Laut Lampung Tercemar, Walhi Minta Pemerintah Jangan Tutup Mata

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Kelautan

Selasa, 15 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Eksekutif Daerah Lampung mendorong Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Pemerintah Provinsi Lampung untuk segera mengusut pencemaran laut yang kembali terjadi di pesisir Kecamatan Panjang, Bandar Lampung.

Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, telah terjadi pencemaran pesisir laut Lampung di Kecamatan Panjang yang diperkirakan terjadi sejak 4 Maret 2022 yang informasinya baru diketahui hari ini, Selasa, 8 Maret 2022.

Hasil tinjauan di lapangan, Walhi Lampung menemukan pencemaran tersebut berada pada titik koordinat 5°28’50.3″S 105°19’09.8″E di RT 09 Kampung Rawa Laut, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung. Di lokasi terlihat limbah yang menyerupai oli dan/atau minyak menempel di sepanjang garis pantai, berwarna hitam dan berbau seperti minyak solar.

“Hal tersebut sudah ada sejak 4 hari lalu namun yang paling parah di hari kemarin yang membuat bibir pantai yang dipadati pemukiman warga terlihat hitam,” kata Irfan dalam keterangan tertulisnya, dilansir dari Netizenku.

Kondisi limbah hitam yang mencemari pesisir laut Panjang Bandarlampung, Provinsi Lampung, Rabu (9/3/2022)./Foto: ANTARA/Dian Hadiyatna

Setelah dikonfirmasi dengan masyarakat sekitar, limbah tersebut tiba-tiba muncul di pagi hari di bibir pantai dan tidak ada yang tahu sumbernya dari mana, namun diperkirakan dari tengah laut.

“Dari peristiwa itu masyarakat merasa kebingungan harus mengadu kemana sedangkan limbah tersebut sangat mengganggu dan merugikan bagi nelayan sekitar yang dalam beberapa hari ini banyak yang tidak melaut untuk mencari ikan,” ujar dia.

Sampai dengan hari ini, lanjut Irfan, memang belum ada dampak serius yang terlihat ditimbulkan dari limbah tersebut. Namun menjadi keresahan masyarakat sekitar dengan belum diketahuinya limbah tersebut apakah berbahaya atau tidak.

Menurut Irfan, pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera melakukan upaya agar pelaku penjahat lingkungan jera, karena kejadian serupa telah terjadi 3 kali di laut Lampung dalam kurun waktu berturut-turut sejak tahun 2020, 2021, dan 2022.

“Sampai saat ini belum diketahui prosesnya sudah sejauh mana karena tidak transparan proses penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan pemerintah. Pemerintah dan aparat penegak hukum jangan terkesan tutup mata,” tegas dia.

Irfan menilai selama ini terkait dengan kasus serupa, tidak jelas penyelesaiannya, seperti apa hukuman yang diberikan, apakah sudah memberi efek jera atau belum terhadap pelaku pencemaran.

Seperti misalnya pencemaran di 2021 yang dilakukan oleh Pertamina yang terjadi di perairan Teluk Lampung, Teluk Semaka, dan Pantai Barat Lampung dengan total material yang berhasil diangkut sebanyak 18,5 barel.

“Dan kasus tersebut tidak pernah dipublish oleh pemerintah dan terkesan ditutupi,” kata Irfan.

Termasuk dalam proses Pembahasan Progres Tindak Lanjut Penanggulangan Tumpahan Minyak Bumi tersebut, KLHK terkesan eksklusif dalam melaksanakan kegiatan Pembahasan Progress Tindak Lanjut Penanggulangan Tumpahan Minyak Bumi di Provinsi Lampung pada 8 Februari 2022 di Hotel Wyndham Casablanca Jakarta dan juga melalui online via Zoom.

“Peserta dari kegiatan tersebut hanya terdiri dari unsur pemerintah saja sedangkan unsur dari non pemerintah hanya mengundang Pengelola Tambling Wildlife Nature Conservation serta Pakar Hidrogeologi ITB dan Pakar Lingkungan ITB,” tutur dia.

Pada peristiwa kali ini, lanjut Irfan, kejadian yang terjadi dengan siklus terulang setiap tahun selama 3 tahun ini, pemerintah harus tegas dan harus berpihak kepada masyarakat dan lingkungan hidup.

“Bagaimana Lampung akan berjaya jika pemerintah mengabaikan pencemaran lingkungan hidup yang terus terjadi dan mengabaikan masyarakat pesisir di Provinsi Lampung,” ujar dia.

Masyarakat Kelurahan Panjang Selatan mengatakan bahwa kejadian ini bukan kali pertama, namun pada 4 Maret 2022 merupakan pencemaran pesisir paling besar yang mengakibatan kerugian sosial, Kesehatan, ekonomi dan lingkungan.

Sehingga masyarakat yang bermukim di kawasan Pesisir Panjang Selatan tidak memperoleh hak sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2018.