Walhi Kecam Pengesahan Perpu Cipta Kerja

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Senin, 27 Maret 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Tanggal 21 Maret diperingati sebagai hari hutan sedunia. Pada hari yang sama tahun ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Perpu Cipta Kerja menjadi undang-undang. Walhi menilai bahwa pengesahan tersebut mengabaikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 

Organisasi masyarakat sipil ini menilai bahwa undang-undang ini predatoris dan menjauhkan semangat perlindungan kawasan hutan. Menurut data Walhi, saat ini 36 juta hektare hutan telah dialokasikan untuk izin tambang, perkebunan monokultur, dan lainnya. Sementara itu 6 juta hektare area hutan dilepaskan untuk korporasi sawit. 

Deputi Eksternal Walhi Ode Rakhman mengatakan, aktivitas industri ekstraktif telah menghancurkan ekologi, serta merampas wilayah kelola rakyat dan menyebabkan konflik. “Saya kira tidak kurang kritik rakyat terhadap regulasi ini, mulai dari substansi sampai dengan prosesnya,” kata Ode dalam keterangan tertulis, Selasa, 21 Maret 2023. 

Ode mengatakan, substansi Undang-Undang Cipta Kerja menjadi alasan utama penolakan aturan ini. Proses pembuatannya juga melanggar banyak prinsip dan terburu-buru. Menurut Ode, Walhi menilai omnibus law tersebut menghapus berbagai pasal terkait perlindungan lingkungan hidup. Di antaranya adalah terkait tata ruang, perkebunan, pangan, perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil. 

Aksi petani menolak Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law di Jakarta, 2020. Foto: Konsorsium Pembaruan Agraria

“Amputasi ini berimbas pada terancamnya perlindungan lingkungan hidup, terlebih amputasi juga dilakukan pada UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan,” kata Ode.  

Ode mengkritisi sikap DPR yang tidak mempertimbangkan suara rakyat yang menolak pengesahan undang-undang tersebut. Menurutnya, legislasi cenderung berpihak pada kepentingan bisnis dan oligarki. 

“Persoalan disini adalah pada kenyataannya DPR RI tidak lagi menjadi ruang representasi rakyat,” ungkapnya. “Melihat orang yang hari ini duduk di kursi DPR, sama sekali tidak ada dari kalangan rakyat kecil, sehingga elite predatoris ini hanya membawa kepentingan untuk melegitimasi kepentingannya dengan mendayagunakan legislasi atau regulasi sebagai alat,” tambahnya. 

“Apabila di cek kembali banyak peraturan perundang-undangan yang disahkan secara nyata telah bertentangan dengan semangat Konstitusi oleh rezim kekuasaan saat ini,” Ode menambahkan.   

Walhi menyerukan pada tahun politik saat ini harus menjadi momentum bagi seluruh rakyat Indonesia untuk merebut ruang politik dengan semangat melindungi dan memulihkan ekologi Indonesia yang telah hancur.

 “WALHI mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengkonsolidasikan dan memperkuat gerakan rakyat dalam mempertahankan dan merebut kembali ruang-ruang dan wilayah yang telah dikuasai oleh para oligarki,” pungkasnya.