Tren PM 2.5 di Jakarta dan Beberapa Wilayah Sumatera Tinggi

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Polusi

Senin, 04 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan tren particulate matter (PM) 2.5 untuk wilayah Jakarta serta beberapa kota di Pulau Sumatera masih terbilang tinggi. Kemudian berdasarkan pemantauan dari BMKG di salah satu lokasi di Sumatera menunjukkan bahwa tren gas rumah kaca khususnya untuk konsentrasi CO2 (karbon dioksida) juga terus meningkat.

"Kami melihat memang tren konsentrasi kualitas udara, khususnya di daerah-daerah tertentu masih menunjukkan adanya tingkat polusi yang cukup tinggi," kata Alberth Nahas, Koordinator Sub Bidang Informasi Gas Rumah Kaca BMKG dalam keterangan tertulis, dilansir dari Antara.

Alberth juga mengatakan terdapat keterkaitan apabila kualitas udara suatu wilayah buruk, masalah perubahan iklimnya juga meningkat akibat kenaikan suhu yang terjadi. Sehingga, kualitas udara memiliki pengaruh pada terjadinya perubahan iklim, berdasarkan temuan BMKG terkait dengan status informasi kualitas udara Indonesia pada 2021.

“Dan dari BMKG sendiri, kami sudah melakukan monitoring terhadap perubahan temperatur ini dan dari data yang kami miliki sejak 1980 sampai dengan 2021 kemarin, memang tercatat adanya peningkatan temperatur secara rata-rata di seluruh Indonesia, seluruhnya diambil semua melalui stasiun BMKG,” ujar Alberth.

Polusi di Jakarta. Dok. Greenpeace

Alberth mengungkapkan, kenaikan temperatur ini memiliki dampak terhadap perubahan iklim yang menyebabkan perubahan pola musim. Dia mencontohkan, misalnya musim hujan yang seharusnya terjadi di bulan-bulan tertentu, kemudian bergeser. Begitu pula sebaliknya dengan perubahan musim kemarau.

“Dan dampak atau konsekuensinya bisa terjadi bencana seperti banjir, juga kebakaran hutan dan lahan kabut asap yang semuanya semuanya turunan dari apa yang terjadi karena perubahan iklim."

Menurut Alberth, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan langkah yang harus diambil, tidak hanya secara regulasi dari pemerintah, tetapi juga dari masyarakat secara umum untuk meminimalkan
dampak iklim itu sendiri. Alberth menyebutkan, pihaknya akan terus melakukan pemantauan terhadap kualitas udara dan akan terus disampaikan ke publik secara berkala.

“Kami melakukan pemantauan untuk parameter kualitas udara yang terkait dengan konsentrasi gas rumah kaca di udara latar belakang dan juga untuk parameter pencemaran udara seperti PM 2.5 yang lebih dekat dampaknya terhadap perubahan iklim,” tutup Alberth.