Peta Jalan Mikroplastik di Udara, Ecoton: Dari Paru Naik ke Otak
Penulis : Gilang Helindro
Sampah
Kamis, 05 Juni 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menyampaikan kekhawatiran serius terhadap lambannya respons pemerintah dalam mengatasi polusi mikroplastik di udara. Hal ini disampaikan berkenaan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni, yang mengangkat tema "Ending Plastic Pollution".
Koordinator Pendidikan dan Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatullah, dalam keterangan resminya mengungkapkan bahwa mikroplastik di udara telah menjadi salah satu sumber utama masuknya kontaminan plastik ke dalam tubuh manusia. “Saat ini tubuh manusia telah terpapar mikroplastik, terutama melalui proses inhalasi. Paparan ini terjadi secara kontinyu dan diperkirakan manusia menghirup 0,1 hingga 5 gram mikroplastik setiap minggunya,” jelas Alaika dikutip Rabu, 4 Juni 2025.
Ia mengungkapkan hasil riset terbaru yang menunjukkan adanya akumulasi mikroplastik dalam jaringan otak manusia. “Penelitian Bioaccumulation of Microplastics in Decedent Human Brains yang dilakukan oleh Alexander J. Nihart dan tim di Meksiko pada tahun 2025 menemukan adanya kandungan polietilena dalam otak manusia yang telah meninggal. Ini merupakan peringatan keras, terutama bagi Indonesia yang konsumsi mikroplastiknya mencapai 15 gram per bulan tertinggi di dunia,” jelasnya.
Ecoton juga melaporkan hasil penelitian lapangan terbaru. Pada Mei 2025, mereka melakukan pengambilan sampel udara di enam desa di Kabupaten Sidoarjo yakni Desa Tropodo, Kecamatan Wonoayu, Kecamatan Waru, Kecamatan Sepanjang, Kecamatan Sukodono, dan kawasan Alun-alun Sidoarjo. Hasilnya, sebanyak 172 partikel mikroplastik ditemukan dengan jenis fiber, fragmen, dan filamen.

Temuan paling mencolok ditemukan di Kecamatan Wonoayu dengan 65 partikel mikroplastik hanya dalam waktu 3 jam. Sedangkan di area sekitar pabrik tahu di Desa Tropodo, terdeteksi 13 fiber dan 12 filamen mikroplastik.
Sebelumnya, pada Februari 2025, Ecoton juga melakukan uji mikroplastik udara di Kabupaten Gresik. Pengukuran dilakukan menggunakan cawan petri di sembilan lokasi di tiga kecamatan. Di Pasar Benjeng, Kecamatan Benjeng, ditemukan konsentrasi mikroplastik mencapai 141 partikel hanya dalam waktu 2 jam.
Ecoton mengidentifikasi beberapa penyebab utama polusi mikroplastik itu di udara. Di antaranya adalah kebiasaan membakar sampah plastik yang masih dilakukan oleh sekitar 57 persen penduduk Jawa Timur. Proses pembakaran ini melepaskan gas beracun dan partikel mikroplastik ke udara. Selain itu, gesekan ban kendaraan dan alas kaki dengan jalan juga menjadi sumber partikel mikroplastik.
Polusi ini kata Alaika, diperparah oleh sistem pembuangan sampah terbuka (open dumping) dan pembakaran terbuka (open burning), aktivitas industri daur ulang plastik, penggunaan produk rumah tangga dan perawatan pribadi, serta sampah plastik yang tak terkelola dengan baik yang kemudian terurai menjadi mikroplastik. Penggunaan pakaian berbahan polyester juga turut menyumbang pencemaran mikroplastik di udara.
Menyikapi ancaman serius ini, Ecoton mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret. Mereka meminta agar pemerintah menegakkan hukum secara tegas terhadap praktik pembakaran sampah plastik, tidak menerapkan metode pengolahan sampah berbasis panas atau pembakaran, serta mengendalikan berbagai sumber mikroplastik di udara.
Selain itu, Ecoton juga mendorong pemerintah untuk segera menetapkan standar baku mutu mikroplastik di lingkungan, termasuk dalam produk makanan laut (seafood) yang menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari. “Ini bukan lagi sekadar isu lingkungan, melainkan persoalan kesehatan publik yang mendesak. Indonesia harus bertindak sekarang,” pungkas Alaika.