Konsumsi Air Minum Kemasan Global Melonjak, PBB: Sinyal Buruk

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Senin, 20 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa lonjakan konsumsi air kemasan global mencerminkan kegagalan pemerintah untuk meningkatkan pasokan air publik. Situasi ini mengancam tujuan pembangunan berkelanjutan PBB untuk air minum yang aman pada 2030.

Menurut Institute for Water, Environment, and Health United Nations University (UNU-INWEH), pasar air kemasan tumbuh 73% dari 2010 hingga 2020. Konsumsi air berada di jalur yang meningkat dari sekitar 350 miliar liter pada 2021 menjadi 460 miliar liter pada 2030. 

"Peningkatan konsumsi air kemasan mencerminkan kemajuan yang terbatas selama beberapa dekade dan banyak kegagalan sistem pasokan air publik," kata direktur institut Kaveh Madani dalam keterangan resmi, Kamis, 16 Maret 2023.

Dalam laporan itu, PBB memperkirakan sekitar 2,2 miliar orang tidak memiliki akses ke air minum yang aman. Antara 2016 dan 2020, jumlah orang yang memiliki akses hanya tumbuh 4% secara global. 

PBB memperkirakan sekitar 2,2 miliar orang tidak memiliki akses ke air minum yang aman. Antara 2016 dan 2020, jumlah orang yang memiliki akses hanya tumbuh 4% secara global. Dok UNU-INWEH

Negara-negara berkembang bergantung pada air kemasan untuk mengatasi kekurangan ini. Mesir, menghadapi kelangkaan air, merupakan pasar dengan pertumbuhan tercepat untuk air kemasan yang diolah dari 2018 hingga 2021, kata laporan UNU.

Singapura dan Australia adalah konsumen air kemasan per kapita terbesar dengan masing-masing 1.129 liter dan 504 liter per tahun, menurut laporan tersebut. Malaysia memimpin negara berkembang dalam konsumsi per kapita, yakni sedikit di bawah 150 liter.

Sementara itu, lebih dari sepertiga orang Amerika mengatakan mereka menggunakan air kemasan sebagai sumber air utama mereka, kata laporan itu.

"Cukup mengejutkan bahwa air minum dalam kemasan tumbuh pesat selama beberapa dekade terakhir. Sementara dalam pasokan air minum umum dan rumah tangga yang konvensional dan lebih andal, kemajuan berjalan lambat," kata salah satu penulis laporan Vladimir Smakhtin dari UNU-INWEH.

Akibatnya, tujuan pembangunan berkelanjutan PBB untuk menyediakan air minum yang aman pada tahun 2030 berada di bawah ancaman, kata Smakhtin. Dia juga menyoroti bahwa pemerintah terlalu sering menyerahkan penyediaan air minum yang aman kepada pihak swasta. 

Selain kekhawatiran terhadap buruknya akses air minum bersih, meningkatnya konsumsi AMDK juga mengancam lingkungan, mulai dari kekhawatiran korporasi menguras air tanah hingga polusi plastik.

Industri ini menghasilkan 600 miliar botol plastik pada tahun 2021, 85% di antaranya kemungkinan besar akan berakhir di tempat pembuangan sampah.

"Meskipun ada peningkatan kesadaran terhadap masalah air kemasan dan plastik di belahan bumi utara, nyatanya pasar tidak menunjukkan tren yang sama," kata rekan penulis laporan Zeineb Bouhlel. 

"Ini menunjukkan bahwa kampanye yang dijalankan oleh perusahaan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap persepsi bahwa air kemasan adalah pilihan yang lebih baik," jelasnya.