Hari Maleo Sedunia: Burung yang Terancam Ritual hingga Tambang

Penulis : Gilang Helindro

Biodiversitas

Selasa, 21 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Hari ini, 21 November, Hari Maleo Sedunia diperingati. Burung Maleo (Macrocephalon Maleo) adalah satwa endemik Sulawesi yang ditemui di hutan dan pesisir pantai. Menjadi satwa khas Sulawesi, burung ini tidak bisa ditemui di tempat lain di seluruh dunia. 

Taman Nasional Lore Lindu menjadi salah satu habitat asli Burung Maleo. Namun, burung ini juga pernah banyak ditemukan di daerah Luwuk, Banggai (Sulawesi Tengah) dan Buton (Sulawesi Tenggara).

Jihad, Biodiversity & Conservation Senior Officer Burung Indonesia mengatakan, burung ini memiliki penampakan seperti ayam dengan warna hitam dan putih yang dominan. Yang membedakan keduanya hanya bagian leher yang sedikit lebih panjang dan paruh kuningnya yang cenderung lebih tebal. Kulit di sekitar matanya berwarna kuning, paruhnya warna jingga keabuan dan memiliki tinggi sekitar 55 cm.

Menurut Jihad, status konservasi burung ini adalah Critically Endangered (CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar, dan memiliki catatan paling mengkhawatirkan.

Maleo Senkawor, burung endemik Sulawesi. Foto: Burung Indonesia

“Sebelumnya, sejak 2002 menyandang status Genting (Endangered-EN). Ancaman burung Maleo mulai dari perburuan untuk dikonsumsi sampai berkurangnya habitat akibat pembukaan lahan, deforestasi, dan izin tambang,” katanya saat dihubungi Senin, 20, November 2023.

Jihad menjelaskan, burung Maleo hanya bertelur sebutir dalam setiap musim. Faktor ini juga yang membuat keberadaan satwa ini kian mengalami kepunahan. “Selain itu, aktivitas pariwisata juga menjadi berkurangnya populasi satwa endemik Sulawesi tersebut,” ungkap Jihad.

Jihad menambahkan, jika burung lain selalu mengerami telurnya hingga menetas, beda halnya dengan Burung Maleo. Burung Maleo tidak pernah mengerami telurnya, tapi justru mengubur kedalam pasir. Menurut Jihad, karena ukuran telurnya yang sangat besar. Ukurannya bisa lima kali lipat lebih besar dari telur ayam biasa. Saking besarnya, setelah bertelur biasanya Maleo betina akan pingsan karena kehabisan tenaga.

"Saking besarnya telurnya, setelah bertelur biasanya Maleo betina akan pingsan karena kehabisan tenaga."

Burung Maleo merupakan hewan yang monogami, setia terhadap pasangan sepanjang hidupnya. Maleo jantan hanya sekali menikah, dan tidak kawin dengan betina lainnya selama dia hidup.

"Maleo itu hewan yang sangat setia dengan pasangan. Dia cuma kawin dengan satu betina saja. Kalau pasangannya mati, dia bakal ikut mati. Padahal, mereka sekali bertelur itu tidak banyak. Pantas kalau mereka hampir punah," ungkap Saharrudin, salah satu warga asli Buton.

Saharrudin menyebut, keberadaan Maleo tidak sebanyak beberapa tahun lalu, dulu warga lokal kerap berburu Maleo untuk dikonsumsi telurnya. “Tapi sekarang warga mulai sadar bahwa Maleo adalah satwa langka yang harus dilindungi,” ungkap Udin.

Dikutip dari IUCNredlist, pada 2021 burung maleo ditempatkan sebagai spesies terancam dengan 8.000-14.000 individu dewasa, dengan tren populasi menurun sangat cepat, diduga karena kombinasi berbagai ancaman.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan maleo sebagai satu dari 25 satwa terancam punah prioritas yang ditingkatkan populasinya 10 persen periode 2015–2019, berdasarkan SK Dirjen KSDAE Nomor: 180 Tahun 2015.

Maleo pun termasuk satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor: P.106 Tahun 2018. Kementerian LHK juga telah mensahkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Maleo Senkawor 2020–2030, berdasarkan Keputusan Menteri LHK Nomor: 76 tahun 2022.

“Hari Maleo Sedunia merupakan momentum tahunan untuk melestarikan warisan dunia, yang hanya ada di Indonesia,” ungkap Jihad.