LIPUTAN KHUSUS:

Gudang Seiton, Penampung Kayu Deforestasi Kalimantan di Eropa


Penulis : Aryo Bhawono

Saiton adalah salah satu perusahaan yang terlacak menampung kayu deforestasi dari Kalimantan dalam investigasi Auriga - Earthsight berjudul “Risky Business EU timber imports linked to the destruction of Borneo’s forests”.

Deforestasi

Rabu, 22 Oktober 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Seiton SV merupakan satu dari enam perusahaan penyedia olahan kayu untuk kebutuhan konstruksi berbasis di Eropa, ditengarai menerima kayu deforestasi hutan alam di Indonesia.  Investigasi menunjukkan kayu deforestasi Indonesia sampai ke benua biru.

Penelusuran yang dilakukan oleh Auriga Nusantara dan Earthsight menunjukkan rantai pasok hasil deforestasi hutan alam ini. Mereka menggunakan pelacakan kayu melalui data pemerintah, pengapalan, hingga pengecekan koordinat dan lokasi muasal kayu. 

Hasilnya kayu-kayu deforestasi hutan alam Indonesia sampai ke pasar eropa melalui enam perusahaan importir di berbagai negara benua biru itu. 

Perusahaan itu antara lain Seiton BV yang berbasis Belgia, Impan GmBH (berbasis di Belgia, Swedia, Jerman, Belanda, dan Perancis), Fepco International (berbasis di Belgia), Timber Trade Connection (Belanda), Dekker Hout BV (Belanda), International Plywood BV (Belanda), dan Kurz KG (Jerman). 

Deforestasi di PT BSSU. Foto: Auriga Nusantara

Investigasi keterlacakan kayu deforestasi ini tertuang dalam laporan mereka berjudul “Risky Business EU timber imports linked to the destruction of Borneo’s forests.”

Juru Bicara Auriga Nusantara, Hilman Afif, menyebutkan investigasi ini menganalisis sekitar 10.000 naskah dalam Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) dan mengidentifikasi adanya 65 industri yang menerima (dan mengolah) kayu dari pembabatan hutan alam, sebagian besar di Kalimantan. RPBBI merupakan laporan industri kayu ke sistem data yang dikelola Kementerian Kehutanan.

Mereka meyakini pemanfaatan RPBBI untuk pelacakan ini baru pertama kali dilakukan. Data tersebut dianalisis secara komprehensif perihal keterhubungannya dengan deforestasi pada hutan-hutan tersisa di Kalimantan. 

Data RPBBI memuat data jenis kayu dan proses perolehannya. Pada proses perolehan kayu terdapat keterangan bahwa berbagai jenis kayu didapat pada proses land clearing sebelum perusahaan melakukan penanaman.

Artinya pada proses ini, kata Hilman, kayu didapat dengan melakukan pembukaan hutan alam atau deforestasi untuk kemudian lahan itu dimanfaatkan untuk kebun kayu, sawit, ataupun tambang. 

Ia menyebutkan penelusuran ini mengesampingkan sejumlah kayu alam dari praktik tebang pilih (atau dulu dikenal dengan HPH - Hak Pengusahaan Hutan), yang secara lingkungan jauh lebih ramah meski tetap berisiko tinggi (high risk) tercemar deforestasi.

Kemudian mereka menggabungkan hasilnya dengan data peredaran kayu Indonesia - Eropa

“Sehingga terungkap bahwa lima teratas pengguna kayu deforestasi pada 2024 seluruhnya menjual produk kayu ke Eropa,” kata Hilman. 

Deforestasi di PT IFP. Foto: Auriga Nusantara

Lima industri kayu pengguna kayu deforestasi itu pertama, PT Korindo Ariabima Sari. Perusahaan itu mendapat asupan kayu sebesar 14.187 m3 dari konsesi PT Indosubur Sukses Makmur berupa kayu gelondongan hutan alam hasil deforestasi. 

Perusahaan ini lantas memasok sebesar kayu deforestasi sebesar 7.414 ke Eropa. Tiga importir Eropa menerima kayu-kayu ini, yakni Fepco International sebesar 6.755 m3 (sebanyak 4.883 m3 mendapat sertifikat PEFC dan 1872 m3 tidak mendapat sertifikat PEFC), Seiton BV di Belgia menerima 589 m3, dan 70 m3 diterima perusahaan-perusahaan di Jerman dan Belanda. 

