Polisi Diminta Berantas Tambang Ilegal di Poboya
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Rabu, 28 Mei 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Marak, meluas dan sistematis, itulah gambaran situasi penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah (Sulteng). Lembaga masyarakat sipil tersebut meminta aktivitas tambang ilegal itu diberantas.
Dinamisator Jatam Sulteng, Moh. Taufik mengatakan, kegiatan PETI itu berlokasi di dalam Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Mineral (CPM), salah satu anak usaha PT Bumi Resources. Sebagai pemegang konsesi KK, PT CPM secara khusus harus bertanggung jawab atas maraknya metode perendaman maupun penambangan tanpa izin tersebut.
“Publik tidak pernah diberitahu oleh PT CPM, tentang apa yang sudah dilakukan untuk menghentikan PETI tersebut. Sehingga kami menduga CPM adalah perusahaan yang tidak bisa menjaga wilayahnya dari serangan penambangan tanpa izin ataukah CPM bagian dari hal tersebut,” kata Taufik, Senin (26/5/2025).
Jatam Sulteng, lanjut Taufik, juga mendesak pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap PT CPM, sekaligus menjelaskan karut-marut PETI ini kepada publik. Terutama, soal ada-tidaknya hubungan yang menguntungkan antara PETI dengan pihak PT CPM.

“Berdasarkan investigasi Jatam Sulteng, hubungan-hubungan para penambang tanpa izin dengan oknum bisa terdengar di berbagai percakapan masyarakat sekitar tambang, bahkan terdengar jauh sampai ke pusat pemerintahan, dalam hal ini Kementerian ESDM,” ujar Taufik.
Jatam Sulteng, imbuh Taufik, meyakini bahwa tidak adanya penindakan oleh negara (kepolisian) terhadap PETI ini, bukan karena instansi kepolisian menjadi bagian dari penambang, akan tetapi ada oknum-oknum yang mendapat keuntungan pribadi dari penambangan tanpa izin tersebut.
“Dan hal ini akan kami laporkan ke Propam Mabes Polri,” katanya. Taufik bilang, sudah waktunya kepolisian melakukan tindakan terukur dan sesuai hukum. Karena, tanpa penindakan, akan melahirkan teror.
“Polisi sebagai garda terdepan penegakan hukum, adalah harapan masyarakat Sulteng. Polisi digaji dari rakyat untuk bekerja sesuai dengan hukum yang berlaku, maka tidak ada toleransi kepada oknum yang sengaja mengambil keuntungan dari PETI. Dan Polisi adalah ruh dari stabilitas keamanan,” ujar Taufik.
Ia mencontohkan penegakan hukum terhadap PETI di di Desa Kayubuko, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong. Aparat kepolisian di kabupaten tersebut, bersama Polda Sulteng, berhasil mengamankan sejumlah alat berat, dan juga mengamankan 14 orang warga negara asing (WNA yang diduga terlibat dalam aktivitas PETI di Desa Kayuboko.
“Hal tersebut patut kami apresiasi. Hal ini merupakan satu langkah maju yang harus terus dilakukan untuk menyelamatkan kerugian negara dari kegiatan-kegiatan PETI di Sulteng,” ucapnya.
Penegakan hukum terhadap para pelaku PETI di Parigi Moutong, lanjut Taufik, seharusnya menjadi contoh yang harus diikuti oleh Polresta Palu, untuk memberantas PETI di Kelurahan Poboya, yang diduga masih beraktivitas sampai dengan hari ini dan masih menggunakan perendaman.
Taufik berpendapat, tak ada alasan bagi kepolisian untuk tidak melakukan penertiban PETI di Poboya. Sebab, kegiatan PETI itu hanya berjarak 10 km dari lokasi markas besar Polda Sulteng. Selain itu, aktivitas PETI di Poboya, juga telah merugikan negara sampai dengan ratusan miliar rupiah.
“Kami mendorong tidak boleh ada proses tebang pilih dalam melakukan penertiban dan penegakan hukum,” ucap Taufik.
Selain itu, Jatam Sulteng juga mendesak Polresta Palu dan Polda Sulteng untuk bersikap profesional dalam melakukan penegakan hukum kegiatan PETI di Poboya, dengan memberikan sanksi tegas jika ditemukan oknum-oknum kepolisian yang diduga terlibat dan melindungi kegiatan-kegiatan PETI yang ada di Kelurahan Poboya.