LIPUTAN KHUSUS:

IPB: Ambang Batas Maksimal Deforestasi Indonesia Tahun 2057


Penulis : Kennial Laia

Akademisi memperkirakan, deforestasi di Indonesia harus disetop pada 2057, meski untuk alasan ekonomi.

Deforestasi

Senin, 29 Maret 2021

Editor :

BETAHITA.ID - Selama 39 tahun ke depan, atau hingga 2057, Indonesia akan terus kehilangan tutupan hutan seluas 55 juta hektare. Deforestasi tersebut akan disebabkan oleh pemanfaatan hutan untuk peningkatan ekonomi.

Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dodik Ridho Nurrochmat dalam diskusi kajian kerja sama antara Kemitraan Indonesia dan IPB, Jumat lalu.

“Kita akan kehilangan 55 juta hektare hutan 39 tahun dari sekarang. Dan pada titik itu harus setop. Karena kalau masih lanjut (deforestasi), sudah masuk zona bahaya,” kata Prof. Dodik.

“Apapun konsensusnya, kami sarankan tidak boleh ada nonhutan itu lebih dari 55 juta hektare,” tambahnya.

Hutan yang sebagian sudah gundul

Prof. Dodik mengatakan, hilangnya tutupan hutan itu karena alasan ekonomi. Sejak 2020, Bank Dunia mengubah status Indonesia dari negara berpenghasilan menengah (middle-income country) ke negara berpenghasilan menengah-atas (upper-middle income country).

Indonesia diperkirakan menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045 dengan pendapatan per kapita sebesar USD 12.500. Prof. Dodik mengatakan, target tersebut tidak akan tercapai dengan business as usual, melainkan hanya mencapai USD10.000.

Prof. Dodik mengatakan, saat ini ekonomi Indonesia masih berbasis penggunaan lahan. Namun, jika praktis bisnisnya masih business as usual tanpa perbaikan tata kelola, Indonesia akan sangat sulit mencapai negara berpenghasilan tinggi pada 2045.

“Kalau ada kebijakan perlindungan hutan, maka bisa mencapai USD20.000,” kata Prof. Dodik.

Prof. Dodik menjelaskan, angka 55 juta hektare itu sebenarnya dihitung sejak 2018 dan semestinya 2040 telah mencapai limit. Namun, faktor seperti perubahan atau revisi kebijakan, menyebabkan mundurnya target ke 2057.

Namun, jika praktik business as usual tetap berlanjut, ambang batas deforestasi tersebut akan maju, pada 2045. Padahal pendapatan per kapita Indonesia masih 4.050 USD.

Jika hal itu tidak terpenuhi, Indonesia akan terjebak pada level middle-income country atau menengah-atas.

“Kondisi sangat mengkhawatirkan. Tanpa adanya perbaikan tata kelola dan multi usaha kehutanan, bisa melewati garis irreversible,” jelas Prof. Dodik.

Menurut Prof. Dodik, pemerintah harus menetapkan target ambang batas deforestasi. Menurutnya deforestasi yang terjadi saat ini, walau ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi, masih diiringi dengan banyak inefisiensi.

“Inefisiensi ini yang harus kita benahi. Salah satunya dengan mengoptimalkan multiusaha agar deforestasi yang terjadi dapat membawa dampak ekonomi yang signifikan,” pungkasnya.

Dalam diskusi yang sama, pakar Manajemen Risiko Iklim, Adaptasi, dan Mitigasi Perubahan Iklim, Prof. Rizaldi Boer mengatakan, deforestation nol (zero deforestation) tidak bisa dicapai. Namun ada peluang bila diimbangi kebijakan pemanfaatan hutan. “Tidak hanya komoditas hutan saja, tapi bisa juga pangan,” katanya.