Wajah Masyarakat Adat dan Nasib Pengakuannya Sekadar Mantra

Penulis : Sandy Indra Pratama

Analisis

Senin, 09 Agustus 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Hari ini adalah hari yang ditetapkan oleh Persatuan Bangsa Bangsa sebagai Hari Masyarakat Adat Dunia. Hari di mana Dunia mengakui adanya eksistensi masyarakat yang hidup dengan memelihara keluhuran tradisi dalam segala segi kehidupan mereka.

Dalam catatannya PBB mengungkap terdapat lebih dari 70 persen polulasi dunia tinggal di negara-negara dengan ketimpangan pendapatan dan kekayaan. Di dalamnya, hidup pula masyarakat adat yang sudah menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi dan kerugian sosial ekonomi yang akut sedari dulu, sejak kebutuhan manusia kota masuk ke dalam hutan-hutan tempat mereka tinggal.

Wajah kepedulian terhadap masyarakat adat tercermin sebenarnya dalam beberapa aspek. Sedikitnya bisa dilihat dalam dua aspek. Pertama soal yuridis atau legal formal, kedua secara faktual di lapangan.

Seperti apa wajah kepedulian terhadap masyarakat adat di Indonesia? Di Indonesia masyarakat adat memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama secara konstitusional. Seharusnya.

Perempuan adat Tanah Papua memiliki pengetahuan tentang obat-obatan tradisional yang bersumber dari hutan ulayat. Foto: Pusaka

Sebab apabila mengambil sedikit petikan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat dengan jelas dan tegas dikemukakan bahwa tujuan negara yaitu “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”. Di dalamnya termasuk masyarakat adat.

Menurut Data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, diperkirakan ada 40-70 juta jiwa masyarakat adat tersebar di Indonesia, 20 juta jiwa dari mereka telah menjadi anggota AMAN. Jadi, membahas masyarakat adat bukan persoalan yang kecil, namun menyangkut nasib puluhan juta jiwa rakyat Indonesia.

Mengutip opini dari Dr M Syamsudin SH M.H, seorang dosen hukum adat dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Konstitusi mengamanatkan kepada segenap penyelenggara negara, baik di lingkungan eksekutif, yudikatif dan legislatif baik di tingkat pusat maupun daerah berkewajiban untuk melindungi eksistensi dan juga hak-hak masyarakat hukum adat (MHA). Namun ironisnya, jika dibaca dari fakta yuridis dan fakta riil, amanah itu pada tataran pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Menurut Syamsudin dalam tulisannya, perlu diakui secara jujur bahwa MHA belum mendapatkan perlindungan yang memadai baik keberadaan, kepentingan dan hak-haknya.

Secara yuridis menunjukkan bahwa sudah ada sekitar 18 perundangan-undangan sebagai aturan pelaksanaan yang terkait dan mengatur MHA, seperti UU Desa, Pemda, Agraria, Kehutanan, Otsus Papua, Aceh, Lingkungan Hidup, Pertambangan, Mineral dan Batu Bara, Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Penataan Ruang, dsb.

Namun, jika ditilik lebih lanjut menurut opini Syamsudin, materi perundangan belum secara jelas dan pasti melindungi kepentingan MHA baik pelindungan pada wilayah adat, tradisi adat, lembaga adat dan pranata adat.

Lalu hak asal-usul MHA yang mencakup hak atas tanah dan sumberdaya alam, hak untuk menjalankan hukum adat, hak untuk menjalankan tradisi dan kepercayaan, dan hak-hak lain, baik yang bersifat asal-usul maupun hak sebagai warga negara belum mendapatkan pengakuan dan pelindungan negara. Proses pembentukan hukum dalam rangka pengakuan terhadap MHA selama ini sulit dijangkau dan berbelit dalam proses.

Sementara itu, lepas dari kajian hukum, sepucuk surat terbuka melayang menuju istana dari kawan-kawan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Isinya? Aduan soal bagaimana MHA sangat terkendala dengan akses formal untuk mendapatkan vaksin Covid-19.

Sebagaimana Laporan Eksklusif dari DW Indonesia dengan apik mengungkap dari sekitar 17 juta warga adat, kurang dari 1% yang sudah divaksin. Tidak adanya KTP jadi kendala birokrasi di tengah urgensi pandemi COVID-19. Polemik vaksinasi di Indonesia makin menjadi.

Lengkap sudah alienasi terhadap masyarakat adat.

Dari produk hukum, pengakuan hukum hingga fakta riil di lapangan yang paling hangat, yakni soal penanganan Covid-19 tidak melibatkan masyarakat adat.

Lantas bagaimana dengan janji konstitusi sebagai janji paling luhur bagi pemerintah memenuhi hak warga negaranya?

Mungkin itu serupa mantra saja. Selamat Hari Masyarakat Adat Dunia!