Komisi Eropa Ajukan Label ‘Hijau’ Pada Nuklir dan Gas

Penulis : Aryo Bhawono

Energi

Selasa, 04 Januari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Komisi Eropa mengusulkan rencana pemberian label tenaga hijau untuk nuklir dan gas. Usul ini mendapat kecaman dari Jerman.

Rencana ini muncul beberapa bulan setelah KTT Iklim COP26 menyepakati untuk menjaga suhu global di bawah 1,5 derajat Celcius. Mereka beranggapan gas dan nuklir adalah kunci untuk membantu transisi ke tenaga yang lebih bersih. Proposal tersebut menyebutkan hanya pembangkit listrik tenaga gas dan nuklir dengan standar tertinggi yang akan dianggap hijau. 

"Penting untuk menyadari bahwa sektor gas fosil dan energi nuklir dapat berkontribusi pada dekarbonisasi ekonomi Uni Eropa," tulis proposal itu, seperti dikutip dari BBC.

Pembangkit nuklir juga harus memiliki rencana pembuangan limbah yang ketat. Sementara pembangkit listrik tenaga gas akan memiliki batasan berapa banyak karbon dioksida yang dilepaskan per kilowatt-jam energi yang dihasilkan.

Pembangkit Nuklir di Fukushima, Jepang. (Dok. IAEA Image Bank)

Jika mayoritas anggota UE mendukung proposal tersebut, maka proposal itu akan menjadi undang-undang mulai tahun 2023.

Prancis dilaporkan telah mendorong agar tenaga nuklir dimasukkan ke dalam sumber energi hijau. Negara ini bergantung pada energi nuklir untuk memenuhi 70 persen kebutuhan listriknya, meskipun jumlah ini akan dipotong menjadi setengahnya selama 15 tahun ke depan.

Prancis juga telah berjanji untuk mengurangi ketergantungannya pada tenaga nuklir dengan menutup 12 reaktor nuklir pada tahun 2035.

Namun langkah ini dikritik Jerman yang tengah dalam proses penghentian nuklir sepenuhnya. Kini pembangkit energi nuklir di Jerman hanya tersisa beberapa saja. 

Menteri Lingkungan Jerman, Steffi Lemke, menyebut proposal itu sebagai sebuah kesalahan. Ia menyebutkan energi nuklir dapat menyebabkan bencana lingkungan dan menghasilkan limbah nuklir dalam jumlah besar.

Menteri Ekonomi dan Perlindungan Iklim Robert Habeck menyebut rencana itu sebagai ‘green washing’.

Di Indonesia sendiri upaya untuk memasukkan energi fosil sebagai ‘energi hijau’ juga tetap dilakukan. Draf RUU Energi Baru Terbarukan (EBT), memasukkan nuklir, gasifikasi batu bara, dan batu bara cair sebagai energi baru yang ‘hijau’. Data pemberitaan betahita menuliskan, anggota DPR dari dari Fraksi PPP, Anwar Idris, menyebutkan penetapan ini sebagai titik tengah kontroversi keberadaan bahan bakar fosil.

“Sekarang di Komisi VII sudah selesai dan status sudah di Baleg (badan legislatif),” ucapnya.

Sementara masuknya nuklir, batubara cair, dan gasifikasi batubara dalam RUU EBT tak sesuai dengan semangat mengurangi karbon dan risiko kerusakan lingkungan untuk menangani perubahan iklim. Gasifikasi batubara dan batubara cair masih berbasis energi fosil dan menghasilkan karbon yang tinggi. Sedangkan energi nuklir sendiri memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan dan manusia.