Kedua, PT Basirih Industrial, perusahaan ini menerima asupan kayu gelondongan hutan alam hasil deforestasi sebanyak 17.280 m3 dari tiga konsesi. Konsesi tersebut adalah PT Tanjung Redeb Hutani sebanyak 10.983 m3, PT Industrial Forest Plantation sebanyak 3.755 m3, dan PT Bumi Hijau Prima sebanyak 2.543 m3.    

Perusahaan itu lantas mengekspor sebesar 3.173 m3 kayu lapis keras ke Eropa. Penerima di Eropa merupakan tiga perusahaan dalam bentuk kayu lapis meranti, yakni Seiton BV di Belgia sebanyak 1.965 m3, Impan GmbH (di Belgia, Swedia, Belanda, Perancis, dan Jerman) sebanyak 1.050 m3, dan Fepco International sebanyak 158 m3. 

Deforestasi di PT BHP. Foto: Auriga Nusantara

Ketiga, PT Kayu Multiguna Indonesia, perusahaan ini menerima kayu hutan alam deforestasi sebanyak 2.758 m3 dari empat konsesi. Masing-masing konsesi tersebut adalah PT Bina Sarana Sawit Utama sebanyak 1.458 m3, PT Graha Equity Investment sebanyak 944 m3, PT Industrial Forest Plantation sebanyak 224 m3, dan PT Agro Borneo Lestari sebanyak 151 m3. 

Perusahaan ini mengekspor 11.056 m3 produk kayu ke Eropa. Beberapa perusahaan Eropa terdata sebagai penerima, yakni Fepco International di Belgia sebesar 5.046 m3 (kayu lapis keras meranti, keruing, dan spesies lainnya), Timber Trade Connection BV di Belanda sebesar 1.371 m3 (berupa produk meranti), Dekker Hout BV di Belanda sebesar 623 m3 (berupa kusen pintu kayu nyatoh, bintangur, dan gerunggang) dan 166 m3 (produk kayu meranti merah tua), International Plywood BV di Belanda sebesar 487 m3 (kayu lapis berlapis film), serta berbagai negara Eropa lain sebesar 655 m3 (Bulgaria, Belanda, Belgia, dan Jerman).

Keempat, PT Putra Buana Indonesia Wood Industry, perusahaan ini menerima kayu hutan alam deforestasi sebanyak 16.730 m3 dari tiga konsesi. Masing-masing konsesi tersebut adalah PT Indosubur Sukses Makmur sebesar 3.594 m3, PT Kaltim Bhumi Palma sebesar 7.939 m3, dan PT Tanjung Redeb Hutani sebesar 5.196 m3. 

Perusahaan itu lantas mengekspor sebesar 1.284 m3 ke Eropa. Masing-masing adalah Kurz KG di Jerman sebesar 84 m3 berupa kapur decking dan beberapa perusahaan Eropa lain sebesar 1.200 m3 (perusahaan di Belgia, Jerman, Belanda, dan Perancis).   

Kelima, adalah Wijaya Triutama Plywood Industry yang mendapat pasokan kayu gelondongan hutan alam hasil deforestasi sebesar 20.885 m3 dari dua konsesi. Konsesi itu adalah PT Tanjung Redeb Hutani sebesar 16.604 m3 dan PT Bumi Hijau Prima sebesar 4.278 m3.

Deforestasi di PT ISM. Foto: Auriga Nusantara

Mereka mengirimkan kayu hasil deforestasi itu ke Eropa sebesar 345 m3 berupa kayu lapis keras ke Impan GmbH di Jerman dan Italia. 

Penelusuran RPBBI ini pun dilanjutkan dengan tim lapangan pada empat konsesi pembabat hutan alam yang memasok lima industri pada 2024. Mereka menyaksikan ribuan hektare hutan alam di Kalimantan Tengah dibabat. Ironisnya hutan tersebut merupakan rumah orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) dan menyebabkan warga lokal kehilangan ruang hidup. 

Lebih lanjut Earthsight dan Auriga mengkonfirmasi masuknya kayu deforestasi tersebut ke pasar Eropa. Tim mereka mendapat surat balasan dari importir kayu Belanda, International Plywood BV tentang asal kayu oleh pemasok mereka, PT Kayu Multiguna Indonesia. Dokumen ini diberikan oleh perusahaan Belanda lainnya, Timber Trade Connection BV, yang bertindak sebagai agen PT KMI di Belanda.

Pada surat balasan itu terdapat koordinat muasal tegakan kayu yang mereka peroleh. Hasilnya, pengecekan pemetaan titik koordinat tersebut menunjukkan hutan alam yang telah mengalami deforestasi di konsesi PT Bina Sarana Sawit Utama. 

