Putusan Kasasi Budi Pego Dinilai Janggal

Penulis : Aryo Bhawono

Pejuang Lingkungan

Selasa, 28 Maret 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Putusan hakim agung terhadap Heri Budiawan alias Budi dinilai janggal. Tiga hakim agung yang memutus kasasi dianggap menyalahi judex juris dalam KUHAP. 

Penangkapan Budi Pego pada Jumat lalu (24/3/2023) merupakan eksekusi atas putusan kasasi Mahkamah Agung No. 1567 K/PidSus/2018. Tiga hakim agung menyatakan Budi Pego bersalah melanggar Pasal 107a KUHP, dianggap mengajarkan ajaran marxisme, komunisme dan Leninisme, dan menambah hukuman dari 10 bulan penjara menjadi 4 tahun penjara. 

Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara, Roni Saputra mengungkapkan Pasal 253 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan hakim agung, dalam persidangan kasasi, hanya berperan sebatas judex juris. 

Pemeriksaan kasasi ini hanya untuk memastikan tiga hal, yakni pertama, penerapan peraturan hukum sebagaimana mestinya. Kedua, cara mengadili dilaksanakan sesuai ketentuan UU. Dan ketiga, pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. 

Perwakilan warga Desa Sumberagung penolak tambang emas Tumpang Pitu berfoto bersama dengan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa usai melakukan pertemuan yang digelar di Surabaya, Jumat 28 Februari 2020. Dalam pertemuan tersebut warga menyampaikan aspriasi dan permohonan tuntutan pencabutan izin tambang PT DSI dan PT BSI./Foto: Istimewa (Khofifah Indar Parawansa).

Pada putusan Budi Pego, tiga majelis hakim agung menolak kasasi dengan perbaikan. 

“Menimbang bahwa oleh karena putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II/Terdakwa tersebut dinyatakan ditolak dengan perbaikan,” tulis putusan tersebut. 

Menurut Roni, pertimbangan hakim ini janggal. Ia menjelaskan Pasal 254 KUHAP menyebutkan MA dapat memutuskan menolak atau mengabulkan permohonan kasasi. 

Jika majelis hakim kasasi berpendapat peraturan hukum tidak diterapkan maka MA seharusnya mengadili sendiri perkara tersebut. 

“Soal MA dapat mengadili sendiri ini disebutkan dalam Pasal 255 Ayat 1 KUHAP. Disinilah letak kejanggalan itu. Pemberatan hukuman disebutkan sebagai perbaikan putusan, bukan karena MA mengadili sendiri,” ucap Roni di Jakarta pada Senin (28/3/2023).

Sebelumnya, tim pendamping hukum Budi Pego dari Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (Tekad Garuda), M. Sholeh, beranggapan penambahan hukuman dalam putusan ini kontroversial. Pada persidangan sebelumnya, Budi Pego tidak terbukti membuat gambar palu arit dalam aksi demonstrasi. Namun hakim justru memberikan pemberatan. 

Tak ayal jika ia beranggapan bahwa seluruh rangkaian persidangan ini merupakan upaya kriminalisasi. 

“Meskipun Budi Pego tidak terbukti membuat palu arit namun ada warga yang membawa ketika aksi. Tapi putusannya menganggap Budi Pego bersalah dan malah memberatkan, ini sesat,” keluhnya dalam jumpa pers ‘Penahanan Budi Pego Adalah Bentuk Manipulasi Hukum dan Pelanggaran HAM’, yang digelar secara daring pada Minggu (26/3/2023). 

Ia sangat menyayangkan putusan MA ini. Budi Pego seharusnya merupakan pejuang lingkungan yang seharusnya dilindungi. 

Budi Pego sendiri aktif melakukan penolakan pertambangan emas di Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur. Pertambangan ini dilakukan oleh PT Merdeka Copper Gold dan anak perusahaannya, yaitu PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI).