Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Sepi Peminat

Penulis : Gilang Helindro

Hutan

Kamis, 09 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Hingga saat ini perdagangan karbon di sektor kehutanan belum ada peminat. Hal ini disampaikan Wahyu Marjaka, Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam acara Green Press, Rabu, 8 November 2023.

Menurut Wahyu, ada dua sektor potensial dalam perdagangan karbon di Indonesia, pertama sektor energi dan kedua sektor kehutanan. 

Wahyu mengatakan, KLHK terus mendorong pelaku usaha untuk bisa terjun dalam perdagangan karbon di sektor kehutanan. Pasalnya, kata Wahyu, perdagangan karbon di sektor kehutanan  berpotensi mendapat keuntungan besar. “Perdagangan karbon di sektor kehutanan dari nilai ekonomi karbonnya saja tinggi, dan hasil yang menguntungkan. Namun belum ada yang masuk,” katanya. 

Wahyu menjelaskan, regulasi untuk perdagangan karbon sektor kehutanan sudah siap, karena mempunyai peraturan operasionalnya, yang mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No.16 Tahun 2022 tentang tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).  “Sudah ada peta jalan perdagangan karbon di sektor kehutanan, jadi dengan  itu sudah bisa dilaksanakan, tinggal menunggu,” ungkap Wahyu. 

Hutan Harapan di Jambi. Dok hutanharapan.id

Indroyono Soesilo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dalam keterangan resminya menyebut, perdagangan karbon menjadi salah satu cara terbaik untuk mendukung upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam mitigasi perubahan iklim. Namun, realisasi perdagangan karbon di Tanah Air masih penuh tantangan. 

Ia mengatakan, Nilai Ekonomi Karbon (NEK) merupakan salah satu sumber pendanaan untuk mencapai target pengurangan emisi GRK Indonesia. Untuk melaksanakan NEK, pemerintah Indonesia telah menerbitkan sejumlah regulasi. “Meski demikian dalam implementasinya masih penuh tantangan,” katanya.

Indroyono menilai, harus ada pembelajaran dan upaya berbagi pengetahuan dari negara-negara lain terkait bagaimana aksi mitigasi perubahan iklim bisa menghasilkan kredit karbon. Hal ini diharapkan bisa menjawab menjawab tantangan dalam pelaksanaan perdagangan karbon di Indonesia.  

Saat ini katanya, ada sekitar 600 unit perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang mengelola sekitar 30 juta hektare kawasan hutan. 

Berdasarkan Permen LHK nomor 7 Tahun 2023, ada 22 aksi mitigasi yang bisa dilakukan perusahaan PBPH. Aksi mitigasi tersebut kata Indroyono, antara lain pengurangan laju deforestasi lahan mineral, lahan gambut serta mangrove, dan pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral.

“Kemudian, lahan gambut dan mangrove, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan lestari (melalui multiusaha kehutanan, reduce impact logging-carbon, dan silvikultur intensif, serta rehabilitasi hutan dan lainnya,” kata Indroyono.