Merek-Merek Dagang Raksasa Tercemar Sawit Penghancur Rawa Singkil

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sawit

Rabu, 12 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Investigasi terbaru yang dilakukan Rainforest Action Network (RAN) mengungkap sejumlah merek dagang raksasa internasional menerima pasokan produk minyak sawit yang dihasilkan dari kebun sawit ilegal yang menghancurkan Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil, Aceh. Hasil laporan investigasi tersebut dipublikasikan dalam laporan berjudul Carbon Bomb Scandals: Big Brands Driving Climate Disaster for Palm Oil.

Menggunakan bukti yang diperoleh melalui investigasi lapangan, analisis citra satelit dan penelitian rantai pasokan, investigasi RAN membuktikan bahwa minyak sawit yang diproduksi dari buah sawit SM Rawa Singkil, yang melanggar komitmen bebas deforestasi perusahaan, terus masuk ke dalam produk yang dijual oleh Procter & Gamble, Mondelez, Nestlé, Unilever, PepsiCo, Colgate-Palmolive, Ferrero, Nissin Foods dan anggota Consumer Goods Forum (CGF) lainnya. Merek lain, seperti Mars dan Kao, terus melakukan bisnis dengan pedagang minyak sawit yang tertangkap mengambil minyak sawit ilegal dari kawasan suaka margasatwa.

Hasil pengamatan lapangan menunjukkan penghancuran hutan di rawa gambut yang kaya karbon telah terjadi, setelah batas waktu Desember 2015 yang diadopsi oleh merek-merek ini dan sebagian besar anggota CGF.

“Hutan hujan dataran rendah yang rimbun di Ekosistem Leuser ini mengandung gudang besar karbon yang diserap secara alami dan merupakan garis pertahanan terakhir terhadap kepunahan orangutan dan gajah sumatera, namun mereka dihancurkan untuk produksi minyak sawit ilegal,” kata Gemma Tillack dari RAN.

Ekspansi kelapa sawit ilegal oleh Mahmudin didokumentasikan pada 2018 di dalam Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Minyak sawit yang diproduksi dari kebun di tanah-tanah ini sekarang memasuki rantai pasokan merek multinasional di Consumer Goods Forum (CGF)./Foto: RAN

“Memungkinkan ekspansi kelapa sawit di lahan gambut dalam di Suaka Margasatwa Rawa Singkil seperti meledakkan bom karbon. Tapi ini adalah salah satu bencana iklim yang dapat dihindari jika merek seperti Procter & Gamble, Mondelez dan Nissin Foods memenuhi komitmen mereka untuk mengakhiri deforestasi dan menjaga hutan tetap berdiri di Ekosistem Leuser,” lanjut Gemma.

Kebun-Kebun Sawit Ilegal di SM Rawa Singkil

Hasil investigasi RAN menemukan setidaknya dua kasus perkebunan sawit yang dibangun di SM Rawa Singkil. Kasus pertama adalah perkebunan kelapa sawit illegal yang dikuasai oleh warga bernama Mahmudin, seorang pengusaha lokal Aceh Selatan.

Selain memiliki perkebunan sawit ilegal di dalam SM Rawa Singkil, ia juga mengoperasikan dua fasilitas pengepul buah sawit--tempat di mana buah sawit dikumpulkan sebelum dijual ke pabrik kelapa sawit di sekitar dan masuk dalam rantai pasok global. Fasilitas pengepul buah sawit milik Mahmudin ini berada di di Desa Le Meudama dan Desa Sigleng.

Berdasarkan pantauan lapangan, titik GPS menunjukkan perkebunan Mahmudin ini terletak di Suaka Margasatwa Rawa Singkil--area yang memiliki tingkat tertinggi perlindungan menurut hukum Indonesia. Artinya perkebunan Mahmudin ini telah didirikan secara ilegal dan beroperasi dengan melanggar hukum Indonesia.

Perlu diketahui, Suaka Margasatwa Rawa Singkil ditetapkan pada 1997, dengan Keputusan Menteri Kehutanan (No.166/kpts-II/1997) dengan luas sekitar 102.500 hektare. Namun luasannya berkali telah diubah. Pada 2015, Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan keputusan (No.103/MenLHKII/2015) mengurangi kawasan lindung menjadi 81.338 hektare.

Kemudian pada 2018, terbit SK.7/KSDAE/SET/KSA.0/1/2018 luasannya kembali berkurang menjadi 71.727,40 hektare. Kebanyakan area yang dikeluarkan dari suaka margasatwa adalah hutan gambut yang dihancurkan untuk membuka jalan bagi perkebunan kelapa sawit.

Pada 2022, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten sekali lagi bekerja untuk menandai batas-batas cadangan. Proses ini memberikan kesempatan untuk, sekali dan untuk semua, mencapai kesepakatan dengan pelaku di sektor kelapa sawit, masyarakat dengan hak ulayat, dan petani kecil di daerah yang merupakan 'zona terlarang' untuk kelapa sawit pengembangan minyak.

