LIPUTAN KHUSUS:

Pemerintah Perlu Waspada Pencemaran parasetamol di Teluk Jakarta


Penulis : Aryo Bhawono

Direktorat Jenderal Sampah, Limbah, dan B3 KLHK menganggap tidak bahaya.   

Ekosistem

Rabu, 06 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pemerintah perlu berhati-hati soal pencemaran limbah parasetamol di Teluk Jakarta. Kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memastikan dampak pencemaran ini terhadap ekosistem.

Ketua Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, memperingatkan pemerintah harus berhati-hati atas pencemaran limbah parasetamol di Teluk Jakarta. Meski keberadaan zat ini tidak menjadi ukuran baku mutu air namun keberadaan paracetamol menunjukkan adanya pencemaran dalam konsentrasi cukup tinggi. 

“Hasil penelitian ini merupakan petunjuk, jangan bilang tidak berbahaya. Coba lihat baku mutu air di Jakarta selama ini, kan buruk. Makanya harus ditindaklanjuti dengan kajian dan riset,” ucapnya ketika dihubungi pada Selasa (5/10).

Laporan pencemaran paracetamol ini sendiri dilaporkan dalam studi berjudul ‘Konsentrasi Tinggi Paracetamol di Wilayah Perairan Teluk jakarta, Indonesia’ yang dituliskan Peneliti Oseanografi LIPI, Wulan Koagouw dan rekannya. Mereka menemukan kandungan parasetamol di Muara Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing, serta Pantai Eretan. 

Pantai Ancol, Jakarta Utara. (Taman Impian Jaya Ancol)

Bagus beranggapan tingginya kadar parasetamol di perairan parasetamol menunjukkan kian buruknya baku air di kawasan ibukota. Parasetamol, kata dia, berarti sudah menjadis alahs atu zat yang mencemari air di Teluk Jakarta. Makanya pemerintah perlu melakukan kajian dan riset lebih lanjut untuk mengukur pengaruhnya pada lingkungan.

Terpisah, Direktur Jenderal Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati, menyebutkan pencemaran ini tidak menjadi peringatan berbahaya karena parasetamol bukan menjadi ukuran baku mutu air. Namun pihaknya akan melakukan tindak lanjut untuk menelusuri asal parasetamol di perairan Teluk Jakarta.

“Parasetamol ini adalah emerging pollutant, bahan pencemar yang belum memiliki baku mutu,” ucapnya dalam Media Briefing “Paracetamol di Teluk Jakarta”.

Vivien sendiri mengagendakan pemanggilan perusahaan farmasi yang beroperasi di Jakarta untuk memastikan asal pencemaran ini.

Plt Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Reliantoro, menyebutkan terdapat 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Ia mengakui setidaknya perlu kepastian apakah parasetamol dialirkan melalui sungai tersebut. Jika hal benar maka akan dicari tahu kaitannya dengan limbah industri farmasi.

“Saat ini ada 27 perusahaan farmasi di Jakarta. Jika parasetamol itu merupakan obat bekas atau kedaluwarsa  maka prosesnya harus standar pengolahan limbah B3,” ucap dia.

Dosen Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB, Etty Riani, mengungkap sejauh ini parasetamol, selama tidak dikonsumsi berlebihan maka tidak berbahaya bagi manusia. Zat ini biasa dipakai untuk menjadi obat pereda nyeri penyakit ringan. Rata-rata orang dapat mencerna 90 persen dari 500 mg parasetamol, sisanya dikeluarkan melalui urin.

Menurutnya memang perlu kajian lanjutan untuk melanjutkan temuan kontaminasi parasetamol di perairan Jakarta. “Ada kemungkinan itu dibuang karena tidak dipakai orang, limbah, dan lainnya. Tetapi untuk melihat dampaknya itu perlu penelitian,” jelasnya 

Sementara itu Peneliti Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Zainal Arifin, mengungkap peneliti yang mengungkap pencemaran parasetamol di Teluk Jakarta memeriksa dampak zat ini terhadap kerang biru. Beberapa organ seperti sel telur dan sperma kerang biru terpengaruh. Namun memang perlu  kajian lanjutan karena kontaminasi parasetamol ini berkelanjutan.