Di Balik Absennya UU Pulau Kecil dalam Pencabutan IUP Raja Ampat

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Kamis, 12 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  UU Perlindungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tak jadi landasan pemerintah mencabut empat izin tambang nikel dan mempertahankan satu tambang di Pulau Gag. Raja Ampat oleh karenanya masih dalam ancaman industri ekstraktif itu, demikian pula pulau-pulau kecil lainnya. 

Sebelumnya, pemerintah memutuskan mencabut izin empat dari lima izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Papua Barat, usai menuai polemik di masyarakat. 

Empat perusahaan tambang itu adalah PT Kawei Sejahtera Mining dengan SK IUP 290 No Tahun 2013 di Pulau Kawei seluas 5.922 hektare, PT Anugerah Surya Pratama dengan SK IUP No 91201051135050013 di Pulau Manorom seluas 1.173 ha, PT Mulia Raymond Perkasa SK IUP No 153.A TAHUN 2013 di Pulau Manyaifun dan Batang Pele seluas 2.193 ha, dan PT Nurham dengan SK IUP No 18/1/IUP/PMDN/2025 di Pulau Waigeo seluas 3.000 ha. 

Sedangkan satu perusahaan tidak dicabut, yakni PT Gag Nikel dengan SK IUP No 430.K/30/DJB/2017 di Pulau Gag seluas 13.136 ha. 

Tangkapan layar keterangan pers menteri terkait pencabutan 4 IUP di Raja Ampat pada Selasa (10/6/2025). Sumber: Youtube Sekretariat Presiden

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan pencabutan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah melakukan penataan dan penertiban lahan-lahan termasuk pertambangan. Ia menyebutkan Kementerian Lingkungan Hidup/ Badan Pengendalian LIngkungan Hidup (KLH/BPLH) telah melakukan pemeriksaan dan menemukan berbagai pelanggaran lingkungan terhadap empat IUP yang dicabut. 

Selain itu keempat konsesi pemegang IUP tersebut berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat.   

“Lima IUP yang beroperasi, yang mempunyai RKAB, itu hanya 1 IUP yang beroperasi, yaitu PT Gag Nikel. Yang lainnya di 2025 belum mendapat RKB. Setelah itu kita menyetop,” ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta yang disiarkan melalui akun youtube Sekretariat Presiden pada Selasa (10/5/2025).

Tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag Raja Ampat, Papua Barat Daya. Foto: Auriga Nusantara/ Fajar Sandika Negara

Peneliti Kelautan Auriga Nusantara, Parid Ridwanuddin, mengapresiasi pencabutan ini. Namun ia menganggap pemerintah masih setengah hati melakukan pencabutan IUP demi lingkungan dan masyarakat. Sikap setengah hati ini ditunjukkan dengan tak hadirnya UU No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam pencabutan izin-izin itu. 

Pasal 35 perundangan tersebut melarang aktivitas tambang di pulau kecil. Seharusnya pasal ini yang menjadi alasan utama pemerintah melakukan pencabutan IUP di Raja Ampat. 

“Jika menggunakan UU ini maka yang dicabut bukan hanya empat IUP di Raja Ampat, tetapi seluruhnya. Kemudian IUP yang ada di pulau kecil yang lain juga dievaluasi dan dicabut,” kata dia. 

Selain itu pasal 23 UU yang sama menyebutkan pulau kecil, seperti gugusan pulau di Raja Ampat, tidak dipandang berdiri sendiri. Kepulauan itu kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh, bahkan terpadu dengan pulau besar di dekatnya. 

Pendekatan ini tidak memberikan celah terhadap pemberian izin di Pulau Gag karena dianggap sebagai kesatuan pada gugusan pulau Raja Ampat. 

“Alasan jarak Pulau Gag adalah sekitar 40 kilometer dari batas Geopark Raja Ampat sehingga IUP PT Gag tidak dicabut bukan hal yang masuk akal. Apalagi kalau jarak sejauh itu dalam kebiasaan daya jelajah tangkap ikan itu tergolong dekat, sekitar 15 mil,” kata dia

Sebelumnya Akademisi Kelautan dan Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado, Rignolda Djamaludin, mengungkapkan meski Pulau Gag terpaut jarak 40 km dan berada di luar Geopark Raja Ampat namun ia merupakan kesatuan ekologi dari geopark tersebut. Ia memperkirakan kerusakan akibat tambang berupa endapan pertambangan dapat mencapai kawasan geopark karena terbawa arus.

Menurutnya klaim Bahlil bahwa pertambangan di Pulau Gag tidak mempengaruhi kondisi perairan masih terlalu dini. Karena ketika menteri itu datang kondisi cuaca sedang cerah. 

“Coba kalau hujan, merah itu pesisirnya. Makanya tidak bisa dilihat dari kelihatan cerah saja tetapi melalui penelitian pada endapan di dasar dan karang,” kata dia. 

Selain itu pulau kecil seperti Pulau Gag juga memiliki daya dukung lingkungan yang sangat rentang terhadap pertambangan. karakter pulau kecil memiliki lapisan tanah yang tipis. Jika terjadi penambangan maka pemulihan nyaris mustahil dilakukan. 

Tambang nikel PT Kawei Sejahtera Mining di Raja Ampat. Foto: Auriga Nusantara/ Fajar Sandhika Negara

Manager Komunikasi, Kerjasama, dan Kebijakan Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga, menduga pencabutan empat IUP di Raja Ampat ini hanya sekedar ‘cari aman’ setelah isu ini mengemuka. Makanya UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tidak mereka gunakan sebagai landasan pencabutan izin.  

“Kalau ini digunakan maka berisiko tambang-tambang di pulau kecil seluruhnya harus dievaluasi dan dicabut. Mereka tak mau itu. Jadi alasan ekologi dalam pencabutan ini masih omong kosong,” kata dia.

FWI bertandang ke Raja Ampat pada 29 November-5 Desember 2023 lalu. Mereka mendapati aktivitas tambang PT Anugerah Surya Pratama di Kampung Yenbekaki di kawasan Utara Pulau Waigeo, Raja Ampat, Papua Barat. Aktivitas ini tersembunyi karena pusat pariwisata berada di sisi Selatan Waigeo.  

Akibat pertambangan ini terjadi pengeruhan sub daerah aliran sungai dan mengganggu sumber air dan dusun sagu di tepi muara.  

Dampak pencemaran juga terjadi di Pantai Warebar yang merupakan kawasan konservasi pantai peneluran Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea).

Pertambangan juga sudah dilakukan di Pulau Manoram. Hasil pemantauan terlihat jelas permukaan tanah Pulau Manoram hampir seluruhnya sudah dibuka oleh aktivitas pertambangan nikel PT ASP. 

Deforestasi yang disebabkan oleh PT ASP di Pulau Waigeo dan Manoram selama 2017-2022 mencapai 1020 hektare. 

Sayangnya kala itu pemerintah bungkam atas fakta temuan ini. 

FWI mencatat terdapat 149 izin tambang di pulau-pulau kecil. Izin ini mencakup 245 ribu ha konsesi di 242 pulau kecil. Seluas 135,8 ribu ha hutan alam berada di dalam konsesi tambang itu pada pendataan 2021.Deforestasi di dalam konsesi tambang pulau-pulau kecil mencapai 13,1 ribu ha di rentang 2017-2021.

“Ini yang disayangkan, karena UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil itu tidak masuk dalam skema perizinan. Pemerintah cenderung menghindarinya,” kata dia.