Perusahaan Belanda lainnya mengaku telah melacak pasokan kayunya hingga ke sebuah perusahaan bernama PT Mayawana Persada, satu perusahaan kebun kayu di Kalimantan Barat yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi jawara deforestasi di Indonesia.

Meski bersikukuh berkelanjutan, sebagian besar perusahaan Eropa yang ditanyai Earthsight dalam investigasi ini tidak dapat mengatakan asal kayu mereka. Perusahaan-perusahaan yang ditanyai tersebut, importir ataupun grosir (wholesalers), secara bersama melayani setidaknya sembilan negara Eropa, sebagian besar Belgia, Jerman, Prancis, dan Belanda. 

Produk kayu keras asal Indonesia sendiri selama ini mudah dijumpai dalam produksi perusahaan-perusahaan di taman-taman utama dan toko bangunan di Belgia dan Belanda. Namun informasi keterlacakan kayu masih gelap. 

Beberapa perusahaan yang dikontak Earthsight menyampaikan keprihatinan dan berjanji hanya akan membeli kayu bersertifikat kredibel, meski sebagian lainnya tampak kurang konstruktif.

Terlacaknya kayu deforestasi ke benua biru ini menjadi ironi karena Uni Eropa berencana melarang kayu hasil deforestasi melalui penerapan EU Deforestation Regulation (EUDR). Namun regulasi mengalami penundaan sebelumnya, dan kini sedang menghadapi ancaman penundaan dan pelemahan.

Kayu lapis Solid John’ dijual di Brussels, Belgia, Januari–April 2025. Produk ini diduga menggunakan kayu dari hasil deforestasi di Kalimantan. Foto: Earthsight

Ketua Tim Earthsight untuk Asia Tenggara, Aron White, mengatakan risiko dana Eropa turut menghancurkan sarang-sarang terakhir orangutan di Bumi. Pada laporan ini timnya berhasil  mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang membeli ribuan meter kubik kayu deforestasi dari Indonesia sembari secara tidak tepat mengklaim semua pasokan mereka berkelanjutan. 

“Kasus-kasus ini menunjukkan kenapa EUDR mesti diberlakukan segera, tanpa penundaan: untuk memastikan perusahaan membersihkan rantai pasoknya dan berhenti bersembunyi di balik label “hijau” yang menyesatkan. Perusahaan-perusahaan kayu Eropa seyogianya memutus hubungan dengan pemasok mana pun yang terhubung dengan deforestasi dan beralih ke berbagai alternatif yang tersedia yang benar-benar bebas deforestasi,” ujarnya melalui rilis pers. 

Earthsight dan Auriga mendokumentasikan pertemuan dengan staf senior dua dari lima perusahaan tersebut, dan semuanya menyangkal membeli kayu deforestasi. 

Sementara Hilman menyebutkan kehancuran hutan Kalimantan tidak hanya tragedi Indonesia, tetapi global. Orangutan terusir, masyarakat adat dan lokal kehilangan ruang hidupnya, hingga iklim yang semakin tak menentu mencerminkan rapuhnya tata kelola kehutanan Indonesia. 

“Sebagaimana dalam laporan ini, deforestasi bahkan mencapai lahan gambut – ekosistem penyimpanan karbon raksasa yang seharusnya menjadi benteng terakhir pertahanan kita menghadapi krisis iklim. Setiap hektar hutan yang hilang mendekatkan kita pada kehancuran masa depan, menjauhkan generasi mendatang dari bumi dan hunian yang aman. Saatnya Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dengan memastikan setiap komoditas, termasuk kayu, benar-benar bebas deforestasi,” ucapnya. 

Ironisnya lagi deforestasi di Kalimantan terus meningkat pada tahun-tahun terakhir. Pada 2024, deforestasi pulau ini mencapai 129.000 hektare, setara kota Roma atau Los Angeles. Pemanenan kayu mendanai konversi hutan alam, yang kaya sekaligus rumah bagi beragam spesies terancam punah, menjadi kebun monokultur skala luas. 

Ekspansi logging dan perkebunan yang tak terkendali turut menjadi penghancur hutan alam tropis pada berbagai dekade terakhir, menyisakan hanya sepertiga (36%) hutan utuh (intact forest) pada tahun 2019 dan menyumbang emisi sangat besar. Tahun lalu, emisi deforestasi Indonesia, sebagian besar di Kalimantan, lebih besar daripada emisi negara Belanda.