LIPUTAN KHUSUS:

Suku Tehit: Hutannya di Sorong Selatan, Menjaganya ke Jakarta


Penulis : Kennial Laia

Suku Tehit dari masyarakat adat Knasaimos, Papua, terbang jauh-jauh ke Jakarta untuk menjaga tanah leluhurnya.

Masyarakat Adat

Jumat, 25 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Masyarakat adat Knasaimos dari Tanah Papua mengajukan permohonan penetapan dan pengelolaan hutan adat ke Kementerian Kehutanan. Mengenakan pakaian adat, perwakilan dari Suku Tehit mendatangi Gedung Manggala Wanabakti di Jakarta untuk menyerahkan berkas permohonan.

”Kami ingin dunia tahu bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk generasi hari ini, tapi untuk anak-anak kami yang kelak akan mewarisi tanah dan hutan ini. Melindungi hutan adat berarti melindungi ruang hidup, identitas, dan harapan mereka di masa depan,” kata Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Knasaimos, Fredrik Sagisolo. 

Menurut Fredrik, upaya ini merupakan tindak lanjut dari pengakuan hak wilayah adat seluas 97.441,55 hektare yang telah diperoleh masyarakat adat Knasaimos, yang mendiami wilayah di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Fredrik berharap permohonan ini dikabulkan, sehingga memperkuat pelindungan atas hutannya, sekaligus mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal yang telah menjaga kawasan tersebut secara berkelanjutan turun-temurun.

Permohonan itu diserahkan secara resmi kepada Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, Julmansyah. Permohonan tersebut diajukan melalui skema hutan adat dalam program perhutanan sosial yang dikelola Kementerian Kehutanan. 

Suku Tehit, dari wilayah masyarakat adat Knasaimos di Sorong Selatan, Papua Barat Daya, menunjukkan berkas permohonan penetapan dan pengelolaan hutan adat di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Kehutanan, Jakarta, 23 Juli 2024. Dok. Jurnasyanto Sukarno/Greenpeace

Julmansyah mengatakan pihaknya menerima pengajuan tersebut dan akan mempelajarinya. “Mempelajari Indonesia tidak boleh dengan satu kacamata saja. Bagi kita yang tinggal di Jawa, mungkin hutan dilihat sebagai tempat budidaya atau konservasi. Bagi masyarakat Papua, hutan adat adalah ibu kandung yang memberikan penghidupan dari lahir hingga akhir hayat,” katanya. 

Peneliti Bentara Papua, Alink Syafril yang turut mendampingi masyarakat adat tersebut mengatakan: “Dengan adanya pengakuan resmi, kami berharap masyarakat adat bisa terus menjaga hutannya dari ancaman eksternal, sembari mengembangkan model pengelolaan yang ramah lingkungan, berbasis budaya, dan berpihak pada generasi mendatang,” katanya. 

Perjuangan masyarakat adat Knasaimos mempertahankan tanah dan hutan adatnya telah memasuki dua dekade. Selama ini tanah leluhur itu selalu diincar eksploitasi industri sawit dan pembalak kayu. Pada 2024, mereka memperoleh pengakuan wilayah adat dari bupati Sorong Selatan, setelah sebelumnya memperoleh penetapan hutan desa dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan pada 2016. 

Kini masyarakat adat Knasaimos menanti proses verifikasi dan tindak lanjut dari pemerintah. 

Juru Kampanye Hutan Papua Greenpeace Indonesia Rossy You, pendamping lainnya, mengatakan perjuangan tersebut mencerminkan pentingnya payung hukum bagi masyarakat adat di Indonesia. 

“Kami terus mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat, terutama untuk memastikan pemenuhan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat yang cara hidupnya berkontribusi penting menjaga ekosistem,” kata Rossy.