Musim Kemarau Tahun Ini Diperkirakan Lebih Ringan dari 2023

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Senin, 18 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan musim kemarau di Indonesia akan lebih ringan pada tahun ini dibandingkan tahun 2023. Hal ini dapat meningkatkan peluang dan antisipasi Indonesia dalam mengendalikan kebakaran hutan dan tanaman pangan. 

Musim kemarau tahun lalu merupakan musim kemarau terparah sejak 2019 akibat fenomena cuaca El Nino yang berlangsung lebih lama dari biasanya. Dampaknya luas mulai dari kekeringan yang merugikan tanaman dan memperparah kebakaran hutan.

Situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, lebih dari 1,16 juta hektare hutan terbakar tahun lalu. Ini adalah luas terbesar sejak 2019 dan lebih dari lima kali lipat dari 204.894 hektare yang terbakar pada 2022. 

“Musim kemarau tahun ini tidak sekering tahun lalu. Selain itu, kebakaran hutan juga tidak akan separah tahun lalu. Namun kita tetap perlu mengantisipasi risiko kebakaran hutan terutama di provinsi yang memiliki lahan gambut,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, kepada wartawan dalam konferensi pers, Jumat, 15 Maret 2024. 

Satgas pemadaman Karhutla di Riau. Foto: Istimewa/mediacenter.riau.go.id

"Dengan lebih hangatnya suhu laut Indonesia, maka potensi penguapan lebih banyak terjadi, akan lebih banyak awan-awan. Sehingga banyak lebih lembab temperaturnya, mungkin memang tidak akan seperti tahun kemarin, tapi kombinasi keduanya bisa membuat rasa tidak nyaman seperti tahun kemarin," ujarnya. 

Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Kalimantan Selatan dan Tengah rawan terhadap kebakaran hutan, ujarnya. Provinsi-provinsi tersebut juga merupakan rumah bagi perkebunan kelapa sawit yang besar.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya memprediksi musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni pada Mei dan Juni di Pulau Jawa dan sebagian Kalimantan dan Sulawesi. Adapun puncak musim kemarau 2024 diprediksi terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024.

Mulai September, cuaca akan mulai dipengaruhi pola cuaca La Nina yang lemah, kata BMKG. Pola La Nina biasanya membawa lebih banyak curah hujan ke tanah air.

Pola El Nino tahun lalu berdampak hingga tahun 2024, dengan penundaan penanaman yang menyebabkan panen padi di awal tahun merosot, meskipun otoritas pertanian mengatakan produksi pangan diperkirakan akan pulih pada akhir tahun ini.

Beberapa wilayah di Pulau Sumatera dan Jawa saat ini sedang dilanda banjir ditengah hujan lebat. Sedikitnya 30 orang tewas dan 70.000 orang mengungsi akibat banjir dan tanah longsor di Sumbar pekan lalu.

Adapun wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal tersebar di Pulau Sumatra, Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, Sulawesi, NTT, Maluku Utara, Papua Barat, sebagian Papua Tengah dan sebagian Papua Selatan.

Sedangkan, wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di atas normal yaitu sebagian kecil pesisir selatan Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, dan sebagian kecil Kalimantan Utara. 

Tren ini juga terjadi di bagian selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, bagian utara dari Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian besar Papua Selatan.

BMKG mendorong pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya). Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.