Direktur LBH Papua Berganti

Penulis : Muhammad Ikbal Asra

Hukum

Kamis, 01 Mei 2025

Editor : Yosep SUPRAYOGI

BETAHITA.ID -  Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, melantik Festus Ngoranmele sebagai Direktur LBH Papua menggantikan Emanuel Gobay, di Jayapura, Senin, 28 April 2025. Pergantian kepemimpinan ini menjadi momentum untuk memperkuat advokasi atas berbagai persoalan hukum yang masih membelit masyarakat adat di Papua.

LBH Papua mencatat sejumlah persoalan hukum mendesak yang dihadapi masyarakat. Di antaranya adalah kriminalisasi terhadap masyarakat adat, sengketa tanah ulayat akibat ekspansi pembangunan, kekerasan aparat, serta ketidakadilan dalam proyek-proyek strategis nasional termasuk di Merauke, Papua Selatan.
"Banyak masyarakat adat di Papua  mengalami penggusuran tanpa proses hukum yang adil. Selain itu, pembela hak asasi manusia dan aktivis lingkungan masih menjadi target kriminalisasi," kata Direktur LBH Papua periode 2025-2029, Festus Ngoranmale.
Festus Ngoranmale mengatakan, prioritas utama pasca dilantik adalah meningkatkan kapasitas staf di internal LBH Papua. "Terus terang, setelah dipimpin Emanuel Gobay, kami masih sangat membutuhkan perannya dalam mendampingi pelatihan kerja-kerja advokasi. Karena itu, kami di PBH tetap meminta dukungan. Prioritas kami adalah memastikan Emanuel Gobay tetap terlibat," kata Festus.
Tantangan berat lain adalah terbatasnya akses masyarakat adat terhadap bantuan hukum. Banyak komunitas di pedalaman yang belum memahami hak-haknya di hadapan hukum, membuat mereka rentan terhadap berbagai bentuk pelanggaran. Infrastruktur hukum yang minim dan ketimpangan kekuasaan antara warga dan pemodal memperburuk situasi.
Festus mencatat, dinamika pelanggaran hak tak lagi hanya soal sipil dan politik. "Sekarang isu ekonomi, sosial, dan budaya justru lebih dominan. Kalau dulu orang lebih banyak bicara soal sipil politik, sekarang tantangan di ranah ekonomi sosial budaya sama beratnya," ujarnya. Situasi ini, kata Festus, membuat kerja-kerja advokasi di LBH Papua kian kompleks.
Selain memperluas layanan litigasi, kata Festus, LBH Papua juga berencana memperkuat jalur non-litigasi seperti kampanye publik dan advokasi kebijakan. Di tengah dinamika politik dan keamanan yang masih dinamis di Papua, lembaga ini berkomitmen untuk tetap berdiri di sisi masyarakat. “Kami akan terus mengadvokasi dan membantu masyarakat terdampak untuk memberikan rasa keadilan untuk didapatkan,” kata dia lagi. 
Pengurus Harian YLBHI, Emmanuel Gobay mengatakan tantangan terbesar soal pelanggaran hukum dan HAM di Papua berhubungan dengan politik pemerintah pusat yang telah melakukan 6 pemekaran provinsi di tanah Papua. Bagi Gobay, provinsi baru bukannya menyejaterahkan rakyat namun kesengsaraan yang didapat. “Buktinya kita lihat di Merauke Papua Selatan. Masyarakat adat di Merauke hari ini tanah adat dan lumbung pangannya dirampas dan itu dilakukan oleh negara secara illegal,” katanya.
Selain itu, kata Gobay, di Papua Tengah masih menyisakan banyak konflik terutama di Kabupaten Intan Jaya. “Kita ketahui bahwa di sana ada tambang emas terbesar yang letaknya di Blok Wabu yang menjadi incaran pemerintah pusat dan itu dilakukan sama seperti di Merauke dengan cara merampas tanah rakyat. Kemudian ancaman tambang nikel di Raja Ampat Papua Barat Daya yang juga mengancam ruang hidup masyarakat,” ujarnya.

Ketua Umum YLBHI melantik Festus Ngoranmele sebagai Direktur LBH Papua menggantikan Emanuel Gobay pada Senin (28/4) di Jayapura.