
LIPUTAN KHUSUS:
Warga Desa Bobo Tolak Tambang Nikel PT IMS
Penulis : Aryo Bhawono
Hak atas lingkungan hidup yang bersih dan lestari selama ini tak pernah menjadi pertimbangan pemerintah.
Tambang
Jumat, 02 Mei 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Warga Desa Bobo, Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara menolak kehadiran perusahaan tambang nikel, PT Intim Mining Sentosa (IMS). Mereka menduga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Inspektur Tambang Wilayah Maluku Utara, serta Kepala Desa Fluk, dan Kepala Desa Bobo menggelar pertemuan rahasia untuk meloloskan operasi tambang perusahaan itu.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bobo, Amrafel Nandis Kurama, mengungkapkan PT Intim Mining Sentosa (IMS) merupakan perusahaan tambang nikel dengan konsesi seluas 3.185 hektare di Desa Bobo, Pulau Obi, Halmahera Selatan. Mereka mengadakan pertemuan dengan Kementerian ESDM, Inspektorat Tambang Wialayah Maluku Utara, Kepada Desa Fluk, dan Desa Bobo di sebuah hotel di Ternate, Maluku Utara pada Kamis (24/4/2025).
“Pertemuan tersebut dilaksanakan tanpa sepengetahuan masyarakat Desa Bobo secara luas. Tidak ada konsultasi, musyawarah, atau pemberitahuan yang layak kepada warga. Ini merupakan bentuk pengabaian terhadap prinsip partisipasi rakyat yang menjadi fondasi hak atas ruang hidup,” kata dia melalui rilis pers yang diterima redaksi pada Minggu ( 27/4/2024).
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maluku Utara, Julfikar Sangaji, mengungkapkan pertemuan tertutup seperti ini mencerminkan praktik sistematis negara-korporasi dalam menyembunyikan agenda mereka dari rakyat, yang pada akhirnya menjebak warga menjadi korban keputusan yang tidak mereka ketahui, setujui, apalagi kehendaki.

“Praktik seperti ini telah menjadi pola umum dalam memuluskan jalan operasi ekstraktif di berbagai wilayah, dengan mengabaikan suara dan hak-hak masyarakat lokal,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu, PT IMS mengklaim akan melaksanakan praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan mematuhi seluruh regulasi. Mereka juga mengklaim telah melengkapi seluruh dokumen perizinan, termasuk Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Masyarakat Desa Bobo bersama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Simpul Maluku Utara selama ini menolak tambang perusahaan itu dengan alasan dampak sosial dan ekologi. Pertambangan, kata Julfikar, pada dasarnya adalah padat modal dan teknologi, serta rakus tanah dan air.
Praktik tambang sendiri tidak membawa kesejahteraan masyarakat. Julfikar menyebutkan Pulau Obi dan Maluku Utara telah lama menjadi lokasi industri pertambangan. Namun, alih-alih membawa kesejahteraan, kehadiran tambang justru memperparah kemiskinan masyarakat lokal.
Sumber penghidupan tradisional—seperti berkebun, menangkap ikan, dan memanfaatkan hasil hutan—telah rusak dan hilang. Laut sebagai ruang tangkap nelayan tercemar berat, membuat aktivitas melaut menjadi semakin jauh, biaya produksi membengkak, dan hasil tangkapan menurun drastis.
“Sementara itu, keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir elit dan korporasi. Ketimpangan ekonomi akibat tambang memperdalam luka sosial dan ketidakadilan di tengah masyarakat,” kata dia.
Ia pun menekankan persoalan tambang bukan hanya urusan administratif. Selama ini alasan masyarakat menolak tambang sebagai hak atas lingkungan hidup yang bersih dan lestari tak pernah menjadi pertimbangan pemerintah.
“Belajar dari Desa Kawasi di Pulau Obi, masyarakat menilai tidak ada jalan lain selain menolak tambang. Dengan ini, kami menyatakan secara tegas dan bulat: kami menolak kehadiran PT Intim Mining Sentosa di Desa Bobo. Penolakan ini bersifat total, tanpa syarat, dan tidak dapat dinegosiasikan,” ucap dia.