Indeks Kualitas Air Jatim Turun, BRIN: DAS Solusinya

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Rabu, 20 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Timur (Walhi Jatim) menyebut kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jatim pada saat ini untuk indeks kualitas air berada di angka 56 poin. Artinya kondisi air di Jawa Timur secara umum tercemar ringan. 

Wahyu Eka Styawan, Direktur Walhi Jatim mengatakan, berdasarkan pengamatan dan bukti di lapangan, kualitas air di Jatim cenderung mengalami penurunan baik kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas, "Seperti debitnya yang tidak lagi deras,” kata Wahyu, Selasa, 19 Maret 2024. 

Wahyu mencontohkan pada DAS Brantas. Di hulu, ujarnya, banyak sumber mata air menurun debitnya dan beberapa mati. “Salah satu temuan kami di Kota Batu, dari 111 mata air pada mulanya menjadi tersisa 57 mata air di tahun 2010, lalu terkini tersisa sekitar 50-an. Itupun beberapa mengalami penurunan debit,” kata Wahyu. 

Menurut Wahyu, selain kuantitas, kualitas air hulu Brantas juga terus menurun. "Di wilayah yang dekat industri wisata, perumahan dan hotel, aliran sumber mata air ditemukan kandungan mikroplastik dan e-coli. Belum lagi nanti akan terus mengalir sampai ke tengah sudah dicemari limbah industri, rumah tangga dan pertanian," kata dia.

Ilusitrasi Sungai Tercemar Limbah. Foto: Ecoton

“Sebagai contoh pada aliran sungai Brantas di Mojokerto, sesampainya di Surabaya sudah buruk kualitasnya,” ungkap Wahyu. "Keadaan air kian buruk, karena praktik ekstraksi air yang nantinya berdampak pada kuantitas air.”

Wahyu menyebut, masalah yang menyebabkan rusaknya DAS Brantas, pertama hulu DAS Brantas yang dialihfungsikan, seperti kawasan hutan menjadi peruntukan lainnya. 

Masalah kedua, perencanaan tata ruang yang tidak ada frasa tegas dalam melindungi kawasan sumber mata air, serta tumpang tindih pemanfaatan, semisal ditetapkan konservasi air juga kawasan industri. Ketiga, ⁠ekstraksi air baik sumber mata air atau air tanah untuk kepentingan komersial menyebabkan air terancam keberlanjutannya.

“Terakhir, belum ada kebijakan yang serius dan spesifik dalam bicara soal air baik perlindungan, pemulihan dan pemanfaatan,” ungkap Wahyu.

Mego Pinandito, Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berpendapat, pengelolaan daerah aliran sungai atau DAS yang tepat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air bersih. Menurut dia, langkah ini makin mendesak karena pertumbuhan populasi global, gangguan iklim, polusi air, dan ketimpangan akses terhadap air bersih sudah memerlukan peralihan ke praktik pengelolaan air berkelanjutan.

"Dengan memahami aliran air di dalam DAS dan menerapkan langkah-langkah seperti dataran banjir dan penyangga alami, kita dapat meminimalkan dampak banjir dan kekeringan. Ini melindungi masyarakat, infrastruktur, dan lahan pertanian " kata Mego, Senin, 18 Maret 2024. "Daerah aliran sungai yang terkelola secara baik mampu mendorong efisien biaya. Bahkan, optimalisasi penggunaan air juga dapat mengurangi kehilangan air akibat penguapan dan kebocoran," ujarnya.