Ekidna Papua yang Kurang Terkenal Dibanding Platipus Australia

Penulis : Gilang Helindro

Biodiversitas

Rabu, 15 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Buku Rangkuman Pengetahuan Alam Lengkap (RPAL) yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia kerap menjadikan platipus (Ornithorhynchus anatinus) sebagai contoh hewan mamalia bertelur. Padahal, hewan tersebut bukan hewan asli Indonesia. Ekidna (Echidna) ini hanya bisa ditemukan di Australia. 

Saatnya buku-buku ini mengekspos ekidna khas Indonesia, Zaglossus attenboroughi, yang hidup di Pegunungan Cyclops.  

Berbeda dengan platipus yang sudah banyak diekpos, Ekidna yang berasal dari pulau Papua ini tidak terlalu banyak diketahui. Bahkan semati dikira sudah punah, sebab tak pernah terlihat lagi sampai kemudian hewan ini terekam kamera jebakan baru-baru ini. Spesies endemik Papua ini pertama kali diidentifikasi oleh Pieter van Royen, seorang ahli botani Belanda di Gunung Rara, Pegunungan Cyclops Papua, pada tahun 1961.

Ekidna Cyclops memiliki tubuh berukuran kecil dan ditumbuhi rambut kasar dan duri. Ukuran Echidna dewasa bervariasi dengan panjang tubuh antara 30-55 cm, panjang ekor antara 7-9 cm, berat tubuh antara 3-6 kg. Ekidna jantan dewasa biasanya memiliki berat tubuh 6 kg, dan yang betina sekitar 4,5 kg. Ekidna adalah hewan nokturnal, yang aktif pada malam hari, dan memiliki sifat hidup yang menyendiri (soliter). Meskipun memiliki duri seperti landak, tetapi ekidna bukan termasuk kelompok landak.

Ekidna moncong panjang hanya mengeluarkan suara mendengus seperti meniup yang lembut sehingga sulit untuk dideteksi. Foto: bbksda-papuabarat

Ekidna memiliki lengan yang kuat dan pendek yang dilengkapi dengan lima buah cakar tajam di setiap lengannya. Moncongnya yang panjang membantu fungsi penciumannya untuk mendeteksi bau makanan, menghindar dari predator lain, maupun untuk mengenali ekidna lain. Meskipun tidak memiliki gigi, namun ekidna memiliki lidah yang lengket yang digunakan untuk menangkap rayap dan insekta. Mereka menelan mangsa secara hidup-hidup.

Yang paling unik dari ekidna tentunya caranya berkembang biak yaitu lewat bertelur meski ekidna termasuk hewan mamalia. Ekidna betina menelurkan sebutir telur berbulu bercangkang lunak, tepat dua puluh dua hari setelah pembuahan berlangsung, dan meletakkannya di dalam kantung tubuhnya. Telur akan menetas setelah sepuluh hari.

Empat spesies anggota ordo Monotremata lainnya, yang sama-sama bertelur, kerap disebut dengan nama yang sama, Ekidna. Sayangnya empat spesies dari genus Tachyglossus dan Zaglossus kurang dikenal, termasuk jarang digunakan sebagai contoh hewan dalam buku ilmu pengetahuan, meski hewan-hewan ini hidup dan berkembang biak di Indonesia. 

Keliopas Krey, dkk dalam bukunya Kasuri Block High Conservation Value menyebut, keempat jenis Ekidna ini sekilas lebih mirip landak. Pada badannya terdapat bulu-bulu yang tajam. Ekidna memiliki mocong berfungsi sebagai mulut dan hidung yang panjang dan langsing. “Jika terancam Ekidna mempunyai kebiasaan menggulungkan badannya,” tulis Keliopas dalam bukunya. 

Keempat jenis Ekidna adalah sebagai berikut. Pertama, Ekidna Moncong Pendek atau Short-beaked Echidna hidup di Pulau Papua (Indonesia dan Papua Nugini) dan Australia. Hewan dengan nama latin Tachyglossus aculeatus dan pemakan semut rayap ini mempunyai populasi yang cukup besar.

Kedua, Ekidna Moncong Panjang Barat atau Western Long-beaked Echidna adalah hewan endemik Indonesia dan hanya bisa ditemukan di pulau Papua, Salawati, Waigeo, dan Batanta, Indonesia. Nama latin pemakan cacing tanah ini adalah Zaglossus bruijini. Termasuk yang terancam punah, status konservasi IUCN Red List, Critically Endangered.

Ketiga, Ekidna Moncong Panjang Timur atau Eastern Long-beaked Echidna hidup di Pulau Papua (Indonesia dan Papua Nugini). Nama ilmiah hewan ini adalah Zaglossus bartoni. Layaknya Ekidna Moncong Panjang Barat, jenis Ekidna ini berstatuskan Critically Endangered.

Keempat, Ekidna Moncong Panjang Sir David atau Sir David’s Long-beaked Echidna mempunyai nama latin Zaglossus attenboroughi. Endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di Papua bagian utara.

Ekidna memiliki habitat yang luas dan secara historis telah tercatat ditemukan pada ketinggian hingga 2.500 meter di atas permukaan laut. Dengan sumber makanan Ekidna paing utama adaah cacing.

Menurut IUCN Redlist, Klasifikasi ilmiah Ekidna berada pada Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Monotremata; Famili: Tachyglossidae; Genus: Tachyglossus dan Zaglossus; Nama latin: Tachyglossus aculeatus, Zaglossus bruij, Zaglossus bartoni, dan Zaglossus attenboroughi.