LIPUTAN KHUSUS:

Pengadilan Nyatakan PLTU PT OSS Cemari Lingkungan


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

PT OSS dihukum melakukan tindakan pemulihan hak-hak para Penggugat pada keadaan semula.

Lingkungan

Selasa, 05 Agustus 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT Obsidian Stainless Steel (OSS), yang beroperasi di dalam kawasan industri PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), dinyatakan mencemari lingkungan. Hal tersebut berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, dalam perkara lingkungan hidup Nomor: 28/Pdt.Sus-LH/2024/PN Unh.

Dalam putusan yang diketok pada 31 Juli 2025 itu, majelis hakim menyatakan PT OSS telah melakukan perbuatan melawan hukum dan melakukan pencemaran lingkungan hidup, dari operasi PLTU-nya yang berkapasitas 1.620 MW. PT OSS, sebagai Tergugat I, dihukum melakukan tindakan pemulihan hak-hak para Penggugat pada keadaan semula dengan melakukan sejumlah tindakan.

Tindakan dimaksud yaitu meniadakan bau busuk akibat aktivitas PLTU yang berada dalam kawasan milik PT VDNI (Tergugat II), memasang dan/atau memperbaiki unit pengolahan limbah cair dan emisi fugitive sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, dan memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran cair dan emisi fugitive.

Perkara yang berjalan sejak 9 Desember 2024 tersebut diajukan oleh 15 warga yang mengalami kerugian akibat operasi PLTU captive PT OSS yang mencemari sejumlah tambak udang dan ikan milik warga. Selain pencemaran lingkungan, PLTU ini juga telah menyebabkan warga sekitar kawasan industri PT VDNI mengalami masalah kesehatan, berupa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan gatal-gatal pada kulit.

Tampak dari ketinggian PLTU captive milik PT OSS yang dibangun tak jauh dari lokasi tambak-tambak udang dan bandeng milik masyarakat. Foto: Walhi Sultra.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra, Andi Rahman, yang mendampingi perjuangan warga melakukan gugatan, mengatakan putusan ini menjadi pengingat bagi seluruh industri dan pemegang kebijakan bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan hak-hak rakyat atas lingkungan yang bersih dan sehat sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ia menganggap putusan ini adalah kemenangan rakyat atas ketidakadilan ekologis yang selama ini mereka hadapi. Selama bertahun-tahun, masyarakat Morosi dipaksa hidup dalam bayang-bayang pencemaran yang merusak kesehatan, lingkungan, dan masa depan mereka. Kini, melalui putusan ini, negara secara resmi mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran.

“Ini adalah bentuk pengakuan atas suara dan penderitaan rakyat yang terlalu lama diabaikan,” ujar Andi, Senin (3/8/2025).

Putusan ini, lanjut Andi,  harus dijadikan preseden penting untuk mendorong perubahan sistem dalam penegakan hukum lingkungan, terutama di kawasan industri strategis yang selama ini seolah berada di luar jangkauan hukum.

Walau begitu, ia menganggap putusan ini bukan akhir dari perjuangan, tapi awal dari kerja-kerja pengawasan dan pengorganisasian yang lebih kuat. Pihaknya menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat untuk terus bersama mendesak keadilan bagi seluruh komunitas yang menjadi korban kerusakan ekologis, bukan hanya di Morosi, tapi di seluruh Indonesia

“Warga rencananya akan mengajukan banding. Karena kerugian masyarakat tidak dikabulkan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, operasi PLTU PT OSS ini telah menyebabkan petambak udang dan bandeng mengalami kerugian besar. Sebab, tambak-tambak milik masyarakat yang berada hanya sekitar 50 meter dari lokasi PLTU itu sudah tidak bisa lagi digunakan, akibat tercemar limbah batu bara.

Direktur LBH Kendari, Sadam Husain, menyatakan dalam perkara ini, Majelis Hakim PN Unaaha telah mengabulkan gugatan Para Penggugat sebagian. Ini adalah hasil dari perjuangan panjang masyarakat terdampak atas pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh Tergugat.

“Hal ini merupakan langkah awal yang masih harus kita kawal bersama. LBH Kendari bersama rekan-rekan koalisi akan terus membersamai perjuangan masyarakat dalam membela hak-hak konstitusional atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”

Advokat Publik YLBHI, Edy K. Wahid, menyatakan bahwa secara tidak langsung, putusan ini juga menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di kawasan industri Tergugat.

“Pencemaran lingkungan adalah pelanggaran HAM, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Ini bukan hanya masalah lingkungan, tapi soal hak hidup layak dan sehat,” katanya.

YLBHI memandang bahwa pelanggaran serupa juga terjadi di banyak kawasan industri yang disebut “kawasan strategis nasional.” Oleh karena itu, putusan ini adalah langkah penting untuk menghentikan impunitas korporasi besar yang selama ini bebas mencemari lingkungan tanpa konsekuensi.

“Putusan ini adalah sinyal tegas bahwa industri tidak bisa lagi berlindung di balik status ‘strategis’ atau ‘investasi’ jika kenyataannya merusak ruang hidup rakyat. Ini pengingat bahwa penghormatan terhadap HAM dan lingkungan harus menjadi bagian utama dari arah pembangunan nasional,” tegasnya.

Desakan Tim Advokasi Rakyat Morosi menyerukan kepada pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh elemen masyarakat untuk mengawal pelaksanaan putusan ini secara tuntas dan memastikan bahwa pelanggaran serupa tidak terulang, baik di Morosi maupun di kawasan industri lainnya di Indonesia.

Tim Advokasi meminta agar putusan ini tidak boleh berhenti di atas kertas. Mereka mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera memastikan pelaksanaan seluruh isi putusan, termasuk pemulihan lingkungan dan pemenuhan hak-hak korban.

“Negara harus hadir secara nyata, bukan hanya melalui pengakuan, tetapi juga melalui tindakan konkret yang menjamin penghormatan terhadap HAM dan keadilan ekologis,” kata Tim Advokasi dalam keterangan tertulisnya.