Harapan Terakhir di Biodiversitas Dunia

Penulis : Aryo Bhawono

Biodiversitas

Rabu, 30 November 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  KTT Keanekaragaman Hayati PBB yang akan digelar pada Desember nanti menjadi kesempatan terbaik sekaligus pamungkas untuk menghentikan dan membalikkan kondisi buruk lingkungan. Sebanyak 200 negara akan bertemu di Montreal, Kanada, untuk menyepakati kesepakatan penting untuk melindungi alam.

Ketua Badan Lingkungan Inggris, Natural England, mengatakan negara-negara harus bersatu dan menyetujui rencana ambisius. Menurutnya pertemuan ini tak hanya berbicara tentang tentang penyelamatan spesies langka..

"Ini tentang mempertahankan jaringan kehidupan yang pada akhirnya bergantung pada manusia, untuk pengaturan makanan, air, kesehatan, dan iklim," kata Kepala Natural England, Tony Juniper, seperti dikutip dari BBC.

Pada hari Rabu (23/11/2022), Natural England dan lembaga pemerintah lainnya menetapkan visi mereka untuk memulihkan alam di sebuah acara di Royal Society di London, menjelang pembicaraan yang telah lama tertunda.

Pauline dan bayinya, Pancaran, yang lahir pada Juni 2020 di kawasan Suaka Margasatwa Lamandau, Kalimantan Tengah. Foto: KLHK

Menteri Urusan International Nature Inggris, Lord Benyon mengungkapkan lingkungan alam yang sehat adalah landasan bagi iklim yang sehat, persediaan air yang aman dan bersih, serta persediaan makanan yang tangguh. 

Keanekaragaman hayati mengacu pada semua makhluk hidup di dunia dan bagaimana mereka berelasi dalam jaringan kehidupan. Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global yang disepakati dalam Perjanjian Iklim Paris menyebutkan soal kesetaraan alam. 

Beberapa ambisi utama untuk KTT keanekaragaman hayati kali ini meliputi, pertama mengubah 30 persen daratan dan lautan Bumi menjadi kawasan lindung pada tahun 2030. Kedua, memastikan visi bersama untuk hidup selaras dengan alam terpenuhi pada tahun 2050. 

Dan ketiga, meninggalkan subsidi yang merusak lingkungan sekaligus memulihkan ekosistem yang rusak.

KTT Keanekaragaman Hayati dilaksanakan saat hasil COP 27 di Mesir dianggap mengecewakan. 

Sementara badan amal satwa liar, WWF menyambut baik dana untuk kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim yang ditetapkan dalam kesepakatan akhir di COP 27.

Kepala Kebijakan Iklim di WWF, Dr Fernanda Carvalho, mengatakan seluruh pihak harus ingat bahwa krisis iklim dan krisis keanekaragaman hayati adalah krisis yang menentukan di zaman ini. 

“Jika tidak ditangani kita mungkin tidak memiliki planet untuk ditinggali,” ucapnya.

Pemerintah Inggris sendiri telah berkomitmen untuk melindungi 30 persen daratan dan lautan pada tahun 2030.

Menurut Wildlife Trusts, hanya sedikit kemajuan yang dicapai hingga saat ini, dengan hanya 3 persen daratan dan 8 persen laut yang dilindungi secara efektif pada tahun 2022.

Pemerintah juga menghadapi kritik dari para juru kampanye alam karena melewatkan tenggat waktu untuk menetapkan target pada alam seperti yang disyaratkan oleh Undang-Undang Lingkungan Hidup Inggris.

KTT di Montreal berlangsung hampir tiga tahun lebih lambat dari rencana semula, karena penundaan berulang yang disebabkan oleh pandemi Covid. Hal ini menyisakan dunia tanpa target pada dekade ini untuk menghentikan kepunahan dan membalikkan kerusakan lingkungan di seluruh dunia.