Genesis: Kantong Habitat Gajah Seblat Langganan Deforestasi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Deforestasi
Kamis, 06 November 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Kehilangan hutan alam tak hanya terjadi di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu saja, tapi juga terpantau di kantong habitat gajah Seblat. Genesis Bengkulu menghitung, sekitar 3.410 hektare hutan alam di kantong habitat itu menghilang hanya dalam beberapa bulan terakhir.
Direktur Eksekutif Genesis Bengkulu, Egi Ade Saputra, mengatakan, kantong habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di bentang alam Seblat mengalami kehilangan hutan alam atau deforestasi setiap tahunnya. Itu terjadi bahkan di dalam kawasan konservasi.
“Komitmen tidak bisa diukur dari kunjungan pejabat dan konferensi pers. Ukurannya sederhana, berapa hektare hutan yang masih utuh? Dan data menunjukkan, hutan Seblat terus hilang,” ucap Egi, menanggapi kunjungan Wakil Menteri Kehutanan beserta pejabat pemerintah lainnya ke lokasi perambahan kawasan hutan di bentang alam Seblat, dalam keterangan tertulis, Rabu (5/11/2025).
Analisis data Mapbiomas Indonesia 4.0 dan citra Sentinel 2025, lanjut Egi, menunjukkan kondisi tragis bentang alam Seblat. Salah satu dari 22 kantong habitat gajah yang diakui Kementerian Kehutanan di Seblat mengalami kehilangan hutan hingga 1.400 hektare per hektare dalam rentang waktu 1990-2024.
Ia menjelaskan, kantong habitat gajah Seblat luasnya sekitar 144 ribu hektare, yang mana 78 persennya berstatus hutan negara dan 22 persen lainnya areal penggunaan lain (APL). Dalam rentang waktu 1990-2024, kantong habitat ini kehilangan hutan alam mencapai angka 50.700 hektare. Dengan luas hutan alam tersisa sekitar 85 ribu hektare.
“Sebagian besar kehilangan hutan terjadi di zona hutan produksi (66 ribu hektare) yang kini hampir sepenuhnya dikuasai oleh dua perusahaan pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH),” ujar Egi.
Dua perusahaan dimaksud adalah PT Bentara Agra Timber (BAT) dengan luas konsesi 22.020 hektare, dan PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) yang memegang konsesi seluas 41.988 hektare. Egi bilang, hutan alam tersisa di dua konsesi perusahaan tersebut hanya 37 ribu hektare, dan sebagian sudah rusak akibat aktivitas penebangan di luar rencana kerja perusahaan.
Egi melanjutkan, berdasarkan hasil analisis menggunakan citra Sentinel Juli-Oktober 2025, Genesis Bengkulu menemukan 775 titik deforestasi dengan total luas 3.410,10 hektare di dalam kantong habitat gajah Seblat. Secara rinci, 262 titik seluas 1.239 hektare berada di konsesi PT BAT, 243 titik seluas 1.209 hektare di dalam konsesi PT API, di dalam kawasan hutan produksi di luar areal konsesi 245 titik seluas 665,8 hektare.
Selain titik-titik itu, Genesis Bengkulu menemukan deforestasi seluas 296 hektare di dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)—kawasan konservasi dengan status Warisan Dunia UNESCO—yang tersebar di 78 titik.
Titik-titik tersebut yakni 15 titik seluas (55,61 hektare) di wilayah Desa Lebong Tandai dengan koordinat 3°04'36.54"S – 101°58'42.09”E dan 2°53'55.06"S – 101°46'46.66”E, 31 titik (173,33 hektare) di Desa Tunggang, Desa Karya Mulya, Desa Air Berau, dan Desa Lubuk Bento, dan 30 titik (64,07 hektare) di Desa Lubuk Silandak dan Desa Bukit Makmur.
“TNKS seharusnya menjadi garis merah yang tidak tersentuh, tapi sekarang sudah berlubang di banyak titik. Ini bukti nyata bahwa komitmen penyelamatan habitat tidak berjalan di lapangan,” ujar Egi.
Pusat degradasi hutan di Bengkulu
Egi memandang, kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas di Seblat kini menjadi pusat degradasi lahan terbesar di Provinsi Bengkulu. Dari total 66 ribu hektare kawasan hutan tersebut, 97 persen telah dieksploitasi oleh perusahaan pemegang PBPH. Hal yang menurut Egi cukup mengherankan, hingga kini tidak ada audit izin maupun tindakan tegas terhadap perusahaan yang membuka hutan di luar rencana kerja tahunannya (RKT).
“Jika pemerintah sungguh berkomitmen, seharusnya langkah pertama bukan meninjau lapangan, tetapi meninjau ulang izin-izin korporasi yang menjadi penyebab utama hilangnya hutan alam Seblat,” kata Egi.
Bentang alam Seblat, sambung Egi, adalah ruang hidup terakhir bagi gajah sumatera di Bengkulu. Hilangnya tutupan hutan telah menyebabkan fragmentasi habitat, terputusnya koridor migrasi gajah, dan meningkatnya konflik satwa-manusia di Lebong Tandai, Tunggang, dan Lubuk Silandak.
