Tak Ada Sanksi Tegas atas Perusakan Terumbu Karang Minanga

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Kelautan

Senin, 27 Maret 2023

Editor : Redaksi Betahita

BETAHITA.ID - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebut tidak ada sanksi tegas atas perusakan terumbu karang yang dilakukan PT TJ Silfanus di Pantai Minanga, Kota Manado, Sulawesi Utara. Restorasi yang dilakukan oleh perusahaan pelaku terkesan hanya formalitas, sebab tidak menyentuh akar permasalahan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kiara, Susan Herawati mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima dari masyarakat, sampai saat ini belum ada aksi nyata yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melindungi dan melakukan rehabilitasi terhadap ekosistem terumbu karang yang telah dirusak oleh PT TJ Silfanus melalui aktivitas penimbunan di Pantai Minanga.

Menurut masyarakat, lanjut Susan, pada pertengahan Maret 2023, tepatnya pada 15 Maret 2023, PT TJ Silfanus melakukan restorasi terumbu karang di sekitar Pantai Minanga. Tetapi restorasi yang dilakukan itu tidak menyentuh lokasi spesifik terumbu karang yang telah rusak akibat aktivitas destruktif penimbunan pantai untuk mega proyek perusahaan, sebagaimana potret kerusakan ekosistem terumbu karang tersebut telah didokumentasikan oleh Tim Scientific Exploration bersama Kelola.

Susan menyebut, praktik restorasi terumbu karang yang dilakukan oleh PT TJ Silfanus tidak serta merta menghilangkan dosa lingkungan yang telah perusahaan tersebut lakukan di Pantai Minanga. Menurut Susan, masyarakat Pantai Minanga secara sadar telah mengetahui adanya kerusakan ekosistem terumbu karang yang dilakukan oleh perusahaan akibat penimbunan pantai. Praktik seperti ini akan melegitimasi perusakan-perusakan di tempat lain dengan dalih ekosistem yang terdampak nantinya akan direstorasi.

Terumbu karang di Pantai Minanga, Kota Manado, rusak akibat aktivitas penimbunan PT TJ Silfanus. Foto: Tim Scientific Exploration/Kelola/Kiara

“Seharusnya langkah yang utama dilakukan adalah pencegahan perusakan melalui tidak adanya aktivitas destruktif (yang merusak) serta mengubah peruntukan ruang di kawasan pesisir dan pulau kecil, serta harus disusunnya kajian lingkungan hidup sementara (KLHS). Hal ini untuk mencegah praktik-praktik perusakan lingkungan dan menjalankan amanat konstitusi untuk perlindungan lingkungan, pesisir dan pulau-pulau kecil,” ujar Susan, dalam pernyataan resmi, Jumat (18/3/2023).

Kiara mencatat, mandat konstitusi untuk perlindungan lingkungan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil beserta masyarakat dan ekosistem yang ada di dalamnya telah dicantumkan dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 2014 jo. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 3 Tahun 2010.

“Ketiga produk hukum ini sangat kuat untuk melindungi dan mencegah perusakan lingkungan, khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta ketentuan hukuman (punishment) kepada pelaku perusak lingkungan,” terang Susan.

Susan melanjutkan, Kiara melihat aktivitas restorasi yang dilakukan oleh perusahaan merupakan bentuk formalitas akibat adanya sanksi administrasi yang dikenakan oleh KKP. Seharusnya langkah konkret yang harus dilakukan oleh PT TJ Silfanus adalah membatalkan mega proyek ambisius tersebut dan angkat kaki dari Pantai Minanga.

Penegakan hukum yang dilakukan KKP melalui Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) seharusnya mengambil jalur hukum yang tegas, yaitu mengenakan sanksi pidana sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 1 Tahun 2014 jo. UU No. 27 Tahun 2007. Sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi perusahaan pelaku dan contoh tegas untuk perusahaan lainnya.

"KKP melalui PSDKP sebagai penegak hukum seharusnya bertanggung jawab dengan hal tersebut. Apabila masyarakat biasa mengambil karang dengan alasan membuat konstruksi bangunan itu secara tegas dilarang, dengan alasan harus peduli dan jaga terumbu karang, namun kenapa pelaku perusakan sekelas perusahaan diberikan ruang untuk merusak ekosistem pesisir dengan jaminan ada rehabilitasi. Ini memperlihatkan bahwa ada indikasi kepentingan finansial kuat atas nama investasi dibalik hal tersebut.”

Susan bilang, berdasarkan aduan yang diterima dari masyarakat, kegiatan yang dilakukan PT TJ Silfanus hanya mengundang segelintir orang yang merupakan tokoh agama yang tinggal di kampung baru. Masyarakat Pantai Minanga menganggap situasi tersebut sebagai bentuk politik adu domba yang dilakukan oleh perusahaan.

"Masyarakat Pantai Minanga meminta ketegasan KKP yang menyuarakan perlindungan dan peduli terumbu karang, tetapi abai dalam hal kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh pihak investor. Prinsip persamaan di hadapan hukum (equlity before the law) harus dijalankan tanpa membeda-bedakan antara rakyat kecil dan investor,” tutup Susan.