Presiden 2019-2024 Didesak Akhiri Korupsi Politik di Bisnis Batu Bara
Penulis : Redaksi Betahita
Tambang
Kamis, 17 Januari 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia mendesak presiden periode 2019-2024 untuk mengakhiri praktik korupsi politik di bisnis batu bara.
Dalam aksi yang digelar hari ini; Greenpeace, Auriga, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyerukan pesan bahwa korupsi politik terkait batu bara telah membelenggu pilihan-pilihan energi bersih dan menghalangi hak masyarakat atas udara bersih dan lingkungan yang sehat.
Baca Juga: Koalisi LSM: Bisnis Batubara Sumber Dana Kampanye Politik
Kepala Kampanye Iklim Greenpeace Asia Tenggara Tata Mustasya mengatakan bahwa bisnis batu bara semakin besar karena ditunggangi oleh para elite politik. Menurutnya, batu bara bahkan telah menjadi salah satu sumber pendanaan politik terpenting baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Korupsi politik di sektor batu bara telah menyebabkan pertumbuhan bisnis komoditas ini berkembang pesat, sehingga kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang ditimbulkan pun kian besar dan diabaikan,” kata Tata, Selasa, 15 Januari 2019.
Laporan terbaru bertajuk “Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batu Bara” yang diterbitkan Greenpeace, Auriga, JATAM, dan ICW menyebutkan bahwa banyak elite politik yang terlibat dalam bisnis batu bara. Akhirnya, batu bara pun menjadi sumber pendanaan kampanye politik di Indonesia. Bahkan para pemain batu bara merupakan figur kunci di tim para kandidat di pemilihan presiden 2019.
“Korupsi politik, pemilihan kepala daerah, dan pemilihan umum hanya menjadi ajang merebut kuasa dan jabatan serta menangguk kekayaan. Pesta demokrasi lima tahunan ini juga menjadi kesempatan bagi para pebisnis batu bara melakukan praktik ijon politik untuk mendapatkan jaminan politik demi melanggengkan usaha mereka di daerah,” ujar Kepala Pengkampanye JATAM Melky Nahar.
Laporan “Coalruption” berargumentasi bahwa batu bara merupakan sumber energi kotor yang mulai ditinggalkan dan dikurangi porsi penggunaannya oleh negara-negara lain. Hal sebaliknya terjadi di Indonesia, di mana sektor pertambangan batu bara mendapat tempat dalam bauran energi nasional.
Dalam peta jalan Kebijakan Energi Nasional, porsi batu bara mencapai 30 persen pada tahun 2025. PLTU batu bara juga memiliki porsi sekitar 60 persen dalam proyek ekspansi listrik ambisius 35.000 MW. Produksi batu bara juga disebut terus meningkat melampaui hingga 500 juta ton pada 2018. Angka tersebut jauh di atas target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk menurunkan produksi hingga 406 juta ton pada tahun lalu.
“Aliran dana dari pengusaha batu bara dalam perhelatan demokrasi akan menyandera pemenang pemilu untuk berpihak pada keuntungan bisnis semata, dan abai pada keberlanjutan. Bahkan kebijakan-kebijakan yang dibuat akan memudahkan bisnis ini, meski lebih banyak dampak buruknya bagi negara,” kata peneliti Auriga Iqbal Damanik.
Gerakan #BersihkanIndonesia menilai bahwa ketergantungan Indonesia terhadap energi kotor sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Pendanaan kampanye dari korupsi politik juga akan merusak demokrasi Indonesia.
Baca Juga: Dituding Terlibat Konflik Kepentingan di Bisnis Batu Bara, Ini Kata Luhut
Karena itu, koalisi masyarakat sipil dalam gerakan tersebut mendesak Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu untuk mendorong dan melakukan pengawasan terhadap pendanaan kampanye kandidat calon presiden dan partai politik. Selain itu pemilih juga harus mendorong para kandidat calon presiden menjauh dari batu bara dan mendorong penggunaan energi bersih dan terbarukan.