136 Konflik Satwa dan Manusia di Sekitar TNGL Sepanjang 2021

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Sabtu, 05 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Memperingati Hati Satwa Liar se-Dunia, sejumlah aktivis lingkungan dari Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) bersama seniman dan pemuda Aceh turun ke jalan, menyuarakan maraknya perburuan satwa liar di Tanah Rencong. Hingga kini konflik satwa dan manusia, terutama di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), masih terbilang tinggi.

Koordinator aksi, Raja Mulkan mengajak seluruh pihak untuk menjaga lingkungan dan keberlangsungan ekosistem satwa liar di Aceh, terutama di kawasan Leuser. Hal itu disampaikannya dalam aksi damai kampanye kreatif pelestarian satwa liar dalam rangka memperingati hari satwa liar sedunia 3 Maret, di Taman Bustanussalatin, Banda Aceh.

Berdasarkan data Balai Besar TNGL, sepanjang 2021 terjadi sebanyak 136 kasus konflik antara satwa liar dengan manusia terjadi di sekitar Kawasan TNGL, Sumatera Utara dan Aceh.

Kejadian konflik antara satwa dengan manusia ini didominasi oleh harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Dari jumlah tersebut, tertinggi di Aceh Selatan sebanyak 75 kasus, sisanya di Aceh Tenggara, Aceh Barat Daya, Aceh Tamiang, Gayo Lues, Subulussalam, dan Langkat.

Tim BKSDA Aceh bersama mitra mengevakuasi satu individu orangutan di Aceh Besar./Foto: ANTARA/HO/BKSDA Aceh

Kemudian, dari data Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh, sepanjang 2020-2021 terdapat 19 kasus perburuan dan perdagangan satwa ditangani oleh aparat penegak hukum di Aceh.

Raja menyebut, apabila kasus terus meningkat, dikhawatirkan dapat berimbas pada kepunahan satwa liar di kawasan ekosistem Leuser yang telah memberikan kehidupan untuk manusia.

"Leuser salah satu hutan yang masih asri di Asia Tenggara, akan tetapi hari ini hutan kita terancam oleh oknum tidak bertanggung jawab yang tidak memberi ruang bagi satwa untuk hidup," ujar Raja, seperti dikutip dari Antara Aceh, Jumat (4/3/2022) kemarin.

Karena itu, Raja mengingatkan, satwa juga mempunyai hak untuk hidup, bukan malah mengeksploitasi atau mencari keuntungan dari keberadaan mereka di hutan Aceh dengan memperjualbelikannya.

Ia kembali mengingatkan satwa liar memiliki hak untuk hidup, dan hutan Aceh harus dijaga keasriannya, karena telah memberikan kehidupan bagi masyarakat Aceh.

"Keberadaan satwa telah melestarikan alam dengan perannya masing-masing, baik itu harimau, badak, gajah serta satwa liar lainnya. Maka itu harus dijaga, bukan dimusnahkan," tutup Raja Mulkan.

Masih di Aceh, di hari yang sama konflik satwa dan manusia terjadi di Aceh Besar. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengevakuasi satu individu orangutan sumatera (Pongo abelii) yang terjebak di kebun warga di Kawasan Blang Mee, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar.

Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh mengatakan, orangutan tersebut berjenis kelamin jantan, berusia kurang lebih 11 tahun dan dalam kondisi sehat.

"Evakuasi tersebut berdasarkan informasi masyarakat yang melaporkan ada satu individu orangutan masuk kebun masyarakat di Gampong Lamkuta Blang Mee, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar pada 2 Maret 2022," kata Agus Arianto kepada Antara Aceh.

Berdasarkan laporan tersebut, kata Agus Arianto, tim BKSDA Aceh untuk pengecekan. Setelah dipastikan benar ada orangutan di kebun tersebut, tim BKSDA Aceh mempersiapkan proses evakuasi serta berkoordinasi untuk pengamanan.

Agus Arianto mengatakan evakuasi dilakukan bersama mitra pada 3 Maret 2022. Evakuasi dilakukan dengan senapan bius melibat tim Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), kepolisian, koramil, dan masyarakat setempat.

"Setelah memeriksa kondisi orangutan tersebut dan dinyatakan sehat, selanjutnya satwa dilindungi itu dibawa ke Pusat Reintroduksi orangutan di Cagar Alam, Jantho, Kabupaten Aceh Besar," kata Agus Arianto.