Dinas LH Kalteng Dinilai Tak Patut Minta Kurban Perusahaan

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Jumat, 06 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Surat bersubjek “Permohonan Bantuan Hewan Qurban” itu berkop Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Tengah. Bertanggal 6 Mei 2025, surat tersebut ditujukan kepada sejumlah perusahaan swasta yang beroperasi di provinsi tersebut. 

Surat tersebut juga merinci besaran harga hewan kurban. Di antaranya sapi sebesar Rp24,5 juta, dengan rincian kurban tujuh orang masing-masing senilai Rp3,5 juta. Sementara itu untuk kurban perorangan, ada kambing senilai Rp4 juta. Dokumen tersebut juga melampirkan formulir tanda terima kurban, serta mencantumkan nomor rekening bank dari Bank Mandiri atas nama Silvia. 

Dokumen yang diperoleh Betahita menunjukkan lampiran surat berisi nama-nama perusahaan yang beroperasi di Kalimantan Tengah, termasuk pertambangan batu bara, perkebunan kelapa sawit.

Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala DLH Kalimantan Tengah Joni Harta. Adapun nomor ponsel untuk konfirmasi donasi tersebut adalah Silvia. Berdasarkan penelusuran redaksi, Silvia merupakan tenaga kontrak bidang keadministrasian umum di instansi tersebut. Redaksi telah meminta konfirmasi kepada keduanya, namun hingga artikel ini diturunkan tidak mendapatkan respons. 

Ilustrasi bantuan kurban hari raya Idul Adha. Dok. Pelita Logistik

Peneliti Hukum Auriga Nusantara Diky Anandya mengatakan legalitas permintaan sumbangan atau bantuan oleh instansi pemerintah diatur ketat dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sementara itu untuk level daerah, ada Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. 

“Terkait permohonan sumbangan, ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Tujuannya jelas, tidak mengandung unsur paksaan, dan juga dicatatkan secara transparan, dalam hal ini pada buku keuangan pemerintah daerah sebagai penerimaan daerah,” katanya. 

Menurut Diky, tiga hal tersebut harus dipenuhi untuk menghindari konflik kepentingan atau isu pungutan liar yang dilakukan oleh lembaga atau instansi pemerintah. “Apa yang dilakukan oleh dinas lingkungan hidup Kalimantan Tengah sebetulnya bisa menginsinuasikan bahwa tidak memenuhi syarat yang diatur undang-undang tentang keuangan negara.” 

“Ini bisa dibilang haram ya. Pasalnya tujuannya tidak jelas. Jika berkaitan dengan sumbangan Idul Adha sudah ada instansi sendiri, dan ini juga bukan dalam tugas dan fungsi DLH sehingga insinuasi bahwa itu menimbulkan konflik kepentingan ke depannya semakin tinggi,” ujarnya.  

“Dalam peraturan mana pun tidak pernah ditemukan bahwa dinas lingkungan hidup di level kabupaten atau provinsi memiliki tugas dan fungsi menyelenggarakan sumbangan atau permohonan bantuan yang ditujukan ke perusahaan dalam tujuan apapun termasuk Idul Adha.” 

Tangkapan layar dari lampiran surat permohonan bantuan kurban Idul Adha oleh DLH Kalteng kepada sejumlah perusahaan swasta di Kalimantan Tengah. Dok. Betahita

Potensi pelanggaran dan maladministrasi

Surat permohonan bantuan kurban yang dilayangkan DLH Kalteng tersebut juga dinilai berpotensi melanggar undang-undang. Salah satunya undang-undang tindak pidana korupsi. 

“Perlu diperiksa lebih jauh apa dasar hukum dari “permohonan” yang dilayangkan oleh DLH Kalteng kepada puluhan perusahaan tersebut. Sebab, ada potensi kuat permohonan tersebut memenuhi salah satu unsur tindak pidana korupsi,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia. 

Yassar menyebutkan sejumlah pasal yang berpotensi dilanggar, yakni pasal 12 huruf e dan huruf g yang terkait pemerasan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. 

“Mengingat adanya kewenangan strategis DLH yang memiliki kaitan terhadap pengawasan operasi bisnis sektor sumber daya alam di daerah, terdapat relasi yang asimetris dan timpang dengan pelaku usaha yang mungkin saja membuat permohonan yang dilayangkan tersebut dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang “memaksa” karena dapat berdampak terhadap eksistensi atau keberlanjutan operasi bisnis mereka apabila tidak dipenuhi,” ujarnya. 

Diky mengatakan, surat yang dikirimkan oleh DLH Kalteng tersebut juga bisa dikenakan pasal 12 B terkait gratifikasi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. “Di sini ada persoalan maladministrasi, karena permohonan bantuan atau sumbangan ini tidak sesuai dengan tugas dan fungsi DLH Kalteng, untuk meminta sumbangan dalam bentuk apapun kepada perusahaan,” katanya. 

“Sekalipun tujuannya baik untuk kurban dan dibagikan ke masyarakat, tetapi semua permintaan sumbangan itu harus ada dasar hukum yang jelas. Kalau tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi maka itu bisa berpotensi dikategorikan sebagai bentuk pungli atau pemerasan,” kata Diky. 

Perusahaan bermasalah 

Secara total terdapat 82 nama perusahaan tertera dalam surat permohonan bantuan kurban tersebut. Salah satunya PT Maju Aneka Sawit (MAS), perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kotawaringin Timur. Mei lalu, PT MAS bersama 11 perusahaan lainnya diadukan Walhi Kalimantan Tengah ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, karena diduga melakukan sejumlah pelanggaran lingkungan hidup, tata kelola, dan sosial-ekonomi. 

Nama PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) juga tercantum dalam surat tersebut. Perusahaan kelapa sawit ini dilaporkan berkonflik dengan warga Bangkal, Kabupaten Seruyan, karena tidak memenuhi kewajibannya membangun kebun plasma untuk masyarakat. Puncak konflik tersebut terjadi pada 2023, ketika ratusan masyarakat lokal melakukan demonstrasi terhadap perusahaan. Satu warga tewas tertembak dan sebagian terluka dalam aksi tersebut. 

Adapun perusahaan tambang di antaranya adalah PT Maruwai Coals, bagian dari Grup Adaro yang beroperasi di Kabupaten Murung Raya. PT Maruwai Coal memiliki konsesi dalam satu hamparan seluas 24,9 ribu hektare di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Sebagian dari izin perusahaan ini berada di kawasan hutan lindung Mahakam Ulu, yang merupakan habitat Pari, salah satu badak kalimantan yang terancam punah.