“Kalau kehilangan hutan di Seblat ini terus terjadi pada laju saat ini, maka dalam dua dekade ke depan gajah sumatera di Bengkulu akan punah secara fungsional,” ujarnya.
Peta kondisi tutupan lahan di kantong habitat gajah sumatera di bentang alam Seblat. Sumber: Mapbiomas Indonesia.
Egi berpendapat, kunjungan Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki ke Seblat menjadi momentum koreksi, bukan selebrasi. Secara faktual, antara 2020 hingga 2025, hutan di bentang alam Seblat terus menyusut, sementara izin baru tetap aktif. Kebijakan pemerintah, kata Egi, masih lebih berpihak pada korporasi ketimbang pada keberlanjutan ekosistem.
“Komitmen penyelamatan habitat tidak bisa hanya berupa foto di tengah hutan. Komitmen sejati adalah menghentikan deforestasi, mencabut izin bermasalah, dan mengembalikan hutan yang telah hilang,” ucap Egi.
Genesis Bengkulu, imbuh Egi, menuntut pemerintah untuk melakukan moratorium secara penuh atas penerbitan izin PBPH di bentang alam Seblat, melakukan audit secara independen terhadap pelaksanaan RKU dan RKT perusahaan kehutanan di wilayah Seblat, penegakan hukum terhadap para pelaku pembabatan hutan di TNKS dan di luar konsesi PBPH, dan memulihkan konektivitas habitat gajah melalui restorasi di Air Rami-Seblat-TNKS.
“Seblat bukan sekedar lansekap. Ia adalah denyut terakhir hutan dataran rendah Bengkulu. Jika ia hilang, maka sejarah gajah sumatera di pulau ini akan berakhir di tangan kita,” ucap Egi.
Rencana pemulihan hutan yang dirambah
Sebelumnya, pada Selasa (4/11/2025), Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki beserta beberapa pejabat teras Kementerian Kehutanan, melakukan pemantauan via udara menggunakan helikopter, melihat secara langsung sebaran lahan kawasan hutan yang terindikasi dirambah, jalur akses ilegal, dan area hutan yang masih utuh di bentang alam Seblat.
Dalam sebuah keterangan tertulis, Wamen Rohmat mengatakan bahwa koridor Seblat adalah rumah bagi gajah sumatera, dan negara tidak akan membiarkan kawasan tersebut dirusak oleh aktivitas ilegal.
“Ini bukan hanya soal gajah, tapi tentang keberlanjutan ekosistem dan masa depan manusia,” ujarnya, Selasa (4/11/2025).
Rohmat mengatakan, pada Minggu (2/112025), Kementerian Kehutanan melalui Balai Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) Sumatera bersama Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Dinas LHK Provinsi Bengkulu, KPH Bengkulu Utara, dan BKSDA Bengkulu melaksanakan operasi pengamanan di kawasan Hutan Produksi Air Rami, Kecamatan Air Rami, Kabupaten Mukomuko. Sebanyak 18 personel gabungan diterjunkan ke lapangan.
Operasi ini merupakan tindak lanjut laporan adanya aktivitas perambahan di kawasan bentang alam Seblat—koridor penting yang menjadi jalur alami migrasi gajah sumatera TWA Seblat-TNKS. Hasil pemetaan awal mengidentifikasi lima titik dugaan pembukaan hutan, meliputi kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan TNKS.
Pada 31 Oktober 2025 yang lalu, tim Resort TNKS telah memeriksa dan menemukan bukaan lahan baru sekitar 3-4 hektare yang diduga dilakukan pada September 2025. Fakta ini mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas perambahan dalam beberapa bulan terakhir.
Wakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki, berfoto bersama rombongan yang melakukan pemantauan lapangan di lokasi perambahan kawasan Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis secara ilegal, pada Selasa (4/11/2025). Foto: Istimewa.
Selanjutnya, dalam operasi 2 November 2025, tim gabungan melakukan pemasangan papan larangan, penandaan garis PPNS , serta pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) dan penyelidikan awal terhadap pihak yang diduga terlibat.
“Langkah cepat ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menghentikan perusakan kawasan hutan serta menjaga fungsi ekologis bentang Seblat,” kata Rohmat.
Selain langkah penegakan hukum, masih kata Rohmat, pemerintah menyiapkan rencana pemulihan ekosistem melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, perusahaan yang beroperasi sah di sekitar kawasan, serta lembaga konservasi dan masyarakat. Fokus utama kolaborasi ini mencakup rehabilitasi area yang telah terbuka, penertiban akses masuk liar, dan penguatan sistem monitoring satwa kunci, khususnya gajah sumatera.
Upaya pemulihan akan dilakukan melalui penanaman kembali vegetasi alami, termasuk tanaman pakan gajah di sepanjang koridor, serta penanaman barrier tanaman yang tidak disukai gajah, seperti eucalyptus, di batas yang berdekatan dengan permukiman masyarakat.
“Kami membuka ruang kolaborasi seluas-luasnya. Mari kita jaga bersama bentang alam Seblat, bukan hanya untuk gajah, tetapi juga untuk masa depan manusia yang bergantung pada hutan yang sehat,” kata Rohmat.


Share
