AMAN: Kedua Capres Tidak Miliki Visi Serius untuk Masyarakat Adat
Penulis : Redaksi Betahita
Analisis
Minggu, 23 Desember 2018
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyatakan, hingga akhir masa kepemimpinan Presiden Jokowi, perlindungan dan pemenuhan hak Masyarakat Adat masih sekedar wacana. AMAN juga menilai visi-misi kedua capres tidak mencerminkan komitmen politik yang kuat dalam perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional Masyarakat Adat.
Baca Juga: Kebun Sawit Serobot Hutan Adat Papua, Indofood Klaim Tidak Tahu PT BAPP
Hal ini dinyatakan dalam Dialog Nasional Catatan Akhir Tahun: Senjakala Nawacita dan Masa Depan Masyarakat Adat, yang dilaksanakan pada Jumat, 21 Desember 2018. Hadir sebagai pembicara Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi, Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Eva Kusuma Sundari, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Dahnil Azhar Simanjuntak, dan Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan Teguh Surya.
AMAN memaparkan, tantangan utama dalam memperjuangkan hak Masyarakat Adat saat ini adalah sektoralisme pengaturan Masyarakat Adat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berakibat pada peminggiran dan pengabaian hak-hak Masyarakat Adat. Sampai 2018 AMAN mencatat 152 kasus perampasan wilayah adat yang mengakibatkan 262 warga Masyarakat Adat dikriminalisasi. Terdapat lonjakan 30 kasus perampasan wilayah adat pada 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK. Kriminalisasi Masyarakat Adat banyak terjadi di sektor kehutanan menempati urutan pertama, disusul sektor perkebunan, pertambangan dan pembangunan infrastruktur.
Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi mengatakan selama empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah pusat lebih banyak reaktif dalam menyikapi isu Masyarakat Adat. Pemerintah baru bersuara saat isu tersebut sudah mengemuka. Satu-satunya prestasi pemerintahan Jokow-JK yang dapat terlihat adalah adanya penetapan hutan adat 27.970.61 hektar, angka yang sesungguhnya sangat kecil jika dibandingkan dari target RPJMN 5,8 juta hektar. “RUU Masyarakat Adat yang selama ini disuarakan oleh Masyarakat Adat dan merupakan komitmen NAWACITA, bahkan terancam gagal ditetapkan karena DIM (daftar inventarisasi masalah) pemerintah sebagai syarat pembahasan RUU tidak kunjung diserahkan kepada DPR,” katanya.
Lebih lanjut, bahwa saat ini AMAN mengutus 158 orang kader politik Masyarakat Adat sebagai calon anggota legislatif pada pemilu 2019 mendatang. Kehadiran kader AMAN di tingkat legislatif dinilai Rukka untuk memperkuat gerakan Masyarakat Adat. Kader terpilih diharapkan berperan dalam penyusunan kebijakan yang berpihak kepada Masyarakat Adat seperti pengesahan RUU Masyarakat Adat, Pembentukan Produk Hukum Daerah tentang Masyarakat adat dan program-program lainnya.
Dalam sambutannya, Rukka juga membacakan pernyataan sikap politik organisasi dalam Pilpres 2019. “Sikap politik organisasi adalah tidak mendukung pasangan Capres-Cawapres nomor urut satu dan dua. Hal ini didasarkan karena Jokowi belum memenuhi satu pun dari enam komitmen kepada Masyarakat Adat yang dijanjikan dalam NAWACITA 2014-2019. Sementara itu, dalam visi-misi pasangan Jokowi-Ma’ruf, komitmen tentang Masyarakat Adat semakin tidak jelas. Di sisi lain, pasangan Prabowo-Sandiaga tidak memiliki komitmen dan agenda apapun tentang Masyarakat Adat dalam visi-misinya†kata Rukka.
Teguh Surya, Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan merekomendasikan kedua pasangan capres-cawapres meninjau ulang dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak-hak Masyarakat Adat, serta perlu mempertegas komitmen dalam melanjutkan dan memperkuat kebijakan dan program-program terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Eva Kusuma Sundari dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’aruf mengatakan poin mengenai masyarakat adat dikurangi dari Visi-Misi Jokowi-Ma’aruf karena sudah disebar ke dalam poin-poin lainnya seperti Penataan Hukum dan Sustainable Development Goals (SDGs). Mengenai RUU Masyarakat Adat, saat ini DPR RI sudah melakukan hearing di empat wilayah, Riau, Yogyakarta, Bali, dan Sulawesi Utara. Ia juga menekan Kementerian Dalam Negeri untuk segera menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Masyarakat Adat ke DPR RI.
Dahnil Anzar Simanjuntak dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mengatakan bahwa isu masyarakat adat adalah isu yang harus dibahas bersama-sama, terlebih dari pemenang kontestasi politik di 2019. Ia juga menambahkan bahwa dalam visi-misi Prabowo-Sandi, orientasi utama dalam pembangunan adalah manusia. Masyarakat adat adalah hal utama sekaligus modal utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan bangsa.
Dalam kurun waktu tahun 2018 ini, cukup banyak terjadi perubahan-perubahan kebijakan yang dihasilkan terkait keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak dasarnya. Perubahan kebijakan tersebut terjadi baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional. Beberapa hal diantaranya, terkait pengakuan hutan adat oleh pemerintah dan disahkan beberapa produk hukum lokal di tingkat daerah. Selain itu, situasi yang mengancam keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak dasarnya pun tidak terlepas dari kondisi yang dihadapi selama setahun terakhir.