Norwegia Hengkang dari Tambang Weda Jadi Sinyal Positif
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Sabtu, 20 September 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Keputusan Norway Sovereign Wealth Fund yang menarik investasinya dari perusahaan tambang asal Prancis, Eramet, terkait risiko pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan lingkungan di proyek PT Weda Bay Nickel (WBN), Halmahera, Indonesia, mendapat respons positif dari Aksi untuk Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER). Sebab hal tersebut menjadi kabar baik bahwa lembaga keuangan masih punya kepedulian terhadap lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian AEER, pada 2024, PT WBN berkontribusi signifikan terhadap terjadinya bencana banjir yang kerap melanda Halmahera Tengah. Dengan konsesi seluas 45.065 hektare, sekitar 31 ribu hektare di antaranya merupakan ekosistem hutan yang terancam hilang. Kehancuran hutan ini memperparah kerentanan wilayah terhadap banjir sekaligus merusak keseimbangan ekosistem yang menjadi tumpuan masyarakat lokal.
AEER menekankan pentingnya langkah tegas pemerintah untuk mengurangi produksi tambang WBN, melakukan moratorium persetujuan penggunaan kawasan hutan, mengevaluasi seluruh persetujuan penggunaan kawasan hutan, terutama di DAS yang sudah kritis, seperti DAS Ake Kobe.
Menurut AEER, langkah Norway Sovereign Wealth Fund ini membuktikan bahwa lembaga keuangan global memegang peran strategis dalam menghentikan proyek yang merusak lingkungan dan melanggar hak asasi manusia.
“Kami mendesak lembaga keuangan internasional lainnya untuk mengikuti jejak Norwegia dan menarik dukungan dari perusahaan yang merusak lingkungan serta hak-hak masyarakat di rantai pasok nikel Indonesia,” kata AEER, dalam sebuah siaran pers, Kamis (18/9/2025).

AEER berpendapat momentum divestasi Norway Sovereign Wealth Fund ini harus dijadikan peluang bagi Pemerintah Indonesia untuk meninjau ulang tata kelola industri pertambangan nikel, menghentikan ekspansi yang merusak hutan alam, dan melindungi masyarakat adat dan lokal.
“Keputusan Norwegia adalah sinyal tegas: dunia semakin menutup pintu bagi investasi yang mengorbankan lingkungan dan hak asasi manusia. Jika Indonesia tidak merespons dengan perbaikan serius, posisi kita dalam rantai pasok nikel global akan semakin melemah,” ujar AEER.