Perusahaan Sawit Main Tembak Petani di Pino Raya
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Sawit
Selasa, 25 November 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Sebanyak 5 petani di Kecamatan Pino Raya, Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, mengalami luka berat akibat penembakan yang diduga dilakukan oleh pihak keamanan perusahaan sawit PT Agro Bengkulu Selatan (ABS), pada Senin (24/11/2025). Sebelum kejadian ini para petani berulang kali mengalami teror berupa perusakan pondok dan tanaman pertanian warga. Bahkan masyarakat berulangkali mengalami kriminalisasi.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), kekerasan terhadap petani ini tidak bisa dilepaskan dari konflik agraria antara petani Pino Raya dan PT ABS yang dibiarkan berlangsung lama dan tidak diselesaikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN RI dan Pemerintah Daerah Bengkulu, baik gubernur maupun bupati, setidaknya sejak 2012.
Konflik ini diawali dengan terbitnya surat keputusan SK Bupati Bengkulu Selatan Nomor: 503/425 Tahun 2012 tentang Pemberian Izin Lokasi Perkebunan kepada PT ABS seluas 2.950 hektare di Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan. Izin lokasi tersebut hampir seluruhnya berada di lahan pertanian milik para petani Pino Raya, yang akhirnya memicu terjadinya konflik lahan antara petani dan perusahaan.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, penembakan terhadap 5 petani Pino Raya ini terjadi diawali saat para petani Pino Raya mendapati adanya alat berat jenis bulldozer milik PT ABS masuk ke lahan petani dan menghancurkan tanaman-tanaman warga, seperti pisang, ubi kayu dan jengkol, untuk ketiga kalinya, pada sekitar pukul 10.00 WIB.
Di lokasi, para petani menegur dan berupaya mengadang alat berat tersebut, namun hal tersebut tidak diindahkan oleh pihak PT ABS, yang menyebabkan situasi memanas. Keributan terjadi setelah pihak perusahaan bersikeras tetap melakukan aktivitas. Ketegangan meningkat hingga massa petani mengepung lokasi tersebut pada sekitar pukul 12.00 WIB.
Ketika situasi semakin kritis, seorang petugas keamanan perusahaan bernama Ricky melepaskan tembakan dan mengenai seorang petani bernama Buyung, tepat di bagian dada. Warga yang menyaksikan insiden tersebut sontak panik.
Bukannya menghentikan serangan, pelaku justru melarikan diri sambil menembak secara membabi buta ke arah belakang, sehingga melukai empat petani lainnya, yakni Linsurman yang tertembak di bagian lutut, Edi Hermanto tertembak di paha, Santo tertembak di bagian rusuk bawah ketiak, dan Suhardin tertembak di betis.
Pada sekitar pukul 13.00 WIB, warga berusaha mengejar pelaku sambil mengevakuasi korban. Beberapa warga berhasil mengamankan lokasi dan senjata api yang digunakan pelaku, sementara warga lainnya membawa para korban ke rumah sakit terdekat sekitar 13.15 WIB.
Rekaman video yang beredar menunjukkan kepanikan warga, teriakan meminta pertolongan, serta proses evakuasi korban yang terluka dengan kondisi memprihatinkan. Hingga kini, masyarakat Pino Raya menuntut penegakan hukum tegas terhadap pelaku dan meminta pemerintah daerah serta kepolisian mengusut tuntas dugaan penggunaan senjata api secara ilegal dalam konflik agraria tersebut.
“Atas kejadian itu kami mendesak, pertama, Kepolisian Daerah Bengkulu untuk mengusut tuntas kejadian penembakan termasuk kepemilikan senjata api yang dimiliki oleh Pihak Keamanan PT ABS yang digunakan untuk menembak 5 petani Pino Raya, Bengkulu Selatan,” kata Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, dalam keterangan tertulis, Senin (24/11/2025).
Senjata api yang digunakan oleh diduga pihak keamanan PT ABS dalam kejadian penembakan 5 petani Pino Raya, pada Senin (24/11/2025). Foto: Walhi Bengkulu.
Kedua, lanjut Uli, Kepolisian Daerah Bengkulu memastikan perlindungan keamanan bagi korban, keluarga korban dan petani Pino Raya lainnya. Ketiga, meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI melakukan pengawasan pengusutan kasus sampai tuntas untuk pemulihan korban secara khusus dan petani Pino Raya.
