Papua: Mahkota Bulu Cendrawasih Tidak Boleh Digunakan Sembarangan

Penulis : Tim Betahita

Masyarakat Adat

Sabtu, 08 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Mahkota berhiaskan bulu cenderawasih tidak boleh dikenakan sembarangan. Seorang ondoafi sekali pun harus memenuhi persyaratan adat untuk dapat mengenakannya.

Mahkota berhiaskan bulu cenderawasih memiliki nilai sakral bagi masyarakat adat di Papua. Atribut itu tidak boleh dikenakan sembarang orang.

Ketua Dewan Adat Suku Sentani Ondofolo Orgenes Kaway mengingatkan Panitia Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI memerhatikan norma-norma tersebut. Mereka mesti melarang pengenaan mahkota kebesaran itu oleh sembarang orang pada kegiatan seremonial.

“KMAN VI merupakan momentum untuk mempertahankan nilai-nilai adat di Papua. Salah satunya ialah [aturan] penggunaan mahkota cenderawasih,” kata Kaway, seperti diwartakan Obed Kramsian pada laman aman.or.id, Rabu, 5 Oktober 2022.

Ilustrasi Cendrawasih. (Wikimedia)

Kaway mengatakan mahkota cenderawasih merupakan simbol kebesaran seorang raja atau pemimpin besar sehingga tidak boleh sembarang dikenakan. Seorang ondoafi atau ketua adat sekali pun bahkan harus memenuhi persyaratan adat untuk bisa mengenakan atribut itu.

“Prosesnya panjang [persyaratannya ketat] sehingga tidak semua ondoafi dapat mengenakan mahkota cenderawasih. Hanya ondoafi tertentu yang bisa dan layak memakainya,” jelas Kaway.

Dia menegaskan mereka akan menerapkan sanksi adat bagi pelanggar ketentuan tersebut. Mahkotanya juga langsung disita.

“Kami akan cabut [mahkota cenderawasih dari kepala pengguna]. Sanksi adatnya langsung dikenakan [kepada mereka] pada saat itu juga,” tegas Kaway, saat ditemui di Kaurare Obhe (Balai Adat) Kampung Bambar, Distrik Waibhu, Kabupaten Jayapura.

Larangan serupa berlaku pada pengenaan noken tertentu. Karena itu, Kaway juga mengingatkan semua pihak menghormati ketentuan adat tersebut.

“Ada jenis noken yang digantung [berhiaskan] batu dan manik-manik. Itu juga tidak bisa dikenakan sembarangan,” ujarnya.

Kaway pun menghimbau para perajin tidak memproduksi atau menjual mahkota berhiaskan bulu cenderawasih dan noken tersebut sebagai cenderamata. Adalah ironi apabila memperdagangkan kedua itu tersebut saat KMAN VI.

“Pemakaiannya yang sembarangan sama saja menghancurkan identitas budaya kita [Orang Asli Papua]. Jika memang berbicara [ingin memperjuangkan] kebangkitan masyarakat adat, semua kebiasaan buruk itu harus diubah,” tegas Kaway.

Siapkan tenaga medis

Sementara itu, sebanyak 10 petugas kesehatan ditempatkan di Kampung Adat Homfolo, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura. Mereka akan disiagakan selama 24 jam dalam sehari selama KMAN VI.

“Kami akan membentuk satuan tugas di [Distrik] Sentani Timur, Sentani, dan Waibhu. Setiap satgas beranggotakan 10 tenaga kesehatan. Mereka ditempatkan di puskemas dan siap bekerja selama 24 jam [dalam sehari],” kata Edward Manik, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, saat dihubungi Antara pada Rabu, 5 Oktober 2022.

Paramedis tersebut juga akan bersiaga di setiap lokasi penyelenggaraan sarasehan KMAN VI. Nomor kontak mereka juga akan diinformasikan secara terbuka kepada setiap peserta untuk memudahkan layanan kesehatan saat kondisi darurat.

Anderson Tokoro, Kepala Kampung Adat Homfolo, memperkirakan ada sekitar 150 peserta pada sarasehan KMAN di daerah mereka. Para peserta akan menempati kediaman warga dan kantor pemerintah kampung sebagai tempat tinggal.

“Fasilitas penunjang, seperti MCK [mandi, cuci, kakus] dan air bersih juga telah disiapkan. Kedatangan peserta akan disambut tarian khas Kampung Homfolo,” kata Tokoro.