Darurat, Indonesia Harus Perbaiki Tata Kelola Sampah

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Kamis, 14 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pegiat lingkungan menyatakan saat ini Indonesia darurat sampah. Pengelolaan yang buruk menjadi faktor utama. Sampah dibiarkan menggunung hingga mengotori laut dan sungai.

Menurut Rahyang Nusantara, Co-Coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia, buruknya tata kelola tidak terlepas dari budaya kumpul-angkut-buang ke tempat pengolahan akhir (TPA) sampah. 

“Dengan skema ini, sampah yang dihasilkan dari sumber tidak terpilah dengan baik, sehingga menumpuk di satu tempat. Hal tersebut diperparah dengan minimnya upaya pengurangan sampah dari hulu,” kata Rahyang kepada wartawan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 12 April 2022.

Rahyang mengatakan, sebagian besar tempat pengolahan akhir (TPA) sudah penuh. Penanganan sampah yang saat ini tersentralisasi dengan cara kumpul-angkut-buang ke TPA terbukti bukan cara yang tepat menangani sampah.

Aktivis menggelar poster dalam protes terhadap sampah di Jakarta pada 2020. Foto: Walhi Jakarta

Pasalnya, jarak transportasi jauh dari kota ke satu titi penimbunan, sehingga rawan kecelakaan dan gangguan lainnya. Cakupan pelayanan sampah juga hanya mampu menjangkau 30-40% populasi penduduk yang tinggal di pusat kota.

“Maka pemerintah harus meningkatkan cakupan layanannya agar semua wilayah perkotaan hingga perdesaan mendapat layanan pengelolaan sampah secara menyeluruh,” jelas Rahyang. 

Setiap tahun penduduk Indonesia menghasilkan lebih dari 8 juta ton sampah plastik. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 3 juta ton yang dikelola dengan baik. Sisanya, sebesar 5 juta ton salah urus karena ditangani dengan cara dibakar dan ditimbun secara open dumping, dibuang ke sungai sebesar 2,6 juta ton dan pada akhirnya bermuara ke lautan sekitar 3,2 juta ton.

Tingginya jumlah sampah plastik yang salah urus membuat Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua ke laut dunia setelah China.

DKI Jakarta merupakan salah satu wilayah yang buruk tata kelola sampahnya. Berdasarkan data yang dihimpun WALHI, timbulan sampah harian Jakarta meningkat dari 7.000 ton pada 2015 menjadi 8.300 ton per hari pada 2020. 

Menurut WALHI, peningkatan tersebut diperparah dengan rendahnya jumlah sampah yang berhasil dikelola guna mengurangi beban TPA Bantargebang. Pada 2020, misalnya, hanya 945 ton berhasil dikelola dari total 8.369 ton timbulan sampah harian. Sementara 7.424 ton sisanya dibuang ke Bantargebang.

Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta Suci Fitriah Tanjung menuturkan, sebagian sampah juga tercecer ke badan air termasuk 13 sungai yang ada di Jakarta. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2022, Pemprov DKI Jakarta telah mengangkut 121.433 meter kubik sampah dari 13 sungai Jakarta selama Oktober-Desember 2021.

Jumlah sampah yang didominasi plastik tersebut turut menambah beban pencemaran sungai Jakarta. Hal itu ditambah dengan limbah industri, hingga resapan air lindi yang mengandung fosfat dan nitrat. Pencemaran ini mengakibatkan penurunan populasi ikan endemik hingga pada tingkat terancam punah.

WALHI Jakarta mencatat pencemaran sungai di daratan Jakarta terutama berasal dari sampah plastik sekali pakai seperti kantong plastik, styrofoam, sachet, dan sedotan. Polutan ini merusak ekosistem pesisir dan pulau kecil di wilayah Kepulauan Seribu seperti Pulau Pari dan Pulau Rambut.

Suci mengatakan, saat ini pemerintah DKI Jakarta telah memiliki berbagai regulasi pengelolaan dan penanganan sampah. Di antaranya terkait pengelolaan penggunaan plastik dan metode 3R (reuse, reduce, recycle).

“DKI Jakarta sudah memiliki cukup banyak produk hukum yang mengatur soal sampah. Sayangnya, produk hukum tersebut belum ditunjang oleh pelaksanaan yang maksimal,” kata Suci.

“Alhasil, situasi ini mengakibatkan kondisi eksisting Sungai Ciliwung yang tercemar sampah sulit dibenahi dan bahkan semakin mengkhawatirkan,” pungkasnya.

Pada Selasa, 12 April 2022, WALHI, Aliansi Zero Waste Indonesia, dan Ecoton juga melayangkan somasi kepada empat gubernur di pulau Jawa karena gagal menangani sampah. Mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indah Parawansa. 

Ketiga kelompok masyarakat sipil tersebut mendesak agar ke-empat gubernur melakukan pemulihan sungai dan perbaikan tata kelola sampah. Hal itu penting untuk mengurangi dampak pencemaran terhadap sungai dan laut.