Tik, tik, tik, Hujan Plastik di Atas Genting
Penulis : Aryo Bhawono
Polusi
Sabtu, 25 Oktober 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan kandungan mikroplastik di air hujan. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.
Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, menjelaskan penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota, Jakarta. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.
Temuan ini menjadi peringatan bahwa polusi plastik kini tidak hanya mencemari tanah dan laut, tetapi juga atmosfer.
“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” jelas Reza saat diwawancarai di Jakarta, Kamis (17/10/2025).
Mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.
Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.
Temuan ini menimbulkan kekhawatiran karena partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa, sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan. Plastik juga mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel mikro atau nano. Partikel ini juga bisa mengikat polutan lain seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan di udara.
“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” tegas Reza.
Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global menunjukkan paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan. Air hujan dengan kandungan mikroplastik berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.
Reza menilai, gaya hidup urban modern menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya mikroplastik di atmosfer. Kini populasi penduduk sudah mencapai lebih dari 10 juta jiwa dan kendaraan mencapai 20 juta unit, Jakarta pun menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar setiap hari.
“Sampah plastik sekali pakai masih banyak, dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau terbawa air hujan ke sungai,” katanya.
BRIN pun mendorong langkah konkret lintas sektor. Pertama, memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara dan air hujan secara rutin di kota-kota besar. Kedua, memperbaiki pengelolaan limbah plastik di hulu, termasuk pengurangan plastik sekali pakai dan peningkatan fasilitas daur ulang.
Dan ketiga, mendorong industri tekstil agar menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat sintetis.
“Selain itu kesadaran masyarakat bisa menekan polusi mikroplastik secara signifikan,” ujarnya.
Menurutnya hujan yang kini mengandung partikel plastik adalah refleksi dari perilaku manusia terhadap bumi.
“Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya,” ucap dia.


Share
