Perusahaan Masih Beraktivitas di Kawasan Hutan meski Izin Dicabut

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Selasa, 28 Maret 2023

Editor : Redaksi Betahita

BETAHITA.ID - Beragam pernyataan menghiasi peringatan International Day of Forests atau Hari Hutan Internasional (HHI) Tahun 2023. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat misalnya, menilai sudah saatnya pemerintah menghukum perusahaan "nakal" yang masih nekat beraktivitas di kawasan hutan meski izinnya sudah dicabut.

Dalam keterangan resminya Pusaka menguraikan, dalam berbagai percakapan pembangunan, keberadaan hutan sering kali dipandang sebagai tegakan pohon dan kayu saja. Sehingga isinya dapat dikuras menjadi komoditi ekonomi kayu, perdagangan karbon dan atau dialihfungsikan untuk menjadi lahan usaha perkebunan, pertambangan dan sebagainya.

Paradigma dan praktik pembangunan pemanfaatan hasil hutan sebagai komoditi komersial ini telah menghancurkan dan menghilangkan hutan dalam skala luas. Menimbulkan bencana ekologi, perubahan iklim, yang pada gilirannya menyingkirkan masyarakat adat dan masyarakat lokal yang berada dan berdiam disekitar kawasan hutan atas sumber kehidupannya, alhasil terjadi konflik kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim dan Persetujuan Paris, yang di antaranya mewajibkan negara mengambil upaya-upaya pencegahan untuk mengantisipasi, mencegah atau meminimalisir penyebab perubahan iklim dan mitigasi dampak buruk yang dihasilkannya, dan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca.

Masyarakat adat di Sorong Selatan menyerukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang nekat beroperasi di kawasan hutan, meski izinnya sudah dicabut. Foto: Pusaka Bentala Rakyat

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) juga telah menetapkan keputusan Nomor SK.168/MENLHK/PKTL/PLA.1/2/2022 tentang Rencana Operasi Indonesia’s Forest and Other Land Use Net Carbon Sink (FOLU Net Sink) 2030 untuk pengendalian perubahan iklim, di dalamnya termasuk sasaran untuk mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan.

"Faktanya hari ini, perusakan dan penggundulan hutan di Indonesia masih terus terjadi oleh karena kepentingan bisnis komersial hasil hutan kayu dan lahan usaha perkebunan," ungkap Franky Samperante, Selasa (21/3/2023).

Berdasarkan pemantauan terhadap perubahan tutupan hutan di Tanah Papua, Pusaka menemukan adanya aktivitas deforestasi. Penggundulan hutan itu diduga untuk usaha perkebunan kelapa sawit di areal perusahaan PT Inti Kebun Sejahtera dan PT Inti Kebun Sawit, di Kabupaten Sorong, dan di areal PT Subur Karunia Raya, di Kabupaten Teluk Bintuni. Total hutan yang hilang sejak Januari hingga Februari 2023 sekitar 413 hektare.

"Tiga perusahan ini terdaftar sebagai perusahaan yang dicabut izin konsesinya oleh Menteri LHK, namun masih beraktivitas."

Dalam Catatan Akhir Tahun Pusaka Bentala Rakyat 2023, deforestasi di Tanah Papua pada 2022 tercatat seluas 19.426 hektare. Seluruhnya berasal dari aktivitas bisnis pembalakan kayu dan perkebunan kelapa sawit.

Deforestasi di Tanah Papua berpotensi bertambah luas seiring dengan adanya rencana pemberian izin baru, perluasan areal usaha perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri, penegakan hukum yang lemah dan kebijakan pengembangan daerah otonomi baru.

Pusaka berpandangan, lanjut Franky, hutan bukan hanya kayu dan sumber lahan untuk komoditi komersial belaka, melainkan memiliki keragaman fungsi ekologi, sosial budaya, ekonomi, dan sebagainya, yang seharusnya ditata dan dikelola secara lengkap memadai. Masyarakat adat Papua yang hidup di sekitar dan dalam kawasan hutan mempunyai kemampuan, pengalaman, norma dan pengetahuan yang diwariskan untuk mengelola dan memanfaatkan hutan adat.

"Pemerintah seharusnya mengakui, menghormati dan melindungi keberadaan pengetahuan dan hak-hak masyarakat adat untuk menguasai, mengatur, mengelola dan memanfaatkan hutan adat, dengan menghasilkan dan menjalankan kebijakan peraturan dan program bagi masyarakat adat dan pengelolaan hutan adat yang adil dan berkelanjutan," kata Franky.

Pusaka meminta pemerintah menyegerakan penertiban dan upaya penegakan hukum secara sungguh-sungguh dan kuat atas izin-izin perusahaan yang telah dicabut izin konsesi di kawasan hutan. Berdasarkan lampiran putusan SK Menteri LHK Nomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, terdaftar 48 perusahaan konsesi kehutanan yang dilakukan pencabutan izin dengan luas konsesi 1.063.100 hektar.

Franky menyebut, sejauh ini belum ada informasi yang disampaikan evaluasi, penegakan hukum dan pemberian sanksi atas perusahaan dimaksud. Malahan ditemukan adanya upaya pemberian izin baru dalam kasus PT Sorong Global Lestari di Kabupaten Sorong, dan aktivitas penggundulan hutan untuk perluasan areal perkebunan kelapa sawit.

"Kami mendesak kepada negara dan korporasi untuk menghormati dan melindungi keberadaan dan aktivitas Pembela HAM Lingkungan, mereka yang berjuang diakar rumput dan di garis depan penjaga hutan, maupun aktivis membela dan memperjuangkan HAM dan lingkungan," tutup Franky.