Indonesia Kaya: Ada 800 Jenis Rumput Laut, Baru 55 yang Komersial
Penulis : Gilang Helindro
Kelautan
Rabu, 06 Agustus 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Indonesia tengah membuka peluang baru dalam pemanfaatan kekayaan laut sebagai sumber bahan baku obat, khususnya dari rumput laut. Potensi besar ini dinilai belum tergali maksimal dan memerlukan riset mendalam serta kolaborasi lintas sektor.
Kepala Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PRBBOT) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sofa Fajriah, menegaskan pentingnya mengoptimalkan kekayaan laut Indonesia sebagai sumber bahan aktif alami untuk kebutuhan farmasi, nutraseutikal, dan pengobatan modern.
“Potensi kekayaan laut ini besar, tapi belum tergali maksimal. Perlu riset lebih dalam dan sinergi antarpemangku kepentingan,” ujar Sofa dalam Webinar Bincang Riset Seri 3, dikutip Selasa, 5 Agustus 2025.
Indonesia memiliki lebih dari 800 spesies rumput laut, namun hanya 55 jenis yang saat ini dimanfaatkan secara komersial, utamanya untuk industri pangan dan kosmetik. Periset Ahli Utama PRBBOT BRIN, Dedi Noviendri, menilai bahwa potensi farmasi dari rumput laut masih sangat terbuka, namun belum tergarap dengan optimal.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi rumput laut Indonesia pada 2024 mencapai 8,2 juta ton. Namun sebagian besar hasil panen masih diekspor dalam bentuk kering tanpa pengolahan lebih lanjut.
“Ini kerugian besar secara ekonomi dan ilmiah. Kita kehilangan kesempatan untuk mengolahnya menjadi bahan aktif bernilai tinggi,” kata Dedi.
Rumput laut diketahui menyimpan beragam metabolit sekunder seperti polisakarida sulfat, alkaloid, flavonoid, dan polifenol yang memiliki aktivitas biologis penting. Senyawa-senyawa tersebut terbukti memiliki efek antioksidan, antikanker, antimikroba, antidiabetes, hingga antivirus.
Beberapa spesies yang menonjol secara farmakologis antara lain Sargassum polycystum, Gracilaria sp., dan Eucheuma cottonii. Riset terbaru menunjukkan ekstrak dari ketiga spesies tersebut memiliki aktivitas imunostimulan dan berpotensi menurunkan risiko penyakit degeneratif.
Tim PRBBOT BRIN mengembangkan riset berbasis bioprospeksi ilmiah, mulai dari koleksi spesimen laut, isolasi senyawa aktif, karakterisasi struktur kimia, hingga uji bioaktivitas in vitro dan in vivo. Pendekatan ini diperkuat dengan platform untargeted metabolomics untuk memahami profil kimia secara menyeluruh.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Indi Dharmayanti, menambahkan bahwa Indonesia sebagai negara megabiodiversitas belum sepenuhnya mengeksplorasi potensi lautnya. “Dengan lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai terpanjang kedua di dunia, kita memiliki laboratorium hayati yang luar biasa. Dari spons, rumput laut, hingga mikroorganisme laut, semuanya menyimpan senyawa bioaktif berpotensi sebagai agen terapi masa depan,” ujarnya.
Indi menekankan bahwa eksplorasi sumber daya hayati harus dilakukan secara bertanggung jawab, berkelanjutan, dan menjunjung tinggi etika ilmiah.