Wahi Jabar: Pemda dan Pemkot Anggap Tak Ada Darurat  Sampah

Penulis : Gilang Helindro

Sampah

Selasa, 26 September 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Pananganan sampah di Jawa Barat (Jabar) dirasa lambat. Meiki W Paendong, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jabar menilai persoalan sampah di Jabar tidak dipandang sebagai suatu hal darurat. 

Menurutnya, penutupan Tempat Pengelolaan Kompos (TPK) Sarimukti harusnya dijadikan momentum oleh pemda dan pemkot untuk mewajibkan semua pihak penghasil sampah melakukan pemilahan sampah. Sambil secara pararel menyiapkan fasilitas pengolahan sampah organik.

“Seharusnya pemkot dan pemkab blokir TPS untuk sampah organik lalu mendorong setiap  rumah tangga melakukan pengomposan di rumah baik mandiri maupun kelompok,“ katanya dalam keterangan resmi, Senin, 24 September 2023.

Kemudian, lanjut Meiki, harus ada penegakan hukum bagi yang melanggar dan kesiapan fasilitas pengolahan organik yang tetap dalam skema kedaruratan. Sisi lain, Satgas Darurat Sampah Kota Bandung dinilai salah fokus. Menurut Meiki, satgas terlalu berfokus pada penanganan sampah tercampur yang sudah terlanjur diproduksi. "Dampaknya sampah tercampur baru akan selalu ada setiap hari,” katanya.

Walhi Jabar menilai persoalan sampah di Jabar tidak dipandang sebagai suatu hal darurat.

Dalam hal ini, pemkab dan pemkot di Cekungan Bandung enggan mengupayakan pergeseran anggaran untuk menangani kedaruratan sampah yang terjadi. Sebelumnya, Imbas dari terbakarnya TPK Sarimukti hingga saat ini terjadi penumpukan sampah di area metropolitan Bandung Raya.

Hal tersebut terjadi karena TPK Sarimukti ditutup untuk pemadaman api. Sampah menumpuk di  setiap  TPS dan TPS3R bahkan hingga sudut jalan. Jika terus dibiarkan dan tidak ada penanganan cepat dan terencana secara baik tentu  akan menjadi bencana lingkungan.

Menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, jumlah sampah sisa makanan yang berasal dari Kota Bandung sebanyak 1.396,2 ton per hari. Dari data tersebut sebanyak 1.008,2 ton per hari merupakan sampah sisa makanan yang berasal dari kawasan komersil.

Ardhi, dari Paguyuban Pegiat Magot menyebut pihaknya dapat menjadi mitra dalam menyerap sampah sisa makanan. Kemudian kata Ardhi, saat ini dengan fasilitas seadanya PPM mampu mengolah sampai 20 ton sampah sisa makanan. Kemampuan mengolah jumlah tersebut dapat bertambah jika difasilitasi pemerintah. Selama ini yang menjadi persoalan para pegiat maggot adalah sulitnya mendapatkan s.o.d atau food waste dan pemasaran.

“Seharusnya kami difasilitasi dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari pengangkutan food waste ke tempat sampai ke penyerapan maggot itu sendiri, termasuk insentif “, katanya.

Secara keseluruhan termasuk pelarangan s.o.d/food waste ke TPA mendesak dari sisi regulasi dan legalitas bagi para pegiat maggot. “Berharap bisa dipermanenkan dalam bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur Jawa Barat, tujuannya adalah agar peristiwa yang berulang-ulang ini tidak terulang lagi,” katanya.