Analisis satelit menunjukkan bahwa lokasi perkebunan ilegal dulunya tertutup hutan gambut, tetapi ditebangi dan tanah tergenang yang dikeringkan dalam lima tahun terakhir. Beberapa yang terburuk kehancuran terjadi pada 2018--setelah Presiden Indonesia mengumumkan moratorium pembukaan hutan untuk kelapa sawit baru perkebunan pada April 2016.

Moratorium ini diperkuat pada November 2016 saat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Siti Nurbaya mengatakan, “Komitmen Presiden untuk masalah ini sudah jelas. Penyelamatan lahan gambut, termasuk yang lahan gambut di Ekosistem Leuser, tidak bisa ditawar lagi.”

Dengan uraian di atas, maka Mahmudin bisa dibilang menentang instruksi pemerintah. Hasil pantauan di lapangan oleh RAN menunjukkan kehancuran kawasan SM Rawa Singkil ia timbulkan ketika membangun perkebunan kelapa sawit ilegal. Mahmudin tidak sedang menjalani proses hukum oleh pemerintah dan sebagai gantinya keuntungan dari pohon kelapa sawit yang telah sekarang menjadi produktif dan memasok ke sawit global pasar minyak.

Investigasi RAN dilakukan untuk menentukan perusahaan mana yang terlibat dalam penghancuran SM Rawa Singkil ini, melalui pembelian minyak sawit ilegal dari perkebunan Mahmudin. Hasilnya rantai pasokan dari jaringan luas perusahaan termasuk Colgate-Palmolive, Ferrero, Mondelez, Nestlé, PepsiCo, Procter & Gamble, dan Unilever tercemar oleh minyak sawit ilegal.

Tujuh merek multinasional itu mengambil minyak sawit ilegal yang berasal dari tanaman sawit yang ditanam di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, melalui jaringan luas pedagang minyak sawit. Para pedagang ini mengontrol kilang minyak sawit--tempat minyak sawit diproses--dengan berbagai cara, sehingga kemudian dapat digunakan untuk membuat makanan ringan, pribadi produk perawatan, mie instan dan produk barang konsumsi lainnya.

Pelaku terbesar di antara para pedagang ini adalah Apical dari Grup Royal Golden Eagle, Golden Agri Resources, Wilmar dan Musim Mas. Perusahaan-perusahaan ini mengendalikan kilang yang berlokasi di Sumatera dan membeli minyak sawit mentah dari pabrik yang menerima sawit ilegal dari Mahmudin.

Pedagang kelapa sawit ini telah berulang kali terpapar sawit ilegal selama dekade terakhir, dan berperan dalam mendorong kehancuran Ekosistem Leuser untuk kelapa sawit. Namun sedikit yang telah dilakukan untuk menghentikan mereka. Ini menunjukkan kegagalan sistem rantai pasok merek dan pedagang dalam mengatasi deforestasi dan penghancuran lahan gambut yang berlangsung.

Sementara, daftar pemasok yang diterbitkan Mars menunjukkan bahwa mereka masih terus melakukan bisnis dengan pemasok Tingkat 1, seperti Fuji Oils, AAK, Bunge Loders Croklaan dan Cargill, yang bertahan dalam pengadaan dari pabrik kontroversial ini dan memasok minyak sawit ilegal ke pasar global.

Sedangkan daftar pabrik Kao mengklaim bahwa PT Global Sawit Semesta bukan pemasok, tetapi mitra usaha patungannya, Apical, terus mencari sumber dari pabrik meskipun gagal menerapkan sistem yang memadai untuk menghentikan minyak sawit yang diproduksi secara ilegal memasuki pabriknya. Kao tetap pada risiko sumber minyak sawit ilegal dari wilayah Singkil-Bengkung.

Pabrik pengolahan CPO lain yang terkena sumber dari pabrik itu termasuk Poliva, The Three, Ventura Foods, Allana, dan Gemini edibles & fats.

Kasus kedua, adalah perkebunan sawit ilegal milik seorang pengusaha bernama Narti asal Desa Binanga, Kota Subulussalam, Aceh. Nasti diketahui mengoperasikan perkebunan sawit ilegal seluas 27 hektare yang berada di dalam SM Rawa Singkil.

Investigasi menemukan buah kelapa sawit yang dihasilkan dari kebun sawit Nasti dikumpulkan dan diangkut oleh makelar bernama Alpian ke pabrik yang dikelola oleh PT Bangun Sempurna Lestari. Yang mana PT Bangun Sempurna Lestari ini kemudian menjual minyak sawit mentah yang ia hasilkan ke Musim Mas--salah satu operator kilang Crude Palm Oil (CPO) utama di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara.

