Pemerintah Dituntut Hentikan Pembangunan Pariwisata Mandalika

Penulis : Aryo Bhawono

HAM

Sabtu, 14 Mei 2022

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID -  Koalisi untuk Pemantauan Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KPPII) menuntut penghentian Proyek Pembangunan Perkotaan dan Pariwisata Mandalika. Tuntutan ini dilakukan setelah adanya komunikasi dari Prosedur Khusus Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang menyebutkan dugaan pelanggaran HAM di proyek tersebut.

Pendanaan Proyek Pembangunan Perkotaan dan Pariwisata Mandalika mencapai 250 juta Dolar AS. Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) menggelontorkan pendanaan kepada Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) dan Pemerintah Indonesia. Namun surat UN Special Rapporteur on Extreme Poverty and Human Rights (Reporter Khusus PBB bidang Kemiskinan Ekstrim dan HAM), Olivier De Schutter, menyebutkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia sehubungan proyek tersebut.

KPPII meminta AIIB dan menyelesaikan krisis kemanusiaan karena pengusiran paksa dan pemukiman kembali tidak secara sukarela, serta mematuhi rekomendasi dikeluarkan oleh Prosedur Khusus OHCHR Dewan Hak Asasi Manusia. Masyarakat adat dipaksa keluar dari lahan mereka dan masyarakat yang sebagian besar merupakan masyarakat agraris dihadapkan pada hilangnya mata pencaharian mereka. 

AIIB juga harus segera meminta kliennya, ITDC dan pemerintah Indonesia untuk membubarkan satuan tugas pengadaan lahan yang sebagian besar terdiri dari tentara dan kepolisian di Mandalika. Mereka  yang menggunakan taktik intimidasi dan pembatasan gerakan terhadap masyarakat yang terkena dampak.

Ilustrasi Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat. (Instagram.com/@mandalikacircuit.gp)

KPPI sendiri terdiri dari organisasi lingkungan dan hak asasi manusia Indonesia dan internasional yang memantau kebijakan dan proyek bank pembangunan multilateral di Indonesia. 

Mereka antara lain adalah WALHI, ELSAM, INDIES, Green Youth Movement, Lembaga Studi Bantuan Hukum (Institute of Study and Legal Aid), Jatam Kalimantan Timur, Trend Asia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Kanopi Hijau Indonesia, Amnesty International, Just Finance International, Both ENDS, FIAN International, FIAN Indonesia, dan LBH Bandung

Prosedur khusus Dewan HAM PBB dan Mandat Special Rapporteur telah mengumumkan temuannya pada 8 Maret. Kini temuan yang sudah disampaikan melalui surat tersebut telah melewati masa masa tenang selama 60 hari. Pemerintah pun harus mempertanggungjawabkan temuan dalam surat tersebut. 

“Pemerintah sebagai pemegang saham AIIB memiliki tugas pengawasan yang dilakukan oleh perwakilan mereka di Dewan Direksi, dan pemerintah juga bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban Hak Asasi Manusia mereka,” kata Pieter Jansen dari Both ENDS, sebuah organisasi Belanda yang memantau bank pembangunan multilateral, termasuk AIIB.