KLHK: Pendanaan Loss and Damage Bantu Negara Rentan Bencana

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Kamis, 01 Desember 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Kesepakatan mengenai pendanaan kerugian dan kerusakan (loss and damage) akibat krisis iklim merupakan sebuah terobosan baru pada perhelatan COP27. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dana iklim ini akan membantu negara-negara berkembang yang rentan terhadap dampak dan bencana hidrometeorologi. 

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi mengatakan, pembahasan mengenai pendanaan untuk kerugian dan kerusakan telah berlangsung lama di antara negara-negara pihak. Dana ini nantinya akan membantu negara berkembang yang kehidupan dan mata pencahariannya dirusak oleh dampak terburuk dari perubahan iklim. 

“Seperti halnya Indonesia, meskipun sudah berkomitmen dan melaksanakan upaya adaptasi secara maksimal, namun kerugian dan kerusakan masih bisa terjadi, maka pendanaan loss and damage diharapkan akan mampu menurunkan potensi kerugian dan kerusakan di dalam negeri akibat dampak negatif perubahan iklim,” kata Laksmi dalam media briefing di Jakarta, Senin, 28 November 2022. 

Melalui pendanaan ini, diharapkan implementasi Santiago Network for Loss and Damage (SNLD) juga dapat segera berjalan. Ini adalah platform yang didirikan untuk menghubungan negara-negara berkembang dengan penyedia bantuan teknis, pengetahuan, dan sumber daya dalam mencegah, meminimalkan, dan mengatasi dampak negatif perubahan iklim. 

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dhewanthi (tengah) dalam media briefing mengenai kesepakatan pendanaan kerugian dan kerusakan (loss and damage) pada COP27 di Mesir, Senin, 28 November 2022. Dok Humas KLHK

Menurut Laksmi, kesepakatan itu memerlukan waktu untuk implementasi. Pasalnya, masih dibutuhkan pembahasan lebih lanjut ihwal pengaturan kelembagaan SNLD, pengaturan pendanaan, dan sumber pendanaannya. 

Turut disepakati juga pembentukan 'komite transisi' untuk menyusun rekomendasi tentang cara mengoperasikan pengaturan pendanaan baru dan dana di COP28 tahun depan. Pertemuan pertama komite transisi diharapkan berlangsung sebelum akhir Maret 2023.

Selain aspek pendanaan, konferensi iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut juga mengadopsi beberapa keputusan. Di antaranya terkait dengan adaptasi, di mana negara-negara pihak menyepakati cara untuk bergerak maju menuju Global Goal on Adaptation, yang akan diputuskan di COP28. 

Kemudian, Cover Decision atau Decision 1/CMA.4 yang dikenal sebagai Sharm el-Sheikh Implementation Plan, menyoroti transformasi global menuju ekonomi rendah karbon diperkirakan membutuhkan investasi minimal USD 4-6 triliun per tahun. Penyaluran dana semacam itu akan membutuhkan transformasi sistem keuangan serta struktur dan prosesnya yang cepat dan komprehensif, melibatkan para pihak, bank sentral, bank komersial, investor institusional, dan pelaku keuangan lainnya.

Terlepas dari berbagai kesepakatan di atas, berdasarkan NDC Synthesis report, diperkirakan penurunan emisi gas rumah kaca pada 2030 belum memenuhi target mempertahankan kenaikan suhu global hingga 2 atau 1,5°C. Oleh karena itu para pihak didesak untuk menyampaikan updated NDC sesegera mungkin.

Lebih lanjut, Laksmi menyatakan pada umumnya proses persidangan berjalan konstruktif dan inklusif. Beberapa agenda dan isu yang tertunda berhasil diselesaikan serta menghasilkan teks keputusan yang mengakomodasi kepentingan negara pihak. Namun juga terdapat sejumlah agenda yang belum selesai dan akan dinegosiasikan pada COP28. 

“Kesuksesan implementasi NDC dalam mengurangi emisi gas rumah kaca membutuhkan komitmen, peran, serta kontribusi dari berbagai pihak, baik pada level nasional maupun sub-nasional,” ujar Laksmi.