Aktivis Papua Barat Laporkan Pemalsuan Izin Menteri Kehutanan

Penulis : Sandy Indra Pratama

Hutan

Selasa, 07 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -Aliansi Peduli Masyarakat Adat dan Lingkungan Papua Barat mengadukan temuan lapangan berupa dugaan pemalsuan izin Menteri Kehutanan untuk pelepasan kawasan hutan, sekaligus adanya Koperasi Masyarakat ilegal di Teluk Wondama, Papua Barat. Aliansi juga kemudian sudah mengidentifikasi beberapa pelaku yang diduga terlibat dalam pelanggaran yang mereka temukan.

Untuk mendukung aduannya, para aktivis kemudian melaporkan Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat, F.H Runaweri dan Ketua Koperasi Masyarakat ‘Kami Nassey’ beserta Jajaran Manajemen PT Kwoor Arta Jaya (PT KAJ), ke Balai Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) wilayah Maluku dan Papua.

Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat dan Ketua Kopermas Kami Nassey dilaporkan terkait dugaan pemalsuan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor No. 13/Menhut-II/2014 tentang Pelepasan Kawasan Hutan. Surat ini diterbitkan untuk PT Berkat Setiakawan Abadi (PT BSA), namun dipalsukan sebagai SK untuk Pelepasan Kawasan Kutan Kopermas Kami Nassey.

Sedangkan PT KAJ, ikut dilaporkan karena perannya sebagai kontraktor yang menjalin kerja sama dengan Kopermas Kami Nassey untuk menjalankan bisnis kayu di Kampung Werianggi Kabupaten Teluk Wondama.

Foto udara hutan hujan tropis di Tanah Papua. Foto: thegeckoproject

PT Kwoor Artha Jaya merupakan perusahaan yang salah satunya fokus pada bisnis kehutanan. Komisaris perusahaan ini adalah Rob Raffael Kardinal, anak dari salah seorang politisi yang duduk di kursi DPR RI. Sedangkan Direktur PT KAJ dijabat oleh Roberth Yo, yang juga tercatat sebagai Manager Kopermas Kami Nassey.

Kopermas Kami Nassey diduga merupakan Koperasi Ilegal karena tidak memiliki Badan Hukum yang sah dan tidak terdaftar baik pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Teluk Wondama maupun pada Kementerian Koperasi dan UMKM.

“Laporan pengaduan tersebut berisi temuan lapangan,” kata Sulfianto Alias, Ketua Perkumpulan Panah Papua melalui pesan singkatnya kepada betahita.

Selain Panah Papua, yang juga turut melaporkan praktik illegal tersebut ke Balai Gakkum Wilayah Maluku Papua ini adalah Darius Ayamiseba, Perwakilan Mahasiswa Kabupaten Teluk Wondama, Silas Kalasuat, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manokwari, Yulius Woy, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Manokwari St. Thomas Villanova, Nawawi Rumakey (Pergerakan Mahasiwa islam Indonesia (PMII) Cabang Manokwari.

Kemudian ada juga Yosepha Faan, Ketua Pemuda Katolik Provinsi Papua Barat, Sam Ulimpa, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malamoi, Nerius Damianus Sai, Ketua Perkumpulan Mongka Papua serta Damianus Walilo, Ketua Perkumpulan Nayak Sobat Oase.

Kopermas ‘Kami Nassey’ beroperasi di Kampung Werabur, Distrik Nikiwar, Kabupaten Teluk Wondama dengan andil mengembangkan perkebunan pala di wilayah tersebut.

Sam Ulimpa dari Aliansi Maysrakat Adat Nusantara mengatakan, Gakkum KLHK harus meninjau kembali secara detail izin daripada Kopermas itu, dan berani mengungkap pelaku atau aktor di balik Kopermas ini.

Selain itu, Gakkum harus memastikan bahwa jangan sampai terjadi konflik antarmasyarakat, dan memberikan perlindungan hak masyarakat adat terhadap hutan dan ruang kelolanya.

“Lihat pengalaman di tempat lain di Papua, banyak modus perusahaan yang menggunakan atas nama masyarakat sehingga antarmasyarakat adat dan pemerintah atau lembaga lembaga pendamping sering terjadi konflik,” ujarnya.

Menanggapi tuduhan itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, F.H R membantah tudingan dari Aliansi Peduli Masyarakat Adat dan Lingkungan, menyebut dirinya terlibat pemalsuan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor No. 13/Menhut-II/2014 tentang Pelepasan Kawasan Hutan.

“Saya ini orang papua tidak kerja palsukan dokumen begitu,” ujarnya seperti dikutip jurnalpapua.id.