terbakar di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah mencapai 267.900 ha.

Menko Marves Ad interim, ujar Wahyu, juga tidak mengungkap kumulatif luas lahan terbakar. Padahal, dari 2015-2019 saja jumlahnya mencapai kurang lebih 4,4 juta ha. 

Pemerintah seakan melupakan fakta baru saja memutihkan setidaknya 3,3 juta ha sawit ilegal dalam kawasan hutan, yang merupakan deforestasi terencana, dan menyumbang emisi.

Kedua, klaim pengendalian iklim dengan menunjukkan luasan karhutla seakan melupakan fakta bahwa pemerintah baru saja memutihkan setidaknya 3,3 juta ha sawit ilegal dalam kawasan hutan. Wahyu menyebutkan pemutihan sawit ilegal ini sama saja dengan deforestasi terencana, yang pada perubahan iklim impaknya sama-sama menyumbang emisi.

Catatan Pantau Gambut menunjukkan, area sawit ilegal dalam kawasan hutan mencapai luasan 407.267,537 ha, dan 84 persennya  berada dalam fungsi lindung ekosistem gambut. “Penting diingat degradasi lahan gambut merupakan faktor yang cukup dominan dalam menyumbang emisi yang berdampak pada perubahan iklim,” ucap dia. 

Jika klaim Menteri Erick merupakan upaya iklim pemerintah Indonesia di COP Dubai, kata Wahyu, maka fakta dan implementasi kebijakan pemerintah patut dipertanyakan.