Musim Mas sendiri adalah pemasok utama untuk merek melalui lengan perdagangannya sendiri ICOF dan ke pedagang lain dengan fasilitas yang mengakses dunia, termasuk AS, Eropa, Jepang, dan Cina.

Sejumlah merek-merek besar, termasuk Procter & Gamble, Mondelez, Nissin Makanan, Nestlé, PepsiCo, dan Unilever tercatat menerima pasokan dari PT Bangun Sempurna Lestari. Merek-merek ini mengambil minyak sawit ilegal yang ditanam di perkebunan Ibu Nasti perkebunan di Suaka Margasatwa Rawa Singkil melalui pedagang minyak sawit terkenal yang mengontrol kilang--pedagang termasuk Musim Mas, Cargill, AAK, Bunge Loders Croklaan, dan Fuji Oils.

Kilang-kilang ini digunakan untuk mengolah minyak sawit menjadi produk minyak sawit, yaitu digunakan untuk membuat makanan ringan, produk perawatan pribadi, mie instan dan produk barang konsumsi lainnya. Para pedagang kelapa sawit ini telah berulang kali diekspos selama dekade terakhir terkait peran mereka dalam mendorong perusakan Ekosistem Leuser untuk kelapa sawit.

Janji Forest Positive yang Gagal

Selama beberapa dekade terakhir, perusakan gambut di Indonesia telah mendorong polusi karbon yang signifikan secara global. Seperti yang terjadi jelang KTT Iklim Paris COP21 pada 2015 misalnya. Kebakaran lahan gambut, salah satunya akibat pembukaan lahan kelapa sawit, terjadi dengan hebatnya hingga memuntahkan lebih banyak karbon ke langit daripada gabungan seluruh emisi Amerika Serikat.

Sejak itu merek dagang multinasional bertanggung jawab atas bencana iklim ini dan telah mengeluarkan janji “Forest Positive” baru dan rencana kolektif untuk mengakhiri deforestasi dan mengatasi peran mereka dalam mendorong perubahan iklim melalui konsumsi minyak sawit mereka. Pada Mei 2022, dua investigasi lapangan RAN menemukan bahwa janji “Forest Positive” ini tidak terpenuhi di garis depan ekspansi kelapa sawit di Indonesia.

"Janji Forest Positive tidak dipenuhi di garis depan ekspansi kelapa sawit di Indonesia. Anggota CFG telah gagal memutuskan ikatan mereka dengan minyak sawit ilegal yang ditanam dengan mengorbankan lahan gambut kaya karbon di dalam Suaka Margasatwa Rawa Singkil sejak skandal serupa diungkap oleh RAN pada 2019,” kata Daniel Carrillo, Direktur Kampanye Hutan RAN.

RAN menemukah bahwa minyak sawit dari perkebunan yang ditanam dengan menghancurkan hutan dan gambut kaya karbon di SM Rawa Singkil di Ekosistem Leuser, masuk dalam rantai pasok global dan mencemari produk-produk yang mengisi rak-rak toko kelontong di seluruh Dunia. Produk tercemar itu antara lain Ivory, Safeguard, Old Spice, Oreo, Chips Ahoy, Ritz, Cadbury, Wheat Thins, Triscuit, dan Cup Noodles.

Paparan ini datang setelah merek multinasional besar telah berulang kali terkena sumber minyak sawit yang ditanam dengan mengorbankan hutan Ekosistem Leuser, termasuk di dalamnya SM Rawa Singkil yang dilindungi, di Singkil-Bengkung wilayah. Tiga dari merek ini--Procter & Gamble, Mondelez dan Nissin Foods--telah dinyatakan berkinerja terburuk lamban dalam upaya mereka untuk mengatasi dampaknya terhadap hutan hujan terakhir Dunia.

Temuan utama dari penyelidikan ini menunjukkan bahwa sepuluh merek yang menjadi fokus kampanye Keep Forest Standing RAN, gagal memutuskan ikatan mereka dengan minyak sawit ilegal ditanam dengan mengorbankan lahan gambut kaya karbon di dalam cadangan sejak skandal serupa pada 2019. Sepuluh merek multinasional itu yakni Colgate-Palmolive, Nestlé, Ferrero, Nissin Foods, Kao, PepsiCo, Mars, Procter & Gamble, Mondelez dan Unilever.

Kesepuluh merek ini adalah anggota CGF--sebuah kumpulan 400 merek multinasional yang kuat yang berjanji untuk mengakhiri deforestasi dalam rantai pasokan mereka pada 2020. Tujuh dari merek ini masuk dalam Forest Positive Coalition of Action--yang disebut sebagai inisiatif terkemuka dari merek barang konsumen dan pengecer mengambil tindakan kolektif untuk mengakhiri berbasis komoditas penggundulan hutan.