Selanjutnya, yang keempat, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman Republik Indonesia (ORI), dan LPSK RI melakukan investigasi mendalam terkait kasus ini dan memberikan perlindungan terhadap korban, keluarga korban dan petani Pino Raya.
“Kelima, Kementerian ATR/BPN RI untuk segera memastikan penyelesaian konflik agraria yang berpihak pada keadilan bagi petani Pino Raya dan mencabut izin perkebunan PT ABS,” kata Uli.
Para petani Pino Raya berulang kali mengalami intimidasi
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Bengkulu, Dodi Faisal, mengatakan PT ABS juga telah berulang kali melakukan intimidasi kepada para petani Pino Raya. Ia menyadari hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal antara petani dan perusahaan.
“Pada 5 September 2025, pondok petani Pino Raya juga dibakar diduga oleh PT ABS, dan dilanjutkan dengan aksi pengancaman oleh para pihak keamanan perusahaan kepada para petani yang sedang beraktivitas di lahan, pada 18 September 2025,” ujar Dodi.
Kemudian, pada 27 September 2025, para petani Pino Raya juga mengalami teror yang diduga dilakukan oleh PT ABS. Teror dimaksud berupa perusakan pondok dan dan pembabatan tanaman pertanian milik petani Pino Raya yang mengakibatkan kerugian materiil bagi petani. Dalam kejadian tersebut, sebanyak 152 batang sawit, 400 batang kopi, 690 batang pisang, 10 batang kepayang, 35 batang pinang, dan sejumlah tanaman lainnya milik 6 petani ditebang.
Dodi Faisal juga mengungkapkan bahwa PT ABS diduga telah merugikan negara, karena tetap beraktivitas tanpa mengantongi Hak Guna Usaha (HGU). Dikarenakan tidak memiliki HGU perusahaan tersebut tidak dapat dikenakan pajak dan pungutan lainnya.
"PT ABS sudah jelas telah merugikan negara karena beraktivitas tanpa HGU sehingga terhindar dari kewajiban membayar pajak. Maka kami kemudian melaporkan PT ABS ke Kejagung RI,” ujar Dodi.
Dodi menambahkan, secara aturan PT ABS diwajibkan mengantongi HGU dan Izin Usaha Perkebunan (IUP-B) pasca-terbitnya Keputusan Mahkamah Konstitusi tertanggal 27 Oktober 2016 terkait Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Jika mengacu pada putusan MK tersebut, maka dapat disimpulkan aktivitas PT ABS tanpa izin HGU merupakan tindakan ilegal yang bisa dikenai sanksi secara administratif sampai pidana.
"Ini artinya sudah 7 tahun PT ABS dibiarkan beraktivitas secara ilegal sejak keluarnya Putusan MK tahun 2016,” kata Dodi.
Tampak puing-puing bekas pondok petani, yang diduga dibakar oleh perusahaan, akibat konflik agraria di Pino Raya. Foto: Walhi Bengkulu.
Pemerintah, lanjut Dodi, seharusnya dapat menyegel dan menyetop operasional perusahaan, mencabut izin usaha dan selanjutnya aset yang perusahaan miliki disita untuk negara. Namun anehnya pemerintah seolah memilih bungkam.
Terpisah, Kapolres Bengkulu Selatan, AKBP Alizwar, mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan kasus penembakan petani Pino Raya tersebut. Anggota Polres Bengkulu Selatan sudah berada di lokasi kejadian sejak Senin siang, tak lama setelah mendapat laporan penembakan tersebut.
“Anggota sudah di lokasi evakuasi korban, pengamanan dan sudah koordinasikan dengan Polda juga untuk back up pengamanan,” kata Alizwar, pada Senin (24/11/2025).
Pada Senin sore, lanjut Alizwar, pihaknya sudah mengamankan terduga pelaku yang diketahui juga mengalami luka tusuk dan dirawat di rumah sakit. Ia memastikan proses hukum tetap berlanjut kepada pelaku penembakan. Alizwar mengimbau agar warga tetap tenang dan menyerahkan proses hukum kepada pihak kepolisian.


Share

