Kehilangan Hutan Dunia Tembus Rekor, 2x Tahun 2023

Penulis : Kennial Laia

Hutan

Minggu, 01 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Dunia kehilangan tutupan hutan tropis alami seluas 6,7 juta hektare pada 2024, atau setara dengan 18 lapangan sepak bola setiap menit. Angka ini dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, dan merupakan lonjakan tertinggi dalam sejarah. 

Data terbaru dari Global Land Analysis and Discovery (GLAD) Lab University of Maryland, yang tersedia di platform Global Forest Watch milik World Resources Institute menemukan lonjakan ini didorong oleh peningkatan kebakaran yang parah sepanjang tahun lalu. 

“Kita melihat kehilangan hutan akibat kebakaran yang belum  pernah terjadi sebelumnya bahkan di negara-negara ‘Hutan Tinggi, Deforestasi  Rendah’ seperti Republik Kongo. Dinamika baru ini berada di luar kerangka  kebijakan atau kemampuan intervensi saat ini dan akan sangat menguji  kemampuan kita untuk mempertahankan hutan yang utuh dalam iklim yang  memanas,” kata Co-Director GLAD Lab University of Maryland, Matt Hansen, pada 21 Mei 2025. 

Sementara itu Co-Director Global Forest Watch WRI Elizabeth Goldman mengatakan: “Ini adalah peringatan global — seruan kolektif untuk bertindak bagi setiap  negara, bisnis, dan individu yang peduli dengan keberlangsungan planet ini. Ekonomi kita, komunitas kita, kesehatan kita — tidak ada yang bisa bertahan tanpa  hutan.” 

Kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu faktor penyumbang hilangnya tutupan hutan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Foto: Auriga Nusantara.

Meskipun kebakaran merupakan bagian alami dari beberapa ekosistem, namun di  hutan tropis, sebagian besar dipicu oleh aktivitas manusia. Kebakaran ini biasanya  dimulai dari lahan pertanian atau dilakukan untuk membuka area baru. Pada  2024, yang tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, kondisi ekstrem akibat perubahan iklim dan El Niño memperparah intensitas kebakaran dan membuatnya  semakin sulit dikendalikan. 

Meskipun hutan memiliki kemampuan untuk pulih dari  kebakaran, tekanan gabungan dari alih fungsi lahan dan perubahan iklim dapat  menghambat pemulihan dan meningkatkan kemungkinan kebakaran di masa depan. 

Brasil, yang memiliki hutan tropis terluas di dunia, menyumbang 42%  dari seluruh kehilangan hutan primer tropis pada 2024. Kekeringan terburuk dalam  sejarah memperburuk kebakaran hutan di Brasil. Akibatnya, kebakaran menyebabkan  66% dari total kehilangan hutan – meningkat lebih dari enam kali lipat dibandingkan  tahun 2023. Kehilangan akibat faktor lain juga naik 13%, terutama karena pertanian  skala besar untuk kedelai dan peternakan sapi. 

“Brasil telah membuat kemajuan di bawah Presiden Lula — namun ancaman terhadap hutan tetap ada. Tanpa investasi berkelanjutan dalam  pencegahan kebakaran komunitas, penegakan hukum yang lebih kuat di tingkat  negara bagian, dan fokus pada penggunaan lahan yang berkelanjutan, pencapaian  yang telah diraih dengan susah payah bisa terhapus,” kata Direktur Program Hutan dan Penggunaan Lahan WRI  Brasil Mariana Oliveira.

“Saat Brasil bersiap menjadi  tuan rumah COP30, ini adalah peluang besar untuk menempatkan perlindungan  hutan sebagai pusat perhatian dunia,” ujarnya. 

Bolivia mengalami lonjakan kehilangan hutan primer sebesar 200% pada 2024,  mencapai 1,5 juta hektare. Untuk pertama kalinya, Bolivia menempati peringkat  kedua setelah Brasil dalam kehilangan hutan primer tropis. Lebih dari setengah kehilangan tersebut disebabkan oleh kebakaran yang sering  dipicu untuk membuka lahan kedelai, peternakan, dan tebu, yang kemudian berubah  menjadi mega-kebakaran akibat kekeringan hebat. 

Di Kolombia, kehilangan hutan primer meningkat hampir 50%. Kemudian Republik Demokratik Kongo (DRC) dan Republik Kongo (ROC) mencatat  kehilangan hutan primer tertinggi dalam sejarah. Di ROC, kehilangan hutan melonjak  150% dibanding tahun sebelumnya. Sebanyak 45% dari kerusakan tersebut  disebabkan oleh kebakaran, yang diperparah oleh kondisi panas dan kering yang tidak  biasa. 

Namun, tidak semua berisi kabar buruk. Di Asia Tenggara, ada tanda-tanda kemajuan.  Indonesia menjadi negara yang berhasil mengurangi kehilangan hutan primer sebesar 11%. Negara tersebut membalikkan tren kenaikan yang terjadi antara 2021 hingga  2023. Di Malaysia, kehilangan hutan juga  menurun sebesar 13%, dan untuk pertama kalinya negara tersebut keluar dari daftar  10 negara teratas dengan kehilangan hutan primer tropis terbanyak. 

“Kami senang  bahwa Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang berhasil  mengurangi kehilangan hutan primer. Namun, deforestasi tetap menjadi perhatian  akibat perkebunan, pertanian skala kecil, dan pertambangan — bahkan di kawasan  lindung. Kami berharap pemerintahan saat ini dapat menjaga momentum ini.” kata Direktur Pelaksana WRI Indonesia, Arief Wijaya. 

Meskipun terdapat beberapa perkembangan positif, terutama di Asia Tenggara, tren  keseluruhan menuju arah yang mengkhawatirkan. Para pemimpin dari lebih dari 140  negara menandatangani Deklarasi Pemimpin Glasgow pada 2021. Mereka berjanji  untuk menghentikan dan mengembalikan kehilangan hutan pada 2030. Namun, dari 20 negara dengan luas hutan  primer terbesar, 17 di antaranya mengalami kehilangan hutan primer yang lebih tinggi  hari ini dibanding saat perjanjian ditandatangani. 

Untuk mencapai target global menghentikan kehilangan hutan pada tahun 2030,  dunia harus mengurangi deforestasi sebesar 20% setiap tahunnya. Sebaliknya, pada  2024, kehilangan hutan primer tropis justru melonjak 80%. Untuk mengatasi ini,  dibutuhkan aksi dari berbagai sisi. Misalnya pencegahan kebakaran yang lebih kuat,  rantai pasok bebas deforestasi untuk komoditas, penegakan regulasi perdagangan  yang lebih baik, dan pendanaan lebih besar untuk perlindungan hutan — terutama  yang dipimpin oleh masyarakat adat.

“Temuan ini  seharusnya menggugah kita dari rasa puas diri. Bezos Earth Fund bangga  mendukung alat penting ini untuk menunjukkan kondisi terkini dan memastikan  aksi didasarkan pada bukti yang nyata,” kata Kepala Ilmuwan Bidang Data dan Perubahan Sistem di Bezos Earth Fund, Kelly Levin. 

Dampak dari kehilangan hutan pada 2024 sangat merugikan bagi manusia dan bumi.  Secara global, kebakaran melepaskan 4,1 gigaton emisi gas rumah kaca (GRK) — lebih  dari empat kali lipat emisi dari seluruh penerbangan udara pada 2023. Kebakaran juga  mengakibatkan buruknya kualitas udara, memperlemah pasokan air dan mengancam  kehidupan serta penghidupan jutaan orang.